Pakistan pada Selasa (13/8), meminta Dewan Keamanan PBB untuk bertemu dengan tujuan membahas pencabutan status khusus Kashmir oleh India. Wilayah di Himalaya itu telah lama menjadi titik nyala hubungan dua negara tetangga yang sama-sama berkekuatan nuklir ini.
Kebijakan India otomatis menghapus keistimewaan Kashmir untuk memiliki hukum sendiri dan mengizinkan warga luar negara bagian itu membeli properti dan berdiam di sana.
Saluran telepon, interner dan jaringan televisi di Jammu dan Kashmir telah diblokir sejak kebijakan kontroversial India diumumkan pada 5 Agustus. Selain itu, New Delhi juga menerapkan pembatasan pergerakan dan pertemuan.
"Pakistan tidak akan memprovokasi konflik. Tetapi India seharusnya tidak salah mengira bahwa kami menahan diri karena lemah," ungkap Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mehmood Qureshi dalam suratnya kepada Dewan Keamanan.
"Jika India memilih untuk menggunakan kembali kekuatan, Pakistan diwajibkan untuk merespons, sebagai bentuk pembelaan diri, dengan seluruh kemampuannya," kata Qureshi seraya menambahkan bahwa pertimbangan implikasi berbahaya itulah yang menjadi alasan pihaknya mendesak dilaksanakannya pertemuan DK PBB.
Baik India maupun Pakistan sama-sama mengklaim kepemilikan atas seluruh Kashmir, namun keduanya hanya mengendalikan sebagiannya.
Sejauh ini, DK PBB yang beranggotakan 15 negara belum merespons permintaan Pakistan. Namun, pada Sabtu (10/8), Pakistan mengklaim bahwa pihaknya telah mendapat dukungan China.
Polandia akan menjadi sebagai presiden DK untuk periode Agustus. Menteri Luar Negeri Polandia Jacek Czaputowicz menuturkan pada Selasa bahwa dewan telah menerima surat Pakistan dan akan membahasnya serta membuat keputusan yang tepat.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres sebelumnya telah meminta India dan Pakistan untuk menahan diri dari segala langkah yang dapat memengaruhi status khusus Kashmir. Guterres juga mengatakan dia prihatin dengan laporan pembatasan yang diberlakukan India.
DK PBB mengadopsi sejumlah resolusi pada 1948 dan dan 1950-an tentang perselisihan India-Pakistan soal Kashmir, termasuk satu yang mengatakan bahwa plebisit harus diadakan untuk menentukan masa depan Kashmir, yang dihuni oleh mayoritas muslim.
Resolusi lain juga menyerukan kedua belah pihak menahan diri untuk tidak membuat pernyataan apapun dan melakukan atau mengizinkan tindakan apapun yang dapat memperburuk situasi.
Pasukan penjaga perdamaian PBB telah dikerahkan sejak 1949 untuk mengamati gencatan senjata antara India dan Pakistan di Jammu dan Kashmir.