Malaysia kemungkinan akan membalas rencana Uni Eropa untuk membatasi penggunaan minyak sawit, dengan membeli jet tempur baru dari China bukan dari perusahaan senjata Eropa. Hal tersebut disampaikan oleh PM Mahathir Mohammad pada Minggu (24/3).
Negeri Jiran adalah produsen minyak kelapa sawit terbesar kedua di dunia setelah Indonesia. Belum lama ini, Kuala Lumpur telah mengancam akan menantang rencana Uni Eropa untuk menghentikan penggunaan biofuel di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Baik Malaysia dan Indonesia telah berselisih dengan anggota parlemen Uni Eropa atas budidaya sawit, yang telah menyebabkan maraknya deforestasi dan perusakan satwa liar.
Dalam pernyataan terkuatnya mengenai usulan pembatasan tersebut, PM Mahathir mengatakan pihaknya dapat mencari produsen lain untuk meningkatkan armada tempur MiG-29 pabrikan Rusia. Sebelumnya, Malaysia berencana untuk membeli jet Rafale Prancis atau Eurofighter Typhoon.
"Jika mereka berniat mengambil tindakan terhadap kami, kami akan berpikir untuk membeli pesawat terbang dari China atau negara lain," kata PM Mahathir seperti dikutip oleh kantor berita Bernama. "Jika kami harus membeli jet tempur, kami akan mempertimbangkan jet buatan China."
Namun, PM Mahathir menegaskan bahwa pernyataannya bukanlah deklarasi perang terhadap Uni Eropa karena Malaysia masih membutuhkan barang-barang dari blok itu. Banyak anggota Uni Eropa merupakan mitra dagang utama Malaysia.
Pernyataan PM Mahathir datang menjelang pameran pertahanan internasional lima hari yang dimulai Senin (25/3) di Pulau Langkawi, tempat perwakilan produsen senjata global berkumpul.
Setiap pembatasan minyak sawit Uni Eropa dapat secara serius melukai petani yang mewakili basis pemilih penting di Malaysia dan Indonesia.
Kedua negara berjuang untuk memacu permintaan minyak kelapa sawit, yang digunakan dalam segala hal mulai dari sabun hingga cokelat.
Anggota parlemen Prancis baru-baru ini memilih untuk menghapus minyak kelapa sawit dari skema biofuel negara itu mulai dari tahun depan.