Menteri Luar Negeri Julie Bishop pada hari Rabu (1/8) menolak tuduhan bahwa Australia mendukung korupsi dan kejahatan di bawah pemerintahan mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak dengan melindungi buron tingkat tinggi sejak tahun 2015.
Anwar Ibrahim, yang kelak akan menggantikan Mahathir Mohamad sebagai perdana menteri dalam wawancaranya dengan radio ABC Australia belum lama ini mengatakan bahwa beberapa kebijakan luar negeri Canberra "jelas telah tercemar" dan "terlibat dalam toleransi terhadap kejahatan, korupsi, dan tindakan kriminal" dengan melindungi para pelanggar hukum seperti mantan polisi Sirul Azhar Umar.
Sirul, yang merupakan eks pengawal Najib Razak, melarikan diri ke Australia setelah dia dijatuhi hukuman mati atas pembunuhan model Mongolia Altantuya Shaariibuu pada tahun 2006.
Jasad Altantuya diledakkan dengan bom C4 di Shah Alam, Malaysia. Model ini dikabarkan menjalin hubungan gelap dengan Abdul Razak Baginda, pendiri Malaysian Strategic Research Centre sekaligus orang dekat Najib Razak.
Terkait dengan Sirul, Menlu Australia mengatakan, pria itu tetap berada di bawah tahanan imigrasi dan Malaysia belum mengajukan permintaan ekstradisi. Hal tersebut diungkapkan Bishop saat bertemu dengan istri Anwar Ibrahim, Wan Azizah Wan Ismail, yang saat ini menjabat sebagai wakil PM Malaysia.
Kasus Sirul telah menimbulkan dilema bagi pemerintah Australia, yang secara hukum tidak bisa mengekstradisi seseorang yang terancam dihukum mati.
Kematian Altantuya kembali hangat diperbincangkan menyusul kekalahan Najib Razak dalam pemilu Malaysia pada 9 Mei lalu. Tumbangnya Najib Razak mencatat sejarah, karena untuk pertama kalinya sejak kemerdekaan Negeri Jiran, oposisi berhasil memenangi pemilu.
Dan baru-baru ini, kepolisian Malaysia mengatakan akan membuka kembali investigasi atas kematian Altantuya setelah ayah dari model itu mengajukan keluhan baru kepada pemerintah pimpinan Mahathir.
Ketika Bishop ditanya apakah Canberra akan mendeportasi Sirul jika Malaysia mengajukan permintaan, diplomat Australia itu mengatakan dia menolak untuk "berspekulasi" karena tidak ada pengajuan semacam itu. Demikian seperti dilansir dari The Washington Post, Rabu (1/8).
Hubungan bilateral Kuala Lumpur-Canberra sempat beku selama bertahun-tahun setelah Negeri Kanguru mengutuk eksekusi mati Malaysia terhadap dua pedagang heroin asal Australia pada 1986.
Sirul dan seorang mantan polisi lainnya, Azilah Hadri, pada awalnya dinyatakan bersalah pada tahun 2009 atas pembunuhan Altantuya, tetapi keduanya memenangkan banding pada tahun 2013. Mahkamah Agung pada 2015 mendukung putusan Pengadilan Tinggi awal. Jaksa berpendapat bahwa pembunuhan Altantuya diperintahkan oleh mantan kekasihnya, Abdul Razak Baginda, seorang analis pertahanan terkemuka, setelah hubungan gelap mereka berakhir.
Pengadilan Tinggi pada tahun 2008 membebaskan Abdul Razak atas tuduhan bersekongkol dengan pembunuhan itu.