Pemerintah Kepulauan Solomon mengatakan bahwa kesepakatan yang ditandatangani oleh salah satu provinsi untuk menyewakan seluruh Pulau Tulagi kepada sebuah perusahaan China melanggar hukum dan harus disudahi.
Rincian dari sewa jangka panjang yang kontroversial antara Provinsi Tengah dan China Sam Enterprise Group diumumkan tidak lama setelah negara Asia Pasifik itu mengalihkan hubungan diplomatik dari Taiwan ke Tiongkok pada September. Pergeseran kebijakan politik luar negeri Solomon tersebut telah memicu kecaman keras dari Amerika Serikat.
Jaksa Agung Solomon John Muria menuturkan bahwa Provinsi Tengah dan perusahaan China secara hukum tidak dapat mencapai kesepakatan semacam itu tanpa melibatkan pemerintah pusat.
"Perjanjian itu tidak diperiksa oleh pihak kami sebelum penandatanganannya," kata Muria pada Kamis. "Perjanjian tersebut melanggar hukum, tidak dapat dilaksanakan dan harus dihentikan dengan segera."
Perjanjian dengan Sam Group, yang tertanggal 22 September, disebut menawarkan kekuasaan yang luas bagi konglomerasi China untuk mengembangkan infrastruktur di Tulagi dan pulau-pulau di sekitarnya.
Berkantor pusat di Beijing, Sam Group adalah konglomerasi teknologi, investasi dan energi yang didirikan pada 1985 sebagai perusahaan milik negara.
Lewat sebuah pernyataan di situsnya, Sam Group mengatakan bahwa perwakilannya telah bertemu dengan Perdana Menteri Solomon Manasseh Sogavare pada awal Oktober selama kunjungan kenegaraan Sogavare ke China.
Tulagi adalah pulau penting yang menjadi tuan rumah pangkalan-pangkalan AS di Perang Dunia II dan merupakan bekas Ibu Kota Solombon.
Pemimpin Provinsi Tengah Stanley Manetiva belum berkomentar soal kabar ini.
China, dalam beberapa tahun terakhir memperluas pengaruh ekonomi dan politiknya di Pasifik, yang sejak Perang Dunia II telah menjadi benteng diplomatik bagi Amerika Serikat dan sekutu regionalnya.
Dalam waktu berdekatan, China berhasil membuat dua sekutu Taiwan, Kepulauan Solomon dan Kiribati, berpaling. Bagi Tiongkok, Taiwan adalah provinsinya yang membangkang.
Jebakan utang
Kepentingan China di Solomon telah memicu kritik dari Taiwan dan AS, yang menuduh bahwa Beijing akan membebani negara kepulauan itu dengan utang yang tidak berkelanjutan.
Yao Ming, wakil kepala misi di Kedutaan Besar China di Papua Nugini menuturkan pada Rabu (23/10) bahwa pihaknya akan membangun sejumlah infrastruktur termasuk stadion olahraga, sebagai hadiah. Yao balik menunjuk AS dan Inggris yang disebutnya secara historis bertanggung jawab menempatkan banyak negara dalam kesulitan keuangan.
"China bukan negara yang membuat perangkap utang. Anda dapat melihat negara mana yang telah terlibat dalam perangkap utang ... bukan China, melainkan AS dan Inggris," kata Yao.
Yao menambahkan bahwa pihaknya juga akan mendukung Huawei untuk membangun lebih banyak infrastruktur di Solomon. Australia, sekutu regional AS, sebelumnya telah membatasi ekspansi Huawei di sana.
Pada 2018, Australia setuju untuk mendanai pembangunan kabel bawah laut untuk membawa akses berkecepatan tinggi ke Solomon menyusul kekhawatiran kabel buatan China akan membahayakan jaringan mereka.
Presiden Donald Trump sendiri berulang kali mengkritik Huawei atas isu keamanan nasional. Namun, perusahaan itu pun berkali-kali membantah bahwa perangkatnya memberi peluang bagi tindakan spionase.