close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Para pengunjuk rasa melakukan haka selama protes anti-vaksin di luar Parlemen di Wellington, Selandia Baru. Hagen Hopkins vis Getty  Images
icon caption
Para pengunjuk rasa melakukan haka selama protes anti-vaksin di luar Parlemen di Wellington, Selandia Baru. Hagen Hopkins vis Getty Images
Dunia
Jumat, 19 November 2021 08:47

Suku Maori tidak terima demonstran anti-vaksin pakai tarian sakral Ka Mate

Haka Ka Mate akan diajarkan kepada para demonstran anti-vaksin.
swipe

Sebuah kelompok suku Māori tidak terima tarian Haka Ka Mate yang sakral digunakan oleh pengunjuk rasa anti-vaksin di Selandia Baru. Tarian itu memang tidak bisa sembarangan digunakan. Perlu izin khusus.

Haka Ka Mate terkenal karena dibawakan oleh tim rugby nasional, All Blacks, yang memiliki izin khusus untuk menampilkan tarian perang seremonial sebelum pertandingan.

Ini menceritakan kisah Te Rauparaha, yang pernah menjadi pemimpin perang suku Ngāti Toa, yang sekarang memegang hak Haka Ka Mate secara hukum.

“Ngāti Toa mengutuk penggunaan haka Ka Mate untuk mendorong dan mempromosikan pesan vaksinasi anti-Covid-19,” kata kepala eksekutifnya, Helmut Modlik, dalam sebuah pernyataan.

“Banyak tupuna [leluhur] kami kehilangan nyawa dalam pandemi sebelumnya dan [suku] iwi kami sangat menderita. Kami sangat jelas bahwa vaksin COVID-19 adalah perlindungan terbaik yang kami miliki, dan kami berkomitmen untuk mendukung whānau [keluarga] kami untuk divaksinasi sesegera mungkin.”

Demonstran telah melakukan Ka Mate haka di beberapa demonstrasi menentang mandat vaksin COVID-19 dan penguncian dalam beberapa pekan terakhir.

Suku Ngāti Toa mengatakan mereka mengeluarkan pernyataan setelah mendengar bahwa Brian Tamaki, seorang aktivis sayap kanan terkemuka dan pendiri gerakan Kristen fundamentalis Destiny Church, telah menggunakannya dan berencana untuk mengajarkannya kepada para pengunjuk rasa sebelum demonstrasi di masa depan, Newshub Selandia Baru melaporkan.

Secara historis, pandemi secara tidak proporsional berdampak pada komunitas Māori Selandia Baru. Pandemi flu 1918 membunuh Māori pada tingkat tujuh kali lipat dibandingkan dari tingkat kematian di skala populasi negara itu. Selama pandemi influenza H1N1 2009, orang Māori tiga kali lebih rentan dirawat di rumah sakit dan hampir tiga kali rentan meninggal.

Pandemi virus corona kembali menghantam penduduk asli negara itu secara tidak proporsional, dengan Māori, yang merupakan sekitar 16,7% dari populasi, ditemukan memiliki risiko rawat inap yang jauh lebih besar setelah terinfeksi COVID-19.

Selandia Baru mengadopsi pendekatan ketat terhadap manajemen pandemi, memberlakukan penguncian untuk menahan wabah saat melanda negeri itu. Negara ini sekarang sedang bertransisi dari strategi nol kasus menjadi 'hidup dengan virus', setelah memvaksinasi sepenuhnya 82% dari populasi yang memenuhi syarat dan memberikan setidaknya satu dosis ke 91%.

Perdana Menteri Jacinda Ardern telah menetapkan target untuk memvaksinasi 90% dari mereka yang memenuhi syarat sebelum mengakhiri penguncian.

img
Fitra Iskandar
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan