Donald Trump pada Senin (5/8) mengumumkan, pembekuan atas seluruh aset pemerintah Venezuela di Amerika Serikat. Langkah tersebut menandai peningkatan tekanan ekonomi dan diplomatik yang bertujuan menyingkirkan Nicolas Maduro dari kursi kepresidenan.
Perintah eksekutif yang diteken Trump jauh melampaui sanksi yang diberlakukan dalam beberapa bulan terakhir terhadap perusahaan minyak Venezuela yang dikelola negara, PDVSA, dan sektor keuangan negara serta langkah-langkah lain terhadap puluhan pejabat dan entitas Venezuela.
Tindakan Trump, yang paling keras terhadap Maduro ini, tidak hanya melarang perusahaan-perusahaan AS berurusan dengan pemerintah Venezuela tetapi juga membuka peluang bagi kemungkinan sanksi sekunder terhadap perusahaan asing atau individu yang membantu mereka.
Perusahaan Rusia dan China ada di antara pihak yang masih melakukan bisnis signifikan dengan Venezuela.
"Semua properti dan kepentingan di properti pemerintah Venezuela di AS ... diblokir dan tidak boleh dialihkan, dibayarkan, diekspor, ditarik atau ditangani lewat cara lain," demikian bunyi perintah eksekutif yang dirilis Gedung Putih.
Dalam suratnya kepada kongres pada Senin malam, Trump mengatakan, "Saya telah menetapkan bahwa perlu untuk memblokir properti pemerintah Venezuela mengingat berlanjutnya perebutan kekuasaan oleh rezim Nicolas Maduro yang tidak sah, sebagaimana pula pelanggaran HAM, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang warga negara Venezuela, pembatasan kebebasan pers dan upaya berkelanjutkan untuk merongrong presiden sementara Venezuela Juan Guaido dan Majelis Nasional Venezuela yang terpilih secara demokratis."
Perintah eksekutif Trump bahkan mengejutkan sekutu pemerintahan.
"Ini langkah besar," ungkap Ana Quintana, analis senior kebijakan dari Heritage Foundation, sebuah think tank konservatif di Washington.
Menurut Quintana, perintah eksekutif tersebut akan menjadi embargo besar-besaran untuk berbisnis dengan Venezuela, namun dia tengah menanti rinciannya.
AS dan sebagian besar negara-negara Barat menyerukan agar Maduro mundur dan di lain sisi mereka telah mengakui pemimpin oposisi Juan Guaido sebagai presiden sementara Venezuela.
Sebelumnya, pada Kamis (1/8), Trump mengatakan bahwa dia tengah mempertimbangkan mengisolasi atau memblokade Venezuela, meski dia tidak menjelaskan kapan atau bagaimana langkah itu akan diterapkan.
Embargo ekonomi diberlakukan Trump setelah sejumlah putaran sanksi gagal membuat militer Venezuela melawan Maduro atau tidak ada kemajuan signifikan dalam melengserkannya.
Pejabat AS telah lama mengatakan bahwa mereka memiliki senjata lain untuk menerapkan tekanan ekonomi terhadap Venezuela. Secara pribadi mereka mengakui frustasi dengan Eropa dan negara-negara lainnya yang tidak mengambil langkah lebih kuat dan bahwa kampanye tekanan selama berbulan-bulan tidak membuat kemajuan lebih lanjut.
Gejolak politik Venezuela bersumber dari pilpres tahun lalu, di mana Maduro terpilih menjabat untuk enam tahun ke depan. Oposisi melihat kemenangannya sebagai kebohongan dan dengan dukungan Barat, pada awal tahun ini, Guaido mendeklarasikan dirinya sebagai presiden sementara.
Sejumlah negara, termasuk Rusia dan China, masih setia menyokong Maduro.
Sanksi AS yang sudah diberlakukan pada perusahaan minyak nasional Venezuela telah membantu mempercepat keruntuhan produksi minyak negara itu, mengirimkan riak ke pasar energi global.
"Maduro bukan patriot Venezuela," kata Trump dalam pidatonya awal tahun ini. "Dia adalah boneka Kuba."
Venezuela, negara kaya minyak namun miskin uang itu telah berada dalam resesi yang mendalam selama lima tahun. Kekurangan makanan dan obat-obatan kerap terjadi, sementara layanan publik kian terperosok. PBB memperkirakan 3,3 juta orang telah meninggalkan Venezuela sejak awal 2016.