Aljazair meradang mendengar ucapan utusan Maroko untuk PBB, Omar Hilale. Ahad kemarin, mereka pun memanggil duta besarnya di Maroko untuk konsultasi.
Hubungan Aljazair dan Maroko memang kurang harmonis. Boleh disebut sebagai musuh bebuyutan regional.
Yang membuat Aljazair panas adalah ucapan Omar Hilale, yang memberikan dukungan kepada wilayah Kabylie yang secara tradisional dihuni kubu minoritas Amazigh (Berber) di negara itu, untuk menentukan nasib sendiri.
Hilale membuat pernyataan dalam sebuah catatan kepada kepresidenan Gerakan Non-Blok awal bulan ini di markas besar PBB di New York, yang menyatakan bahwa "rakyat Kabyle yang gagah berani pantas, lebih dari yang lain, untuk sepenuhnya menikmati hak mereka untuk menentukan nasib sendiri" .
Kementerian luar negeri Aljazair mengatakan Maroko dengan demikian "secara terbuka dan eksplisit mendukung rakyat Kabyle yang menginginkan lepas dari Aljazair.
Pada hari Jumat, Aljazair menuntut agar Maroko "mengklarifikasi" posisinya setelah "komentar yang tidak dapat diterima dari duta besarnya di New York" itu.
Aljazair menentang setiap seruan untuk kemerdekaan di wilayah timur laut dan pada 18 Mei. Pemerintah menggolongkan Gerakan Pro-kemerdekaan untuk Penentuan Nasib Sendiri Kabylie (MAK) sebagai "organisasi teroris".
Komentar Hilale memicu kemarahan di kalangan elite Aljazair. Begitu pun di media sosial. Warga Aljazair yang membela kesatuan teritorial negara itu, mengungkapkan kemarahan mereka.
Hubungan lama yang tegang antara Aljazair dan Maroko telah memburuk akhir-akhir ini ketika konflik Sahara Barat berkobar setelah gencatan senjata yang panjang.
Maroko mengklaim bekas jajahan Spanyol dan bagian integral dari kerajaannya, tetapi Aljazair telah mendukung gerakan Polisario yang mencari kemerdekaan di sana.
Tahun lalu, normalisasi hubungan diplomatik Maroko dengan Israel, yang terjadi melalui quid pro quo atau barter dengan pengakuan Amerika atas kedaulatan Rabat atas Sahara Barat, menimbulkan ketegangan baru Maroko dengan Aljazair.(Sumber:alarabi)