Pemerintah Iran mengumumkan masa berduka nasional selama lima hari untuk mengenang kepergian Presiden Iran Ebrahim Raisi. Bersama Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian dan sejumlah pejabat pemerintahan, Raisi tewas dalam kecelakaan helikopter di perbatasan Azerbaijan, akhir pekan lalu.
"Saya mengumumkan masa berduka selama lima hari dan menyatakan belasungkawa kepada rakyat Iran," kata pemimpin spiritual Iran Ali Khamenei dalam sebuah pernyataan pers sebagaimana dikutip dari Al Jazeera, Senin (20/5) lalu.
Jenazah Raisi dan para petinggi Iran yang tewas dalam kecelakaan tersebu saat ini tengah diboyong menuju Tabriz, ibu kota Provinsi Azerbaijan Timur. Upacara peringatan khusus bakal digelar di sana. Setelah itu, Raisi rencananya akan dimakamkan di Mashhad, kota kelahirannya.
Berusia 63 tahun saat tewas, Raisi ialah salah satu orang kepercayaan Khamenei. Sebelum menjabat sebagai presiden sejak 2021, Raisi bekerja sebagai hakim. Pada 1988, Raisi pernah bertugas sebagai salah satu pengadil kasus-kasus kejahatan perang Irak-Iran.
Menurut laporan Amnesty International pada 1990, Raisi turut bertanggung jawab dalam eksekusi massal terhadap sedikitnya 5.000 orang, baik itu warga Iran maupun tawanan perang. Ketika itu, Amnesty menyebut Raisi dan kawan-kawan sebagai anggota "Komisi Kematian".
Sikap keras Raisi juga tecermin dalam pemerintahannya. Setahun setelah menjabat, Raisi menginstruksikan perburuan terhadap para aktivis pro-demokrasi dan hak asasi manusia (HAM). Salah satu korban rezim Raisi ialah Mahsa Amini.
Baru berusia 22 tahun kala itu, Amini tewas setelah ditangkap dan disiksa polisi moral Iran karena dianggap berpakaian tak pantas. Kematian Amini sempat memicu aksi demonstrasi besar-besaran di seantero Iran.
Tak hanya menolak demokrasi dan kebebasan berpendapat, Raisi juga dikenal sebagai sosok yang pro senjata nuklir dan anti-Israel. April lalu, Raisi mendukung penuh aksi militer Iran mengirimkan setidaknya 300 ratus misil dan drone untuk menyerang Israel.
Serangan Iran sempat membuat dunia khawatir perang Israel versus Hamas bakal meluas ke seluruh Timur Tengah. Meski begitu, Israel hanya membalas dengan serangan balik ke sejumlah instalasi militer Iran, termasuk di antaranya menyasar lapangan terbang Isfahan, markas program nuklir Iran.
Kematian Raisi di tengah memanasnya konflik antara Israel dan Iran memicu rumor keterlibatan badan intelijen Israel, Mossad. Agen Mossad disebut-sebut menyabotase helikopter sehingga terpaksa melakukan pendaratan darurat. Namun, pejabat militer Israel membantah rumor tersebut.
Pakar keamanan internasional dari Universitas Budi Luhur (UBL) Andrea Abdul Rahman menilai wajar jika kematian Raisi dikait-kaitkan dengan intelijen Israel. Apalagi, tensi antara kedua negara sedang panas-panasnya.
“Kondisi Iran sekarang sedang bersitegang dengan Israel. Belum ada eskalasi sampai ultimatum perang, tapi posisinya memang sedang berseteru secara terbuka dengan Israel,” kata Andrea kepada Alinea.id, Selasa (21/5).
Sepeninggal Raisi, Iran saat ini dipimpin Wakil Presiden Mohammad Mokhber. Seperti Raisi, Mokhber juga dikenal dekat dengan Khamenei. Untuk tahap awal, menurut Andrea, Mokhber bakal fokus menjaga kondisi internal di Iran.
Seiring itu, investigasi untuk mengetahui kemungkinan keterlibatan pihak luar dalam kematian Raisi bakal digelar. Jika agen-agen asing terlibat, Iran bisa jauh lebih brutal dari sebelumnya. Bukan tidak mungkin Timur Tengah bakal membara.
"Meski tensi di luar Iran lebih panas dari biasanya, mata internasional pun tertuju ke Iran untuk mengetahui langkah apa yang akan mereka ambil," kata Andrea.
Keterlibatan Israel atau pun agen Amerika Serikat (AS) dalam kecelakaan helikopter yang menewaskan Raisi tidak bisa sepenuhnya dinafikan. Andrea menyebut AS dan Israel punya motif yang kuat untuk menghabisi Raisi.
"Analis hubungan internasional melihat ini cara-cara pihak yang menginginkan Iran untuk tidak kembali campur tangan dalam konflik Israel-Palestina. Saya menyebutnya bukan konflik, tetapi genosida Israel ke Palestina,” jelasnya.
Pakar hubungan Internasional UBL, Yusran menilai arah konflik antara Iran dan Israel baru akan terlihat setelah pengganti Raisi ditetapkan. Menurut dia, Iran punya banyak sosok yang bisa menggantikan Raisi, baik dari kalangan konservatif maupun moderat.
“Bisa dipilih atau memang ditunjuk langsung pemimpin tertinggi mereka, Ayatollah Ali Khamenei,” ujar Yusran kepada Alinea.id.