Trump diperkirakan menarik diri dari perjanjian nuklir Iran, dengan imbalan keringanan sanksi, usai pertemuan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron, pekan lalu.
Keputusan Trump mengakhiri keringanan sanksi AS akan menenggelamkan kesepakatan itu dan dapat memicu serangan balik oleh Iran. Imbasnya, Iran bisa meluncurkan "serangan balik" berupa program senjata nuklir, guna "menghukum" sekutu AS di Suriah, Irak, Yaman, dan Libanon, kata diplomat, dilansir Antara.
Secara teknis, Trump harus memutuskan pada 12 Mei apakah akan memperbarui "keringanan" dengan menangguhkan beberapa sanksi AS terhadap Iran. Salah satu pejabat Gedung Putih menuturkan, kemungkinan Trump tidak akan menarik diri secara penuh.
Hal ini menyusul pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Senin lalu, tentang bukti kegiatan senjata nuklir masa lalu Teheran. Meskipun pengamat AS mengatakan Iran telah memenuhi ketentuan kesepakatan, itu tak berlaku bagi Amerika Serikat.
Di sisi lain, Iran membantah pernah menginginkan senjata nuklir dan menuduh Israel menjadi dalang pemicu kecurigaan dunia terhadapnya.
Sebelumnya, Iran telah meneken perjanjian dengan enam negara besar, yakni Inggris, China, Perancis, Jerman, Rusia, AS di era Presiden Barack Obama. Namun Trump menyebut itu sebagai salah satu kesepakatan terburuk, sepanjang sejarah Amerika.
Lagi-lagi pejabat Gedung Putih menambahkan, Trump telah memberi sinyalemen akan mengundurkan diri, namun belum bisa memastikan hingga politisi Republik itu menggulirkan putusan resmi.
Sementara itu, Duta Besar Iran untuk Inggris Hamid Baeidinejad mengatakan, Iran akan mempertimbangkan keluar dari Perjanjian Nuklir, jika Amerika menarik diri dari perjanjian 2015 tersebut.
Iran siap kembali ke situasi semula jika Amerika keluar seperti ancaman yang dilontarkan oleh Presiden Donald Trump. “Jika Amerika keluar itu berarti tidak ada lagi perjanjian” katanya, seperti dikutip AFP.