Atas arahan Donald Trump, Amerika Serikat bermaksud membatalkan status perdagangan preferensial dengan India dan Turki.
"Washington bermaksud untuk mengakhiri penunjukan India dan Turki sebagai negara-negara berkembang penerima manfaat di bawah program Generalised System of Preferences (GSP) karena mereka tidak lagi mematuhi kriteria kelayakan menurut undang-undang," sebut Kantor Perwakilan Dagang AS lewat sebuah pernyataan pada Senin (4/3).
India, menurut mereka, telah gagal memberikan jaminan untuk memungkinkan akses pasar yang diperlukan. Adapun Turki dinilai sudah cukup berkembang secara ekonomi sehingga tidak lagi memenuhi syarat.
Di bawah program GSP, produk-produk tertentu dapat masuk secara bebas pajak ke AS jika negara-negara yang dimaksud memenuhi kriteria kelayakan, termasuk memberikan AS akses pasar yang adil dan proporsional.
"India, bagaimanapun, telah menerapkan beragam hambatan perdagangan yang menciptakan efek negatif serius pada perdagangan AS," sebut pernyataan itu.
Turki sendiri ditunjuk sebagai penerima GSP pada 1975 dan saat ini Turki dinilai telah menunjukkan tingkat perkembangan ekonomi yang lebih tinggi. Itu berarti Turki "lulus" dari program tersebut.
Perubahan tidak dapat berlaku untuk setidaknya 60 hari setelah pemberitahuan dari Kongres AS serta negara-negara terkena dampak. Trump dilaporkan telah memulai prosesnya pada Senin dengan mengirim surat kepada Ketua DPR dan Senat.
"Saya akan terus menilai apakah pemerintah India memberikan akses yang adil dan masuk akal ke pasarnya, sesuai dengan kriteria kelayakan GSP," tulis Trump dalam suratnya tentang India.
Adapun dalam suratnya tentang Turki, Trump mengatakan ekonomi negara itu telah tumbuh dan beragam. Trump juga mencatat bahwa Istanbul telah lulus dari program GSP negara-negara maju lainnya.
India: Tidak ada tarif balasan
India mengekspor barang bebas bea senilai US$5,6 miliar ke AS, menjadikan Negeri Hindustan sebagai negara Asia Selatan penerima manfaat terbesar di dunia dari program GSP.
Mengakhiri partisipasi India akan menjadi langkah terkuat yang pernah diambil Trump terhadap New Delhi sejak dia menjabat pada 2017.
Merespons langkah tersebut, seorang pejabat perdagangan India pada Selasa (5/3) mengatakan New Delhi tidak berencana untuk mengenakan tarif pembalasan atas barang-barang AS.
Menteri Perdagangan Anup Wadhawan mengatakan, penarikan produk-produk India dari GSP akan memiliki dampak terbatas. Kedua negara telah bekerja pada paket perdagangan untuk mengatasi masalah masing-masing.
"New Delhi berharap rencana penarikan India dari status perdagangan preferensial tidak akan memicu rintangan perdagangan," ungkap sebuah sumber pemerintah India kepada Reuters seraya menambahkan bahwa manfaat sebenarnya bagi India hanya US$250 juta setahun. "GSP lebih ke simbolis dari hubungan strategis bukan soal nilai."
Di lain sisi, New Delhi dinilai mengecilkan dampak dari langkah itu mengingat partai-partai oposisi India dapat memanfaatkan isu ini untuk mempermalukan PM Narendra Modi jelang pemilu yang akan diadakan pada April dan Mei.
Langkah melawan India dan Turki terjadi ketika AS dan China berusaha untuk menegosiasikan jalan keluar dari perang dagang yang mahal, yang merupakan bagian dari upaya pemerintahan Trump untuk mengatasi apa yang dipandangnya sebagai hubungan komersial yang tidak adil dengan negara-negara lain.