Bertemu dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov di Gedung Putih, Washington, pada Selasa (10/12), Presiden Donald Trump memperingatkan Rusia untuk tidak ikut campur dalam Pilpres Amerika Serikat 2020.
Kunjungan Lavrov menghidupkan kembali pertanyaan terkait dugaan campur tangan Rusia dalam Pilpres AS 2016 dan apakah hal yang sama akan terulang pada Pilpres AS 2020.
"Presiden Trump memperingatkan Rusia ... Untuk ikut campur dalam Pilpres AS 2020," kata juru bicara Gedung Putih Judd Deere.
Selain itu, dalam pertemuan bilateral dengan Lavrov, Trump juga mendesak Rusia untuk menyelesaikan konflik dengan Ukraina.
Hubungan Ukraina-Rusia runtuh setelah aneksasi Crimea pada 2014. Kiev dan Moskow juga berkonflik di bagian timur Ukraina yang disebut telah menewaskan lebih dari 13.000 orang dalam lima tahun terakhir.
Menanggapi pernyataan Gedung Putih, Lavrov dalam konferensi pers pada malam harinya menyatakan bahwa saat bertatap muka dengan Trump, kedua pihak bahkan tidak membahas mengenai pilpres.
Berbicara dalam konferensi pers pada siang hari bersama Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, Menlu Lavrov mengatakan bahwa Moskow ingin mempublikasikan korespondensi AS-Rusia yang dia sebut akan membersihkan segala tuduhan soal intervensi Rusia pada Pilpres AS 2016. Namun, dia mengklaim Washington memblokir perilisan dokumen tersebut.
"Kami menyarankan untuk menghilangkan segala kecurigaan yang tidak berdasar. Mari kita publikasikan saluran korespondensi mulai dari Oktober 2016-November 2017 sehingga semuanya menjadi sangat jelas bagi seluruh pihak," kata dia. "Namun, sayangnya, pemerintah AS menolak untuk melakukannya."
Badan-badan intelijen AS menyimpulkan, Rusia ikut campur dalam kampanye Pilpres 2016. Sejumlah warga dan entitias Rusia yang diduga terlibat persoalan itu telah didakwa oleh Washington.
Negeri Beruang Merah secara konsisten membantah tuduhan intervensi Pilpres 2016.
Berdiri di sebelah Lavrov dalam konferensi pers bersama, Pompeo mengulang peringatan Trump. Dia meminta Moskow untuk tidak ikut campur dalam Pilpres AS 2020.
"Saya menegaskan bahwa hal itu tidak dapat diterima. Pemerintahan Trump akan selalu bekerja untuk melindungi integritas pemilu kita. Jika Rusia atau aktor asing lainnya berupaya merusak proses demokrasi AS, kita akan mengambil tindakan sebagai tanggapan," tegas dia.
Perjanjian kontrol senjata
Dalam tatap muka dengan Trump, Lavrov memperbarui tawaran Moskow untuk memperpanjang perjanjian kontrol senjata AS-Rusia yang disebut New START. Merespons tawaran tersebut, Trump menyatakan ingin China dilibatkan dalam perjanjian itu.
"Presiden Trump menyatakan dukungan terhadap kontrol senjata global yang efektif yang mencakup tidak hanya Rusia, tetapi juga China," tambah Deere.
Dalam konferensi persnya bersama Lavrov, Pompeo juga menekankan bahwa pihak lain, seperti China, harus dilibatkan dalam diskusi kontrol senjata yang lebih luas. Dia menyebut, Washington akan mempertimbangkan proposal Rusia untuk melibatkan negara kekuatan nuklir lainnya yakni Inggris dan Prancis.
China, yang diperkirakan memiliki senjata nuklir yang jauh lebih sedikit dibandingkan AS dan Rusia, telah menolak terlibat dalam pembicaraan trilateral. Menurut Arms Control Association, Beijing diperkirakan memiliki sekitar 290 hulu ledak nuklir.
Sejumlah analis memandang sikap AS yang bersikeras ingin melibatkan China sebagai hal yang akan membunuh New START.
New START, yang berlaku sejak 2011, mengharuskan Rusia dan AS untuk memangkas hulu ledak nuklir strategis yang dikerahkan menjadi tidak lebih dari 1.550. Perjanjian itu dijadwalkan akan berakhir pada Februari 2021, tetapi dapat diperpanjang hingga lima tahun dengan persetujuan bersama.
Menlu Lavrov mengatakan, Putin menawarkan AS untuk segera memperpanjang perjanjian itu.
"Keputusan ada di tangan AS sekarang," ujar dia.