Presiden Turki menyoroti kegiatan Partai Pekerja Kurdistan sebagai bagian dari keberatan negaranya terhadap Swedia dan Finlandia untuk bergabung dengan NATO dan mengatakan kedua negara melakukan hal itu akan membawa risiko keamanan bagi Turki.
Kelompok yang dikenal sebagai PKK telah melancarkan pemberontakan selama 38 tahun melawan Turki yang telah menyebabkan puluhan ribu kematian. Kelompok ini telah ditetapkan sebagai entitas teroris oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa, termasuk Swedia dan Finlandia.
Namun, sikap Barat terhadap sayap PKK Suriah, Unit Perlindungan Rakyat ( the People’s Protection Units), atau YPG, telah menyebabkan permusuhan antara Ankara dan anggota NATO lainnya. YPG membentuk pasukan yang terlibat dalam perang yang dipimpin AS melawan kelompok negara Islam.
“Turki menyatakan bahwa pengakuan Swedia dan Finlandia menimbulkan risiko bagi keamanan negara Turki sendiri dan masa depan organisasi,” tulis Presiden Recep Tayyip Erdogan dalam sebuah artikel yang diterbitkan oleh The Economist Senin (30/5) malam.
Mengacu pada prinsip utama dari kebijakan pertahanan bersama NATO, dia menambahkan, negaranya memiliki hak untuk mengharapkan negara-negara tersebut, yang akan mengharapkan NATO untuk membantu pertahanan mereka berdasarkan Pasal 5, yakni dengan mencegah melakukan perekrutan, penggalangan dana, dan kegiatan propaganda dari PKK.
Seperti diketahui, semua anggota NATO harus menyetujui tawaran kedua negara Nordik tersebut agar dapat bergabung dengan aliansi, yang didorong oleh invasi Rusia ke Ukraina. Turki telah mengatakan tidak akan mengizinkan aksesi, tetapi para pemimpin NATO melihat KTT NATO di Spanyol pada akhir Juni sebagai kesempatan untuk melakukan ekspansi yang bersejarah.
Erdogan mengulangi seruan agar Finlandia dan Swedia mengekstradisi orang-orang yang dicurigai Ankara melakukan aktivitas teroris dan untuk mendukung “operasi anti-teror anggota NATO.”
Dia juga mengatakan embargo senjata “tidak sesuai dengan semangat kemitraan militer.”
Swedia dan Finlandia termasuk di antara negara-negara yang memberlakukan pembatasan pertahanan kepada Turki setelah serangan 2019 ke timur laut Suriah yang bertujuan untuk mengusir YPG. Dalam beberapa hari terakhir, Erdogan telah menjanjikan operasi lintas batas lebih lanjut terhadap kelompok tersebut.
Presiden Turki sendiri telah menetapkan peran Turki dalam “aliansi militer terbesar dalam sejarah” sejak bergabung pada 1952 dan menyerukan anggota NATO lainnya untuk membujuk Swedia dan Finlandia untuk mengubah posisi mereka.
“Di mana Swedia dan Finlandia berdiri di atas masalah keamanan nasional dan pertimbangan negara lain, yang dengannya mereka ingin menjadi sekutu, akan menentukan sejauh mana Turki ingin bersekutu dengan negara-negara itu,” tambahnya.