Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Rabu (7/11) mengatakan pihaknya telah menangkap istri Abu Bakr al-Baghdadi. Penangkapan terjadi lebih dari sepekan setelah pemimpin ISIS itu bunuh diri dalam sebuah serangan oleh pasukan khusus Amerika Serikat di Suriah utara.
"Untuk pertama kali saya umumkan di sini bahwa kami menangkap istrinya (Baghdadi) dan tidak heboh seperti AS. Kami juga menangkap saudarinya serta ipar laki-lakinya di Suriah," kata Presiden Erdogan dalam pidatonya di Ankara University.
Namun, Presiden Erdogan tidak membeberkan detail apa pun.
Pada awal pekan ini, seorang pejabat senior Turki mengatakan, pihaknya menangkap saudari Baghdadi serta suami dan menantunya. Turki berharap mendapat informasi dari mereka tentang ISIS.
Penangkapan saudari Baghdadi, Rasmiya Awad (65), dilaporkan terjadi pada Senin (4/11) di Aleppo, Suriah. Menurut seorang pejabat Turki kepada Associated Press, Rasmiya ditemukan di sebuah trailer, di mana dia tinggal bersama suami, menantu perempuan dan lima anak-anak.
Rasmiya dicurigai berafiliasi dengan ISIS. Turki menyebut penangkapannya sebagai "tambang emas" bagi intelijen.
Donald Trump mengumumkan kematian Baghdadi lewat sebuah konferensi pers di Gedung Putih pada 27 Oktober.
Trump mengatakan bahwa Baghdadi meledakkan rompi bunuh diri setelah terdesak di sebuah terowongan saat serangan oleh pasukan khusus AS di tempat persembunyiannya di Provinsi Idlib. Bersama Baghdadi, ikut tewas dua orang anak.
Presiden AS itu menambahkan bahwa tes DNA yang telah dilakukan untuk memverifikasi identitas Baghdadi mengonfirmasi kematiannya. Pascatewasnya pemimpin ISIS tersebut, kompleks persembunyiannya pun dihancurkan lewat serangan udara demi mencegah dijadikan tempat suci bagi para pengikutnya.
ISIS sendiri turut mengonfirmasi kematian pemimpin mereka. Dalam kesempatan yang sama, mereka mengumumkan Abu Ibrahim al-Hashimi al-Quraishi sebagai pengganti Baghdadi.
Jelang akhir kisah Baghdadi
Baghdadi melewati bulan-bulan terakhir hidupnya dengan mencoba menemukan tempat yang aman di Suriah timur. Dan selama berbulan-bulan pula dia menjadikan seorang remaja Yazidi sebagai budak seks, membawanya bersamanya saat dia bepergian dengan kelompok inti yang terdiri hingga tujuh orang. Demikian dilaporkan Associated Press dengan mengutip sejumlah sumber.
Pada satu titik, mereka pindah ke Dashisha, sebuah kota perbatasan di Suriah dalam wilayah yang dikuasai ISIS. Remaja Yazidi itu tinggal selama empat bulan di rumah ayah mertua Baghdadi, di mana Baghdadi sering mengunjungi dan memerkosanya.
"Dia hanya akan bergerak pada malam hari ... mengenakan penutup wajah, selalu dengan sekitar lima pengawal," kata remaja Yazidi itu kepada Associated Press.
Sementara itu, saudara ipar Baghdadi, Mohamad Ali Sajit pekan lalu menggambarkan sosok Baghdadi kepada al-Arabiya TV sebagai seorang yang gelisah, takut akan pengkhianatan dan infiltrasi di antara para gubernur provinsi yang dideklarasikannya.
"Dia (Baghdadi) kadang-kadang berpakaian seperti gembala dan bepergian dengan sabuk bunuh diri, bahkan tidur di dekatnya. Para pengawalnya juga mengenakan sabuk. Baghdadi tidak pernah menggunakan ponsel, tapi para pembantu dekatnya iya," jelas Sajit.
Stres telah memperburuk diabetes yang diderita Baghdadi, dan dia harus terus menerus memonitor gula darahnya serta menggunakan insulin.
Pada akhirnya, Baghdadi meninggalkan wilayah bekas ISIS, menyelinap ke Provinsi Idlib yang dikuasai oleh Hayat Tahrir al-Sham, kelompok militan saingan ISIS yang berafiliasi dengan Al Qaeda.
"Dia memilih lokasi itu karena di sana merupakan wilayah terakhir yang berada di luar kendali pemerintah Suriah," kata sejumlah pejabat AS. (Reuters, Al Jazeera dan BBC)