close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. foto Engin Akyurt/Pixabay
icon caption
Ilustrasi. foto Engin Akyurt/Pixabay
Dunia
Senin, 19 Juli 2021 06:29

Turki: Uni Eropa bolehkan pengusaha 'melarang jilbab' akan legitimasi rasisme

Jaringan Eropa Melawan Rasisme mengatakan bahwa putusan itu akan mengarah pada pembenaran pengucilan perempuan Muslim.
swipe

Para menteri kabinet Turki mengkritik keputusan pengadilan Uni Eropa yang mengizinkan pemilik usaha melarang jilbab di tempat kerja mereka.  Menurut mereka itu adalah “pukulan terhadap hak-hak perempuan Muslim”. Keputusan itu juga akan “memberikan legitimasi kepada rasisme”.

Pengadilan tertinggi Uni Eropa, pengadilan keadilan Eropa (ECJ), pada hari Kamis memutuskan bahwa pengusaha dapat melarang pekerja memakai simbol agama, termasuk jilbab di tempat kerja mereka.

Sebagai tanggapan, Ibrahim Kalin, juru bicara Recep Tayyip Erdoğan, presiden Turki, mencuit di Twitter bahwa langkah itu akan mendorong Islamofobia. “Keputusan pengadilan Eropa tentang [jilbab] di tempat kerja merupakan pukulan lain bagi hak-hak perempuan Muslim,” tulisnya. Dia mengatakan itu akan menjadi bola liar yang akan dimanfaatkan para penghasut perang melawan Islam di Eropa. 

“Apakah konsep kebebasan beragama sekarang mengecualikan Muslim?” tanya dia.

Fahrettin Altun, direktur komunikasi Erdogan, menggambarkan keputusan itu sebagai sesuatu yang tidak dapat dipercaya dan upaya untuk memberikan legitimasi kepada rasisme.

“Alih-alih mencela masa lalunya yang kelam, Eropa sekarang berusaha merangkulnya,” katanya. “Kami mengutuk putusan ini, yang melanggar martabat manusia,” ujarnya.

Putusan itu muncul setelah dua kasus terpisah dibawa ke pengadilan Jerman oleh wanita Muslim yang dilarang mengenakan jilbab mereka saat bekerja. Yang pertama, seorang pekerja penitipan anak, diskors dua kali dari tempat kerjanya dan dikeluarkan dengan peringatan tertulis karena memakai jilbabnya. Pusat pengasuhan anak telah melarang staf mengenakan simbol agama apa pun untuk bekerja.

Wanita kedua, seorang asisten penjualan di apotek, diberitahu untuk tidak mengenakan pakaian apa pun yang dianggap sebagai simbol politik, filosofis, atau agama. Tetapi pekerja itu mengatakan bahwa penutup kepalanya adalah wajib bagi agamanya dan menolak larangan apotek.

ECJ, mengatakan bahwa pengusaha perlu menunjukkan alasan kuat untuk larangan tersebut, seperti "hak" dari pelanggan, termasuk menghadirkan citra netral terhadap pelanggan atau untuk mencegah perselisihan sosial.

Masalah jilbab telah menjadi perdebatan selama bertahun-tahun di seluruh Eropa. Pada tahun 2017, ada keputusan bahwa perusahaan dapat melarang staf mengenakan jilbab dan simbol agama lain yang terlihat dalam kondisi tertentu.

Di Twitter, Jaringan Eropa Melawan Rasisme mengatakan bahwa putusan terbaru itu akan mengarah pada pembenaran pengucilan perempuan Muslim, yang dalam narasi kolektif semakin digambarkan sebagai entitas berbahaya bagi Eropa. (Sumber: theguardian)

img
Fitra Iskandar
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan