Badan Anak-Anak PBB (UNICEF) mendesak otoritas pendidikan agar membuka kembali sekolah sesegera mungkin, terutama di negara-negara yang belum mengizinkan pertemuan tatap muka (PTM) dilakukan di tengah pandemi Covid-19.
Berdasarkan laporan UNICEF yang dirilis Kamis (16/9), sekitar 17 negara masih memberlakukan pembelajaran jarak jauh (PPJ). Sementara itu, 39 negara lainnya mulai mengizinkan PTM di sebagian satuan pendidikan.
Filipina, Bangladesh, Venzuela, Arab Saudi, Panama, dan Kuwait merupakan beberapa negara yang masih memberlakukan PPJ, yang total jumlah siswanya sekitar 77 juta orang.
Hampir sepertiga dari angka tersebut dicatat Filipina, yang memerangi salah satu pandemi terburuk di Asia dan tahun ajaran baru dimulai pekan ini.
"Krisis pendidikan masih ada di sini dan setiap hari ruang kelas tetap gelap, kehancuran semakin parah," kata Direktur Eksekutif UNICEF, Henrietta Fore.
UNICEF mengakui, siswa akan lebih aman dari penularan Covid-19 ketika belajar dari rumah. Namun, ketersediaan komputer, ponsel, dan internet, serta kualitas pendidikan yang tidak merata menjadi tantangan yang terus dihadapi.
Karenanya, UNICEF mendesak para guru menjadi prioritas penerima vaksin Covid-19 agar PTM dapat segera dilakukan dan berjalan aman.
Di Filipina, beberapa anak dipaksa naik ke atap hanya untuk mendapatkan sinyal internet. Pada Juni silam, Presiden Rodrigo Duterte menolak proposal untuk mengizinkan PTM di beberapa daerah. "Saya tidak bisa bertaruh pada kesehatan anak-anak," dalihnya.
Dalam sebuah laporan pada April, Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan, penutupan sekolah yang berlangsung lebih dari satu tahun dapat memangkas pendapatan masa depan mereka di kawasan tersebut sebesar US$1,25 triliun. Nilai itu setara 5,4% dari PDB 2020.
UNICEF dan mitranya akan menutup saluran digital mereka selama 18 jam pada hari Kamis untuk menarik perhatian pada krisis dan "18 bulan pembelajaran yang hilang".
"Ini adalah krisis yang tidak akan kami biarkan dunia abaikan," kata Fore. "Saluran kami diam, tetapi pesan kami keras: Setiap komunitas, di mana pun, harus membuka kembali sekolah sesegera mungkin." (Reuters)