Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana menegaskan, upaya individual tidak akan bisa mewujudkan gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina.
Dia menyatakan, upaya yang dilakukan untuk menghentikan peperangan antara kedua negara tersebut, harus kolektif dan sinergis.
"Harus dilakukan upaya kolektif dan sinergis untuk mewujudkan gencatan senjata, baik antara negara-negara yang terlibat perang secara langsung, maupun negara-negara yang mendukung salah satu pihak," kata Hikmahanto dalam Webinar Moya Institute bertajuk "Prospek Penyelesaian Perang Rusia-Ukraina: Upaya Kolektif atau Individual?", di Jakarta, Jumat (22/7).
Upaya kolektif ini juga harus melibatkan negara-negara yang tidak memihak kepada pihak manapun dalam perang, namun turut berupaya menghadirkan gencatan senjata untuk menghindari krisis yang dihadapi dunia.
Selain itu, Hikmahanto juga mengingatkan bahwa kontak-kontak informal perlu dilakukan di antara para pemimpin negara-negara di dunia. Dia melihat, Presiden Jokowi sudah melakukan cara ini, dengan para pemimpin G7, Rusia dan Ukraina.
"Dan kedepannya, diharapkan Presiden juga akan melakukan langkah serupa dengan pemimpin negara-negara Asia seperti China dan Jepang. Hal ini sangat bagus sekali, dan Presiden juga bisa menyampaikan proposal Indonesia di Forum G20, dalam kontak-kontak informal itu agar perekonomian dunia bisa kembali maju lagi," tambahnya.
Sebisa mungkin, sambung Hikmahanto, gencatan senjata sebaiknya terwujud sebelum pelaksanaan KTT G20. Namun, apabila hal itu tak berhasil, skenario buruknya adalah pada saat KTT G20 bisa disepakati adanya gencatan senjata tersebut.
"Karena negara-negara yang terlibat atau terkait perang Rusia-Ukraina semua hadir di forum itu. Maka, Indonesia bisa memanfaatkan momentum itu untuk mengupayakan gencatan senjata," ujarnya.
Sementara itu, pemerhati politik internasional dan isu-isu strategis Imron Cotan juga berharap forum KTT G20 menjadi momentum menuju terwujudnya gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina.
Gencatan senjata, menurut Imron, punya beberapa arti penting. Yang pertama, gencatan senjata bisa membuka peluang lebih besar bagi terwujudnya perdamaian, karena sudah ada "good will" dari kedua belah pihak yang bertikai.
"Dalam proses gencatan senjata itu, para pihak yang terlibat akan memiliki peluang yang sama untuk berbicara, sehingga proses perdamaian pun menjadi lebih terbuka," ujar Imron.
Kemudian, arti penting lainnya dari gencatan senjata adalah proses itu akan membuka koridor humanitarian bagi para korban perang. Selain itu, lanjut Cotan, gencatan senjata juga bisa membantu dunia menghindarkan diri dari krisis pangan dan energi, di tengah-tengah ancaman pandemi Covid-19 yang belum mereda.
"Karena perang Rusia-Ukraina bukan hanya berdampak pada kedua negara tersebut saja, tetapi men-disrupsi rantai pasok global enerji, bahan makanan, san pupuk, yang sangat dibutuhkan dunia. Sebagai contoh, Eropa mengimpor 30% energi fosil dari Rusia, sedangkan untuk gas, Eropa mengimpor 46% dari Rusia," tandasnya.
Sangat beruntung, kinerja perekonomian Indonesia masih baik, dengan tingkat pertumbuhan 5 persen dan inflasi 4 persen berdasarkan kalkulasi IMF. Tetapi, Indonesia tetap tidak bisa berpangku tangan. Langkah kuda Presiden Jokowi ketika berkunjung ke Ukraina dan Rusia perlu diikuti oleh langkah kolektif soleh emua negara untuk turut menciptakan perdamaian di palagan Eropa tersebut.