Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang berusaha menciptakan sejarah dengan bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin justru terus menuai kecaman di dalam negeri. Apalagi, pertemuan Trump dan Putin dinilai hanya sandiwara saja. Tidak ada hasil signifikan, selain sekadar retorika usang yang biasa dimainkan keduanya.
Trump justru lebih mempertahankan egoisme dengan mengabaikan laporan intelijen bangsanya sendiri soal keterlibatan Rusia dalam pemilu presiden lalu. Pengabaian tersebut lantaran kubunya diuntungkan berkat intervensi yang dilakukan Rusia.
Tak heran jika sikap Trump ini menuai sejumlah kecaman, dari warga hingga parlemen Paman Sam. Kecaman paling pedas muncul dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS Paul Ryan yang berasal dari Partai Republik. “Trump harus melihat, Rusia bukan aliansi kita,” kritik Ryan dilansir BBC, Selasa (17/7).
Ryan mengungkapkan, tidak ada kesamaan moral antara AS dan Rusia. Dia menganggap Rusia adalah adalah musuh dari nilai-nilai dan idealisme paling dasar bangsa AS. Mengenai intervensi Rusia pada pemilu, sambungnya, itu sudah diselidiki betul-betul oleh intelijen AS sehingga tak perlu diragukan lagi.
Senator John McCain, anggota utama Komite Angkatan Bersenjata Senat dari Partai Republik, menuturkan pertemuan Trump-Putin itu merupakan pertunjukkan tak bermartabat yang dilakukan seorang presiden AS. “Sebelumnya tidak ada Presiden AS yang mempermalukan dirinya bersama dengan seorang tiran,” kata McCain.
Kemudian politikus senior Republik lainnya Lindsey Graham, juga mengungkapkan Presiden Putin tidak menekan Rusia untuk bertanggung jawab pada pemilu 2016.
Trump, imbuhnya, dalam hal ini melepaskan identitas diri sebagai Republik. Selama ini, Republik dikenal sebagai partai yang melawan Rusia dan selalu membela kepentingan pertahanan AS. Dia justru menganggap Putin dan Rusia adalah kawannya. Akibatnya, itu justru menjauhkan AS dari sekutu lawasnya di Eropa, yakni NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara).
Direktur Intelijen Nasional AS, Dan Coats, menegaskan laporan komunitas intelijen sudah jelas kalau Rusia melakukan upaya untuk mengabaikan demokrasi AS. Bahkan mantan Direktur CIA John Brennan menuding Trump “berada di saku Putin” dan telah dikuasai Putin. “Patriot Republik, dii mana kamu,” ungkap Brennan.
Sementara Wakil Presiden Mike Pence tetap membela Trump. Presiden Putin juga menawarkan penyidikan AS untuk berkunjung ke Rusia untuk menginterograsi para pejabat intelijen. “Hubungan AS-Rusia seharusnya tidak disandera pertarungan politik internal di AS,” kritik balik Putin.