Vietnam menargetkan produksi 100.000-500.000 metrik ton hidrogen per tahun pada tahun 2030. Rencana ini sebagai bagian dari upaya transisi energinya, sesuai dengan strategi pengembangan hidrogen negara tersebut yang diadopsi pada awal bulan Februari.
Seperti dilaporkan Reuters, dokumen pemerintah yang merinci strategi menyebutkan bahwa produksinya akan ditingkatkan menjadi 10-20 juta ton pada tahun 2050, termasuk hidrogen ramah lingkungan.
Produksi, distribusi, dan penggunaan hidrogen akan membantu “memenuhi target nasional negara tersebut dalam hal perubahan iklim, pertumbuhan ramah lingkungan, dan memenuhi target net-zero pada tahun 2050,” kata dokumen tersebut.
Hidrogen dikategorikan ‘hijau’ ketika diekstraksi dari air menggunakan elektrolisis yang didukung oleh energi terbarukan dan dianggap penting untuk membantu dekarbonisasi industri, meskipun teknologi ini masih mahal dan masih dalam tahap awal pengembangan.
Hasil produksi hidrogen sebagian akan menggantikan gas alam dan batu bara di pembangkit listrik pada tahun 2030, kata dokumen tersebut. Ditambahkan, bahwa hidrogen juga akan digunakan untuk transportasi dan untuk produksi pupuk, baja, dan semen.
Pada tahun 2050, hidrogen akan menyumbang 10% pembangkitan listrik di negara tersebut, tambahnya.
Vietnam akan memobilisasi dana publik dan swasta untuk produksi hidrogen, termasuk dari penerbitan obligasi ramah lingkungan dan dari Kemitraan Transisi Energi yang Adil (JETP), sebuah skema pembiayaan yang terdiri dari investasi ekuitas, hibah dan pinjaman konsesi dari anggota Kelompok Tujuh (G-7 ), bank multilateral dan pemberi pinjaman swasta.
Sementara di Tanah Air, saat ini konsumsi hidrogen di Indonesia mencapai lebih dari 1,75 juta ton per tahun. Penggunaan hidrogen di Indonesia masih terbatas pada bahan baku pupuk, amonia, dan kilang minyak. Pengembangan hidrogen masih dalam tahap penelitian dan proyek percontohan.
Dikutip dari laman ESDM, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Yudo Dsinanda Priaadi mengatakan bahwa hidrogen diproyeksikan akan mulai tumbuh setelah tahun 2030.
Pengembangan pasar hidrogen rendah karbon dibagi ke dalam tiga tahap dengan mempertimbangkan aspek pasar domestik, target pasar, serta kesiapan teknologi.
Tahap pertama (saat ini – 2030): Penyusunan peta jalan, kebijakan, peraturan, formulasi insentif, kebijakan pasar dan regulasi teknis (seperti standardisasi, perizinan, dll). Tahap kedua (2030-2040): Produksi hidrogen berfokus pada sumber dari energi terbarukan. Pada tahap ini pula, Indonesia akan mulai berpartisipasi dalam perdagangan global hidrogen dan komoditas turunannya.
Tahap ketiga (2040 – seterusnya): Energi terbarukan akan semakin mendominasi sistem energi Indonesia dan diharapkan akan membuat hidrogen semakin terjangkau dan mendorong pematangan industri dan pasar hidrogen domestik. Pada tahap ini juga, sektor transportasi sudah semakin mengadopsi hidrogen, khususnya transportasi yang sulit untuk elektrifikasi seperti truk, pesawat, dan bus. (straitstimes)