Survei Rapid Assessment of Avoidable Blindness menyebutkan, sekitar 1,6 juta warga Indonesia berusia di atas 50 tahun mengalami kebutaan atau setara 3 banding 100 orang. Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memperkirakan, sekitar 5-6 juta warga Indonesia mengalami gangguan penglihatan dan sebagian besarnya berpotensi disembuhkan.
Secara global, nyaris sepertiga populasi dunia saat ini mengalami gangguan penglihatan dan kebutaan. Kelainan refraksi menjadi penyebab utama gangguan penglihatan, sedangkan kebutaan umumnya akibat katarak.
"Penyakit prioritas pada gangguan penglihatan adalah yang pertama katarak, kemudian diikuti kelainan refraksi, glaukoma, dan retinopati diabetik," ucap Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes, Maxi Rein Rondonuwu.
Kemenkes pun melakukan berbagai upaya untuk menekan kasus gangguan penglihatan, seperti kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif sesuai mandat Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Apalagi, pemerintah menargetkan penurunan gangguan penglihatan sebesar 25% pada 2030.
Strategi penanggulangan gangguan penglihatan mulai dari penguatan advokasi dan koordinasi lintas program dan lintas sektor, penguatan peran serta masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, pendekatan asesmen kesehatan yang berkualitas melalui peningkatan SDM dan standardisasi, dan penguatan surveilans sampai pemantauan serta evaluasi kegiatan.
"Pemerintah bekerja sama dengan berbagai pihak dalam proses mengembangkan vision center," katanya, melansir situs web Kemenkes. Vision center adalah pelayanan kesehatan mata terintegrasi pada fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) di tingkat primer.
Pemeriksaan di vision center diklaim dilakukan secara komprehensif kepada individu dan masyarakat melalui aksi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pada 2022, Kemenkes melakukan proyek uji coba (pilot project) vision center bersama para stakeholder, termasuk Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami).
"Melalui vision center ini, kami berharap, bisa melayani masyarakat untuk screening deteksi dini sebuah penyakit, terutama katarak dan pelayanan refraksi. Untuk pelayanan refraksi, kita harapkan, bahwa vision center ini bisa menjadi satu unit atau satu fasilitas yang bisa menyediakan kacamata dengan harga terjangkau," Ketua Perdami, Yeni Dwi Lestari.
Yeni melanjutkan, penyelesaian masalah gangguan penglihatan dan kebutaan juga diselesaikan dengan strategi 3A, yakni accessible (dapat diakses), available (ketersediaan), dan affordable (terjangkau). Accessible diperlukan guna memastikan masyarakat memilik akses layanan kesehatan di mana pun.
Melalui available, pemerintah ingin pemeriksaan mata tersedia bagi segala usia, apalagi banyak pemeriksaan mata yang dapat dilakukan secara sederhana tanpa menggunakan peralatan canggih. Pemerintah juga mendorong biaya pelayanan kesehatan mata terjangkau dengan pendekatan affordable.
"Jadi, kita sudah mulai memikirkan bagaimana caranya bisa menyediakan kacamata dengan kualitas tinggi. Namun, terjangkau dan bisa diakses oleh seluruh penduduk Indonesia sehingga pasien tersebut bisa melihat dengan lebih baik," tandasnya.