“Ini perasaan paling minder yang pernah saya rasa seumur hidup,” seorang Gen Z bercerita ke penggemarnya di TikTok. Sambil berlinang air mata, dia memegang setumpuk berkas lamaran pekerjaan.
Di video itu, yang telah ditonton lebih dari 23 juta, Lohanny Santos, berbagi cerita bahwa dia pergi dari pintu ke pintu. Untuk mencari pekerjaan, tapi tidak berhasil. Gadis 26 tahun dari Brooklyn itu memiliki dua gelar sarjana dan menguasai tiga bahasa.
Ia putus asa untuk menjadi influencer dan membutuhkan pekerjaan dengan gaji penuh waktu. Kerja online-nya tidak menghasilkan pendapatan yang cukup membayar cicilan.
Pergilah dia ke beberapa kedai kopi lalu menyerahkan resumenya untuk melamar pekerjaan. Namun lulusan Pace University ini menyadari bahwa “dua gelar di bidang komunikasi dan akting” tidak cukup buat mendapatkan pekerjaan dengan upah US$16 (Rp250 ribu) per jam di New York. Pasar kerja sedang sulit saat ini.
"Sejujurnya ini agak memalukan karena saya benar-benar melamar pekerjaan upah minimum," serunya. "Beberapa dari mereka berkata, 'Kami tidak merekrut karyawan' dan mereka seperti mau bilang, 'Apa?' Ini bukan yang kami harapkan.' Sungguh menyebalkan,” tutupnya dikutip Yahoo Finance.
Lulusan era lockdown (ketika wabah Covid-19) sudah menghadapi jalan yang sulit setelah mereka terpaksa belajar sendirian melalui Zoom selama pandemi.
Banyak perusahaan besar membuang syarat gelar sarjana dari pelamar kerja. Sementara itu, korporasi di seluruh dunia kini memiliki kemungkinan lima kali lebih besar untuk mencari karyawan baru berdasarkan keterampilan ketimbang pendidikan tinggi.
Bahkan LinkedIn menyatakan bahwa keterampilan paling mutakhir untuk mendapatkan pekerjaan saat ini tidak bisa dipelajari di buku teks.
“Saya sangat kesal dan kecewa pada diri saya sendiri karena saat tumbuh dewasa, saya diberitahu bahwa jika saya mengenyam pendidikan, jika saya melanjutkan ke perguruan tinggi, maka saya akan sukses,” kata Santos, panggilan akrabnya, kepada Business Insider.
Dia bukan Gen Z pertama yang mengeluh tentang rasa tertipu untuk menempuh pendidikan lebih lanjut.
Bulan lalu, Robbie Scott yang berusia 27 tahun, juga menjadi viral di TikTok karena menegaskan bahwa Gen Z tidak kalah saing dibandingkan generasi sebelumnya. Sebaliknya, katanya, Gen Z “marah, menuntut, dan cengeng” karena harus bekerja keras selama sisa masa dewasa mereka, hanya akhirnya untuk “tidak mendapatkan imbalan apa-apa.”
Beberapa jam setelah Santos mengunggah momen kenyataan pahitnya di TikTok, lebih dari 3 juta orang telah menonton dan ribuan komentar membanjiri dari orang-orang yang memiliki posisi serupa.
“Saya memiliki 50.000 pengikut di TikTok, dan saya mendapatkan 130.000 pengikut 48 jam kemudian,” katanya kepada Business Insider. Sejak itu, jumlah pengikutnya meningkat hingga lebih 150.000.
“Saya sangat senang bisa membagikan ini kepada Anda karena saya merasa bisa membuat orang lain tidak terlalu merasa sendirian,” tambah TikToker dalam video serialnya baru-baru ini.
Sementara itu, yang lain menuduh Santos “hanya berusaha mendapatkan perhatian sebagai influencer sehingga dia tidak perlu mendapatkan pekerjaan nyata.”
Apa pun yang terjadi, pencarian kerja Santos di depan publik media sosial membuahkan hasil. Dia mengumumkan bahwa dia mendapat kemitraan pertamanya dengan perusahaan pil kontrasepsi di balik video tersebut.
Dilansir BoredPanda, para pencari kerja muda lain tampaknya bisa memahami perjuangan Lohanny. Amerika Serikat dan Kanada menempati peringkat kelima dari tujuh negara dalam hal pengangguran kaum muda dan ketiga dalam hal total pengangguran, menurut data Bank Dunia berdasarkan model Organisasi Buruh Internasional untuk tahun 2020, menurut Statista.(boredpanda,yahoo)