Pernikahan perlu dipersiapkan baik secara fisik, mental, jasmani, dan rohani. Namun, kasus di Indonesia, pernikahan usia dini kerap terjadi hingga kini.
Menurut UU Nomor 16 Tahun 2019, pernikahan diizinkan apabila pihak perempuan dan laki-laki mencapai usia 19 tahun. Data BPS 2021 menyatakan, terjadi penurunan 9,23% pernikahan dini. Targetnya, angka pernikahan dini tidak melebihi 8,74% pada 2024 dan 6,94% pada 2030.
Spesialis obstetri dan ginekologi kebidanan dan kandungan Dwiana Ocviyanti mengungkap, hampir 50% pernikahan dibawah umur 19 tahun di Indonesia, berujung berbahaya terutama bagi calon ibu dan bayi,
“Pernikahan usia dini berbahaya bagi perempuan karena hampir 80% mengalami kekurangan energi kronik (kekurangan makanan yang berlangsung menahun hingga timbul gangguan kesehatan) atau kurang berat badan biasanya hanya seberat <40 kg dan memiliki anemia. Menurut peneliti, sekitar 30% kehamilan pada remaja berisiko bayi prematur,” ungkapnya, dalam diskusi online yang dipantau Senin (3/10).
Dwiana menjelaskan kekurangan atau kelebihan berat badan tidak baik selama masa hamil, maka dari itu diperlukan berat badan dan umur yang cukup untuk mempersiapkan kehamilan,
“Dianjurkan usia reproduksi antara usia 20 atau 35 tahun, berat badan tidak di atas 55 kg dan maksimal 60 kg. Jika ibu mengalami berat badan berlebih cenderung mengalami preeklamsia (peningkatan tekanan daran dan kelebihan protein dalam urine) pada saat kehamilan, sehingga bayi tidak tumbuh dengan sempurna,” jelasnya.
Persiapan pernikahan selain cukup umur dan berat badan bagi perempuan, tentunya kesehatan bagi pasangan calon orang tua. WHO menetapkan bahwa sehat tidak secara fisik, tetapi mental dan sosial. Hal ini penting bagi calon orang tua dalam merencanakan kehamilan dengan hindari rokok, berat badan tidak dibawah 40 kg, bugar, dan rajin berolahraga. Pasangan juga dianjurkan untuk memeriksa kesehatan terutama reproduksi.
Sementara Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda, dan Olahraga, Kementerian PPN/ Bappenas Woro Srihastuti Sulistyaningrum, menyarankan, upaya pencegahan pernikahan dibawah umur dan penguatan kapasitas anak, agar bisa bersikap tegas dalam menolak perkawinan.