close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Proses belah buah pala Fakfak di Kampung Kayuni. Foto YouTube/oghen sikoway
icon caption
Proses belah buah pala Fakfak di Kampung Kayuni. Foto YouTube/oghen sikoway
Sosial dan Gaya Hidup
Selasa, 05 April 2022 15:53

4 fakta pala Papua dalam kehidupan masyarakat Fakfak

Bagi masyarakat Fakfak, pala tidak hanya berperan sebagai bahan makanan.
swipe

Dulu daging buah pala kerap dijadikan manisan basah dan kering. Sekarang produk turunannya beragam, seperti selai, sirup, permen, aromaterapi, dan balsem. Salah satu yang paling baik kualitasnya ada di Fakfak Papua.

Di samping itu varietas sejenis juga ditemukan di Banda, Maluku. Secara fisik perbedaan pala Banda dan Papua dapat dilihat dari bentuk dan ukurannya. Pala Banda berbentuk bulat, sedangkan pala Papua berbentuk lonjong dengan ukuran lebih besar. 

Co-founder Papua Muda Inspiratif Nanny Uswanas bercerita, daging buah pala sering digunakan sebagai pengganti jeruk dalam masakan masyarakat Fakfak.

”Sebanyak 70%-80% wilayah Kabupaten Fakfak merupakan hutan pala endemik. Bagi masyarakat Fakfak, pala tidak hanya berperan sebagai bahan makanan, melainkan juga memiliki fungsi ekonomi, sosial dan budaya, serta ekologi,” ujar Nanny dalam keterangan resminya.

Untuk mengetahui lebih lanjut soal pala Fakfak, berikut enam fakta menariknya.

Ibu yang memberi kehidupan

Secara budaya, pohon pala di Fakfak dianggap seperti ibu oleh masyarakat setempat karena pohon tersebut dinilai memberi kehidupan.

“Mereka percaya, kalau tidak dijaga dengan baik, pohon pala tidak akan berbuah. Salah satu cara menjaganya adalah memberlakukan sanksi adat, jika ada yang menebang pohon pala. Anggapan sebagai ibu itu pulalah yang membuat pala kemudian diadopsi sebagai lambang Kabupaten Fakfak,” imbuh Nanny.  

Alat barter

Pala dipandang sebagai komoditas dengan nilai ekonomi tinggi oleh bangsa-bangsa di luar Indonesia. Nanny bercerita, zaman dahulu masyarakat Fakfak pesisir dan beberapa bangsa lain sudah menjalin hubungan perdagangan.

“Ketika bangsa lain datang ke Papua untuk melakukan misi penginjilan, mereka memberi tahu masyarakat Fakfak tentang nilai ekonomi biji pala. Ekspor pala juga telah dilakukan sejak zaman Belanda,” kata Nanny.

Belakangan, ketika pemerintah formal mulai terbentuk, barulah masyarakat mengenal pala sebagai komoditas unggulan dengan nilai menjanjikan. Dari sana pala mulai dijual per pohon.

Digunakan sebagai bank hidup

Musim panen pala dilakukan dua kali dalam setahun. Namun, biasanya di antara waktu panen tersebut terselip satu kali musim panen tambahan. Karena tidak bisa dipanen setiap hari, menjual pala atau menggadai pohon pala tidak bisa dijadikan sebagai mata pencaharian utama penduduk Fakfak. Sebaliknya, mereka memiliki pekerjaan tetap, antara lain sebagai nelayan dan pegawai negeri.

“Pala yang mereka panen dan jual digunakan sebagai dana cadangan, bukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Anggaplah sebagai ‘bank hidup’. Ketika akan mengadakan hajatan atau menyekolahkan anak, mereka akan menggadaikan pala kepada pengepul,” kata Nanny.

Penjaga lingkungan dari bencana

Pala adalah tanaman yang gampang tumbuh di mana saja. Pohonnya juga tidak membutuhkan perawatan khusus. Jenis pohon, kontur tanah, lingkungan, dan iklim memang saling mendukung dalam pertumbuhan pohon pala. Usianya bisa mencapai ratusan tahun dan terus berbuah sehingga pohon yang dipanen oleh kakeknya dulu pun sekarang masih bisa dipanen sendiri oleh Nanny.

Tanaman pala yang tinggi dan rindang juga berfungsi sebagai peneduh bagi tanaman-tanaman lain di sekitarnya. Masyarakat sekitar hutan pala biasanya juga menanam berbagai tanaman lain di area hutan, seperti pohon rambutan, langsat, cengkeh, dan durian. Mengingat pentingnya peran pala bagi kehidupan, maka tabu bagi penduduk Fakfak untuk menebang pohon pala sembarangan.  

img
Nadia Lutfiana Mawarni
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan