Setidaknya delapan dari 10 anak beruang coklat yang lahir tahun ini di daerah terpencil di utara Jepang dilaporkan mati kelaparan di tengah kekurangan salmon.
Menurut The Guardian, para ahli menyalahkan kenaikan suhu laut akibat krisis iklim sebagai penyebab berkurangnya biota laut.
Selain biji ek, salmon merah muda merupakan sumber makanan penting bagi sekitar 500 beruang coklat yang hidup di sepanjang semenanjung Shiretoko di Hokkaido.
Shiretoko Hokkaido adalah situs warisan dunia Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) yang terkenal dengan pantai dan satwa liarnya yang menakjubkan.
Pejabat setempat menanggapi hal ini setelah menerima keluhan dari operator kapal wisata yang melihat seekor anak beruang kelaparan mencari makanan di pantai timur semenanjung baru-baru ini.
Kabarnya, anak beruang tersebut sedang mengobrak-abrik tumpukan batu dan rumput laut untuk mencari makanan.
Salmon merah muda yang berkembang biak di sungai Hokkaido dikatakan menghabiskan musim dingin di laut, sebelum kembali ke sungai Shiretoko untuk bertelur antara bulan Agustus dan Oktober.
Beruang coklat biasanya mencari ikan salmon saat pergi ke hulu namun kini harus berenang di laut karena kurangnya ikan sungai.
“Kami menemukan beberapa beruang menjadi sangat kurus. Populasi hewan menghadapi masa sulit karena tidak ada ikan di sungai seperti tahun lalu,” kata operator perahu, Katsuya Noda.
Menurut para ahli, suhu permukaan laut di Hokkaido tetap di atas 20 derajat Celcius dari pertengahan Juli hingga awal Agustus 2021, sekitar 5 derajat Celcius lebih tinggi dari rata-rata periode tersebut dalam setahun.
Sementara itu, peneliti dari Shiretoko Nature Foundation, Masami Yamanaka mengatakan, kurangnya pasokan ikan salmon dan menurunnya panen pohon ek berdampak negatif pada populasi anak beruang coklat.
“Diperkirakan 70 hingga 80 persen anak beruang yang lahir tahun ini mati. Ini adalah situasi yang sangat serius,” katanya.