Pernahkan kita melihat seorang teman yang mulai sibuk melihat ponselnya di saat tengah berkumpul?
Perilaku memilih fokus pada ponsel alih-alih mendengarkan atau terlibat dalam percakapan disebut dengan istilah phubbing. Meningkatnya kecanduan pada media sosial membuat perilaku phubbing semakin umum dalam kehidupan sehari-hari.
Istilah phubbing menggabungkan dua kata, yakni phone dan snubbing. Istilah ini menggambarkan tindakan mengabaikan orang lain dan hanya fokus pada ponsel pintar. Phubbing biasanya terjadi selama percakapan, makan, atau pertemuan. Phubbing sendiri bersifat kebiasaan—dilakukan setiap hari, dan sesekali—dilakukan lebih jarang.
Penelitian yang dikerjakan dua ilmuwan dari School of Behavioral Science, Peres Academic Center, Israel, yakni Tomer Schmidt-Barad dan Lily Chernyak-Hai, terbit di jurnal Psychological Reports (September, 2024) menemukan, ketika seseorang melakukan phubbingm mereka mengalami sedikit penurunan empati.
Orang yang melakukan phubbing hadir secara fisik dalam situasi sosial tertentu, tetapi tidak sepenuhnya terlibat secara mental karena perhatiannya terbagi antara ponsel pintar dan interaksi langsung. Perilaku ini dapat membuat orang lain merasa tidak penting atau dikucilkan.
Schmidt-Barad dan Chernyak-Hai berusaha mengeksplorasi hubungan antara kecenderungan melakukan phubbing, empati, dan prososialitas. Prososialitas mengacu pada kecenderungan untuk terlibat dalam perilaku yang menguntungkan orang lain, seperti membantu, berbagi, atau bekerja sama.
Dikutip dari PsyPost, para peneliti melakukan dua studi. Pertama, survei daring untuk meneliti hubungan antara sifat phubbing dan prososialitas. Studi pertama ini melibatkan 220 orang dewasa dengan rata-rata usia 33 tahun yang berbicara dalam bahasa Inggris, yang direkrut lewat Prolific. Peserta menyelesaikan penilaian terkait kebiasaan phubbing, empati, prososialitas, dan pengendalian diri.
Studi kedua adalah eksperimen yang melibatkan 362 peserta berbahasa Ibrani, sebanyak 199 di antaranya adalah perempuan. Usia rata-rata mereka 47 tahun. Peserta menyelesaikan tugas persiapan untuk melakukan phubbing dan dibagi menjadi dua kelompok.
Satu kelompok diminta mengingat kembali kejadian saat mereka menggunakan ponsel ketika berinteraksi tatap muka. Kelompok lainnya diminta mengingat situasi saat mereka menahan diri untuk tidak menggunakan ponsel ketika berinteraksi tatap muka.
Setelah itu, peserta menyelesaikan survei daring yang berisi penilaian yang sama terhadap prososialitas, empati, dan pengendalian diri yang digunakan dalam studi pertama.
Hasil studi pertama menunjukkan, individu yang lebih rentan terhadap phubbing cenderung memiliki pengendalian diri dan niat prososial ayng sedikit lebih rendah. Namun, phubbing tak dikaitkan dengan empati.
Para peneliti menguji model statistik yang menunjukkan, phubbing menyebabkan pengendalian diri yang lebih rendah. Pada gilirannya, bisa menyebabkan empati yang lebih rendah pula. Empati yang lebih rendah, mengakibatkan berkurangnya prososialitas.
Sedangkan hasil studi kedua menunjukkan, individu yang mengingat situasi di mana mereka melakukan phubbing terhadap seseorang melaporkan, mereka merasa sedikit kurang empati dibandingkan mereka yang mengingat situasi saat tidak menggunakan ponsel.
Para peneliti juga menguji model statistik yang menyatakan, terlibat dalam perilaku phubbing menyebabkan berkurangnya empati, yang pada gilirannya menghasilkan lebih sedikit niat berperilaku prososial.
Disebut Hindustan Times, para peneliti dalam riset tersebut menemukan, orang yang sering melakukan phubbing punya pengendalian diri yang lebih rendah, sehingga mereka cenderung lebih mudah terganggu dan tak tertarik terlibat dalam percakapan.
“Penelitian ini penting karena memberikan gambaran sekilas tentang kondisi pikiran orang yang suka melakukan phubbing dan mengabaikan orang lain demi ponsel secara teratur dapat mengindikasikan masalah psikologis yang lebih jauh,” tulis Hindustan Times.
Penelitian lainnya soal phubbing dikerjakan para peneliti dari China dan Hong Kong, terbit di jurnal Computers in Human Behavior (November, 2024). Dalam riset ini, para peneliti menemukan, tindakan phubbing dapat menimbulkan konsekuensi sosial yang mengejutkan.
“Para peneliti menemukan, menjadi korban phubbing membuat orang merasa tidak yakin dengan niat orang lain, menyebabkan mereka memandang pelaku phubbing sebagai orang yang kurang manusiawi dan bahkan merespons dengan agresi yang meningkat,” tulis PsyPost.
“Temuan ini menjelaskan bagaimana gangguan digital dapat mengikis hubungan dasar manusia, memengaruhi cara kita memandang orang lain, dan cara kita bersikap terhadap mereka.”