Agar aman berwisata di Kawah Ijen
Pagi yang indah dengan panorama matahari terbit di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Kawah Ijen, Banyuwangi, Jawa Timur berubah duka bagi seorang turis asal China berinisial ZY, 32 tahun. Sebab, istrinya, HL, 31 tahun, tewas usai terjatuh ke jurang dengan kedalaman sekitar 100 meter di Hutan Mati—salah satu titik berfoto di kawasan Kawah Ijen—pada Sabtu (20/4).
Beberapa saksi di lokasi kejadian mengemukakan, HL terjatuh gara-gara kakinya tersangkut pada rok panjang yang dipakainya. Ia berfoto dengan jarak sekitar dua hingga tiga meter dari bibir kawah, lalu mundur untuk mendekat ke objek kayu di belakangnya. Setelah kejadian tersebut, Hutan Mati ditutup sementara mulai Selasa (23/4).
Seorang konten kreator yang kerap berwisata ke destinasi alam, Vanessa Amanda, 23 tahun, mengungkapkan, pendakian dari pintu masuk kawasan TWA Kawah Ijen tergolong landai. Ia pun menilai, kawasan Kawah Ijen cukup aman karena jalurnya sudah jelas, medan pendakiannya tidak terlalu terjal, dan tim penyelamat selalu berjaga.
“Jadi, bisa digolongkan aman,” ujar Vanessa kepada Alinea.id, Rabu (24/4).
Kawah Ijen adalah sebuah danau kawah yang berada di puncak Gunung Ijen, dengan kedalaman danau 200 meter dan luas kawah mencapai 5.466 hektare. Gunung Ijen yang terletak di perbatasan Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur punya ketinggian 2.386 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Sepengetahuan Vanessa, sebagian besar turis yang berkunjung ke Gunung Ijen memakai jasa open trip. Termasuk wisatawan asing.
“Jadi ya sudah pasti aman. Di dunia pendakian juga ini masih masuk ke kategori grade 1,” kata dia.
Pendakian grade 1 adalah jalur sudah ada dan jelas. Beberapa bagian jalur terkelola untuk memudahkan perjalanan.
Maka, ia menganggap, kasus tewasnya wisatawan asing di kawasan Kawah Ijen disebabkan karena kelalaian sendiri. Namun, memang di setiap titik berfoto tidak ada petugas yang menjaga.
“Penambang (belerang) di sana kan memang orang lokal yang sudah tahu track-nya,” ucap Vanessa.
“Waktu itu saya ke sana dan sempat hampir salah jalan, mereka (penambang) yang mengingatkan kita, gitu sih. Dan menurut saya, fasilitas-fasilitas (di sana) sudah aman.”
Ia berpesan, pengunjung mempersiapkan mental, fisik, dan ilmu tentang pendakian sebelum ke destinasi alam. Sedangkan untuk pengelola, Vanessa menyarankan memberikan edukasi terkait pakaian untuk mendaki.
“Juga diimbau kalau foto itu tidak boleh berapa meter dari bibir kawah,” tutur Vanessa.
Dihubungi terpisah, pengamat pariwisata Taufan Rahmadi mengatakan, jika kasus kematian turis asal China itu tak ditangani dengan serius, maka bisa saja ikut mengancam wisata Kawah Ijen. Ia menyarankan agar melakukan tindakan preventif sebagai solusi.
“Dan semua stakeholder berperan sesuai tugasnya masing-masing, sehingga kejadian serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari,” tutur Taufan, Rabu (24/4).
Taufan menerangkan, bagi turis yang mengunjungi Kawah Ijen sebaiknya menggunakan pakaian yang tepat, seperti sepatu yang kokoh dengan cengkeraman yang baik, celana panjang yang nyaman dan tahan air, serta pakaian lengan panjang untuk melindungi kulit dari sinar matahari dan ranting pohon.
“Disarankan juga untuk menghindari pakaian yang terlalu longgar atau terlalu panjang, yang dapat menyebabkan tersangkut pada rintangan di sepanjang perjalanan,” ujar anggota tim percepatan dan monitoring evaluasi kawasan ekonomi khusus Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) itu.
Ia menambahkan, wisatawan sebaiknya mengenakan masker atau kain penutup untuk melindungi pernapasan dari gas belerang, air minum yang cukup, serta perlengkapan medis pribadi yang dibutuhkan.
Taufan menyebut, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pengelola TWA Kawah Ijen supaya kejadian turis tewas saat berkunjung tak terulang lagi. Pertama, terkait infrastruktur dan fasilitas. Menurutnya, destinasi harus memiliki infrastruktur dan fasilitas yang memadai, seperti jalan yang baik, sistem transportasi yang aman, toilet, dan tempat istirahat.
Kedua, informasi dan tanda peringatan. Ia mengingatkan agar pengelola menyediakan informasi yang jelas mengenai bahaya potensial di destinasi, seperti longsor di daerah pegunungan.
“Tanda peringatan ditempatkan dengan jelas,” ucap dia.
Ketiga, penegakan standar keselamatan dan keamanan melalui sertifikasi dan regulasi bagi penyedia layanan wisata, seperti operator tur, penyewaan alat, dan akomodasi. Keempat, menyediakan peralatan keselamatan, seperti helm atau alat pendakian abgi wisatawan yang membutuhkan. Kelima, mempersiapkan tim tanggap darurat yang bakal bertindak dalam situasi darurat, seperti kecelakaan, bencana alam, dan kehilangan wisatawan.
Ia menggarisbawahi, keberadaan petugas keamanan atau penyelamat di tempat-tempat wisata, seperti gunung atau taman nasional untuk mengantisipasi dan menangani keadaan darurat amat penting. Selain itu, penting pula mengedukasi kesadaran wisatawan tentang bahaya potensial dan perilaku yang aman, seperti mengikuti petunjuk tur, menghindari mendaki di tempat yang berbahaya, atau membawa perlengkapan darurat.
“Semua ini penting untuk memastikan pengalaman wisata yang aman dan menyenangkan bagi pengunjung destinasi wisata,” ujar Taufan.