Kawasan wisata alam Monkey Forest di Kabupaten Gianyar, Bali, ditutup sementara oleh Dinas Pariwisata (Dispar) Bali sejak Rabu (11/12), imbas dari kejadian pohon tumbang pada Selasa (10/12). Akibat peristiwa itu, dua warga negara asing (WNA) asal Prancis dan Korea Selatan tewas, sedangkan satu WNA asal Korea Selatan mengalami luka-luka.
Korban tewas dan luka-luka, menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali, karena tertimpa pohon beringin, pohon pule, dan pohon kresek yang tumbang. BPBD Bali menduga, pohon tumbang di Monkey Forest berawal dari angin kencang disertai hujan. Di hari yang sama, BPBD Bali mencatat, selain di Monkey Forest, pohon tumbang juga terjadi di 54 titik di Bali.
Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana (Unud) I Putu Anom menilai, pemerintah terlambat mengambil langkah antisipasi. Padahal, musim hujan sudah diprediksi sejak Oktober 2024. Sementara dengan jumlah dan jenis pohon beragam yang menghiasi Bali, dia mengatakan, sudah sewajarnya membuat pemerintah sadar akan potensi kecelakaan yang bakal terjadi.
“Baik pemerintah kota maupun kabupaten, seharusnya memantau pohon-pohon tua, terutama di tempat wisata,” kata Anom kepada Alinea.id, Rabu (11/12).
“Dinas kehutanan dan pihak terkait bisa saja turun lebih awal untuk melakukan pengecekan dan gotong-royong sebelum musim hujan.”
Menurutnya, pengelola juga harus bertanggung jawab dengan memberikan asuransi bagi para pengunjung yang mengalami peristiwa nahas tersebut. Bagi Anom, mengharapkan anggaran untuk perawatan tempat wisata, tetapi kecelakaan terjadi, merupakan hal yang sangat disayangkan.
Dihubungi terpisah, Ketua Ikatan Cendikiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) Azril Azahari menekankan pentingnya penerapan standar operasional prosedur (SOP) di setiap destinasi wisata. Terutama yang berbasis alam.
“Pencegahan jauh lebih baik daripada penyembuhan. Dengan peringatan cuaca dari BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika), destinasi seharusnya ditutup sementara, jika kondisi cuaca tidak mendukung,” tutur Azril, Rabu (11/12).
Azril menyoroti lemahnya monitoring dan evaluasi oleh pemerintah, terutama wisata yang berbasis alam. Insiden pohon tumbang, kata dia, menunjukkan perlunya perhatian lebih terhadap mitigasi risiko.
Lebih lanjut, Azril mengingatkan pentingnya pelaksanaan prinsip cleanliness, health, safety, security and environment (CHSSE) sebagai syarat utama operasional destnasi wisata berbasis alam. Dia juga menggarisbawahi perlunya pemahaman mendalam terhadap ekosistem, yang meliputi lingkungan biologis, abiotik, dan interaksi manusia dengan budaya.
“Insiden ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak, baik pemerintah, pengelola destinasi, maupun masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan, khususnya dalam menghadapi potensi bahaya di destinasi wisata selama musim hujan,” ujar Azril.