Film ini mengangkat kisah nyata perjuangan dua insan pers, wartawan The Washington Post, Bob Woodward, dan Carl Bernstein, dalam upaya pembongkaran keterlibatan Presiden Amerika Serikat (AS) dari kubu Republik, Richard Nixon dalam skandar terbesar AS, yaitu Skandar Watergate.
Skandal ini diawali dengan tertangkapnya lima orang pendobrak yang masuk di kompleks perkantoran Watergate di Washington D.C. pada tahun 1972. Tempat tersebut adalah kantor pusat dari Komite Nasional Partai Demokrat (Democratic National Committee).
Mengetahui kejadian ini, Woodward diminta The Washington Post untuk meginvestigasi peristiwa itu. Kemudian, ditemukan fakta bahwa kelima pendobrak itu ingin memasang alat perekam tersembunyi di kantor pusat Komite Nasional Partai Demokrat.
Bahkan, dalam buku catatan telepon mereka, ada nama Howard Hunt, yang merupakan mantan agen Central Intelligence Agency (CIA) yang juga pernah bekerja di kantor penasihat bagi Richard Nixon di Gedung Putih.
Setelah diselidiki, Hunt merupakan sosok yang sangat misterius, ia pernah menulis, tetapi penerbit tidak bersedia memberikan informasi apapun tentangnya. Kantor penasihat Presiden pun tidak dapat dihubungi oleh kedua wartawan The Washington Post ini.
Akhirnya, Woodward menghubungi seseorang di lembaga eksekutif pemerintahan AS, yang diberi nama Deep Throat sebagai nama samarannya. Petunjuk demi petunjuk didapatkan oleh kedua wartawan ini, salah satu petunjuknya adalah agar mereka mengikuti "jejak" uang yang ditemukan oleh aparat penegak hukum dari para pendobrak Watergate tersebut.
Melalui berbagai investigasi, ditemukan jejak uang dalam bentuk cek sebesar USD$25.000, atas nama pengusaha bernama Kenneth Dahlberg, dan menghubunginya. Namun, ketika dihubungi, Dahlberg mengatakan, ia tidak tau bagaimana para pendobrak memiliki cek atas namanya.
Padahal, ia memberikan cek tersebut kepada Mantan Menteri Keuangan AS saat Nixon masih menjabat, yaitu Maurice Stans.
Informasi tersebut kemudian menjadi bukti kuat relevansi para pendobrak Watergate dengan tim kampanye Nixon. Kedua wartawan ini mendapat berbagai informasi tambahan dari hasil penelusurannya. Kemudian, data-data tersebut dikonfirmasi oleh Deep Throat melalui pertemuan rahasia mereka.
Film ini sangat emosional untuk ditonton, penonton disuguhi dengan situasi tertekan yang dapat dirasakan secara riil. Para tokoh dalam film ini memiliki penokohan yang sungguh kaya, begitu juga jalan ceritanya.
Beberapa kali, film ini membuat merinding dengan membayangkan situasi pada saat itu, wartawan yang disebutkan berkomunikasi dengan Deep Throat tidak menggunakan telepon karena adanya penyadapan.
Melainkan, mereka menggunakan sandi-sandi kode, pada barang di depan rumah, ataupun melingkari kata-kata lewat koran untuk bertemu.
Sungguh, All The President’s Men ini merupakan tontonan yang cocok bagi kamu yang menyukai film bergenre misteri kriminal untuk dihabiskan di akhir pekan ini.
Melalui film ini, kita belajar bahwa jurnalisme dan kebebasan pers dapat menjaga pemerintah tetap lurus atau on-track dalam pemerintahannya. Pers memberi kontrol pada kekuasan politik untuk menentukan nasib orang banyak.
All The Prsident’s Men meraup banyak seali penghargaan, salah satunya adalah memenangkan penghargaan New York Film Critics Cirle Award dengan kategori Film Terbaik. Film ini juga mendapatkan rating 8 dari 10 oleh 109,649 pengguna di IMDb.