close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi kelompok anak muda./Foto minanfotos/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi kelompok anak muda./Foto minanfotos/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup
Selasa, 09 Juli 2024 06:00

Anak muda lebih bahagia menjalani kehidupan lajang

Mereka yang saat ini berusia 14 hingga 20 tahun lebih bahagia hidup sebagai lajang dibandingkan usia serupa pada satu dekade yang lalu.
swipe

Penelitian yang diterbitkan Personality and Social Psychology Bulletin (Juni, 2024) menemukan tren menarik di kalangan remaja dan dewasa muda. Para peneliti asal Jerman itu menemukan, mereka yang saat ini berusia 14 hingga 20 tahun lebih bahagia hidup sebagai lajang dibandingkan usia serupa pada satu dekade yang lalu.

Orang yang lahir antara tahun 2001 dan 2003 tidak hanya menunjukkan kecenderungan yang lebih tinggi untuk melajang, tetapi juga menunjukkan kebahagiaan yang lebih besar dengan status lajang mereka dibandingkan mereka yang lahir 10 sebelumnya.

Para peneliti menggunakan data dari survei longitudinal berskala besar di Jerman yang disebut Panel Analysis of Intimate Relationships and Family Dynamics, yang mencakup peserta dari empat kelompok kelahiran, yakni 1971-1973, 1981-1983, 1991-1993, dan 2001-2003, serta tiga kelompok umur, yakni remaja (14-20 tahun), dewasa muda (24-30 tahun), dan dewasa mapan (34-40) yang masih lajang selama masa riset.

Data dikumpulkan antara tahun 2008-2011 dan 2018-2021. Data berasal dari 2.936 peserta berbagai kelompok kelahiran di Jerman.

Peserta memberikan informasi tentang status hubungan, kebahagiaan terhadap masa lajang, dan kehidupan mereka secara keseluruhan. Para peneliti pun mempertimbangkan faktor-faktor individu, seperti usia, jenis kelamin, dan ciri-ciri kepribadian, terutama ekstraversi (sikap ramah dan aktif secara sosial) dan neurotisme (kecenderungan kecemasan dan kekhawatiran), untuk memahami dampaknya terhadap kebahagiaan para lajang.

Hasilnya, kelompok yang lahir pada 2001-2003 memiliki proporsi lajang yang lebih tinggi, yakni 47%, dibandingkan dengan kelompok yang lahir pada 1991-1993, yakni 42%. Remaja dalam kelompok yang lahir terlambat lebih bahagia dengan masa lajangnya dibandingkan remaja yang lahir lebih awal. Hal ini menunjukkan adanya perubahan positif dalam kebahagiaan melajang dari waktu ke waktu.

Seseorang yang lahir pada 2001-2003 melaporkan peluang 3% lebih tinggi untuk menjadi lajang dibandingkan dengan mereka yang lahir satu dekade sebelumnya. Menariknya, selain kebahagiaan di masa lajang, tidak ada perubahan signifikan dalam kebahagiaan hidup secara keseluruhan di antara kelompok yang diikutkan dalam penelitian.

“Dibandingkan dengan generasi kakek-nenek kita, masyarakat saat ini lebih jarang menikah dan memiliki tingkat perceraian yang lebih tinggi,” ujar salah seorang peneliti Tita Gonzalez Aviles dari Johannes Gutenberg University Mainz, seperti dikutip dari PsyPost.

“Di saat yang sama, bentuk hubungan yang lebih beragam, seperti hubungan di luar nikah, hidup bersama, dan masa lajang yang lebih lama, menjadi lebih diterima. Meskipun kehidupan lajang tampaknya lebih dapat diterima secara sosial, tidak jelas apakah para lajang memang merasa lebih bahagia.”

Disebut StudyFinds, tren ini tampaknya hanya terjadi pada remaja karena para peneliti tak menemukan peningkatan serupa dalam kebahagiaan hidup melajang di kalangan orang dewasa berusia 20-an dan 30-an.

“Remaja mungkin menghadapi spektrum bentuk hubungan yang lebih luas dibandingkan orang dewasa karena interaksi dengan teman-teman yang beragam di sekolah dan keterlibatan yang luas dengan media sosial, menjadikan kehidupan lajang lebih normatif dan dapat diterima oleh mereka. Perubahan dalam kehidupan lajang pada orang dewasa mungkin lebih lambat dan baru terlihat dalam jangka waktu yang lebih lama,” ujar Aviles, dikutip dari PsyPost.

Di sisi lain, para peneliti juga menemukan beberapa faktor yang dikaitkan dengan kebahagiaan yang lebih tinggi di antara para lajang di berbagai kelompok usia. Dinukil dari StudyFinds, para lajang yang lebih muda cenderung lebih bahagia dibandingkan mereka yang lebih tua. Dan mereka yang punya tingkat neurotisme lebih rendah juga melaporkan kebahagiaan yang lebih besar dalam menjalani kehidupan menjadi lajang.

“Menariknya, penelitian ini menemukan, kebahagiaan para lajang cenderung menurun seiring berjalannya waktu. Hal ini menunjukkan, meskipun sikap mungkin berubah, masih ada tantangan terkait hidup melajang dalam jangka panjang bagi banyak orang,” tulis StudyFinds.

Menurut Daily Mail, temuan ini dapat menjelaskan mengapa di seluruh dunia angka pernikahan menurun selama beberapa dekade terakhir, sementara angka perceraian terus meningkat.

“Perlu dicatat, khususnya di negara-negara industri Barat, status lajang bukan lagi hal yang tidak lazim dan kini dianggap lebih dapat diterima secara sosial dibandingkan di masa lalu,” kata Aviles, dikutip dari Daily Mail.

“Ini mungkin menjadi alasan meningkatnya kebahagiaan hidup sebagai lajang.”

PsyPost menyebut, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Riset hanya fokus pada rentang usia tertentu, yakni 14-40 tahun dan konteks budaya tunggal, yakni Jerman.

“Pengalaman melajang mungkin berbeda secara signifikan dalam lingkungan budaya yang berbeda, terutama di negara-negara dengan pandangan yang lebih tradisional mengenai pernikahan dan keluarga,” tulis PsyPost.

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan