Anak-anak yang terpapar asap rokok di rumah sejak usia dini rentan sakit-sakitan saat dewasa. Riset terbaru yang dilakoni Barcelona Institute for Global Health (ISGlobal) menunjukkan bahwa eksposure terhadap asap tembakau menyebabkan perubahan pada ekspresi genetik anak-anak.
"Riset kami menunjukkan bahwa paparan rokok pasif pada anak-anak meninggalkan bekas molekular yang bisa mengubah ekspresi genetik dan mempengaruhi kerentanan terhadap penyakit saat dewasa," kata Marta Cosin-Tomàs, salah satu peneliti dalam riset tersebut, seperti dikutip dari Medical Express.
Riset Cosin-Tomàs dan kawan-kawan dipublikasi di Environment International, awal Februari lalu. Dalam risetnya, peneliti menggunakan data kesehatan 2,695 anak dari delapan negara Eropa, yakni Spanyol, Prancis, Yunani, Lithuania, Norwegia, Belanda, Inggris, dan Swedia.
Para partisipan dalam penelitian itu ialah anak-anak berusia 7–10 tahun. Mereka merupakan relawan dari kelompok Pregnancy and Childhood Epigenetics Consortium (PACE). Secara khusus, peneliti menganalisis metilasi DNA pada anak-anak tersebut.
Metilasi DNA adalah salah satu mekanisme epigenetik utama yang memungkinkan ekspresi gen diaktifkan atau dinonaktifkan. Jika DNA diibaratkan buku petunjuk bagi tubuh, maka asap rokok bisa menambahkan "tanda" khusus pada buku itu dan memengaruhi cara buku petunjuk itu dibaca.
Dengan menggunakan sampel darah pada partisipan, para peneliti menganalisis tingkat metilasi di lokasi DNA tertentu di sepanjang genom. Tingkat metilasi pada anak lantas dikorelasikan dengan jumlah perokok aktif di rumah tangga, semisal 0, 1, 2 atau lebih dari 2.
Perubahan metilasi DNA teridentifikasi di 11 area yang berkaitan dengan paparan asap rokok. Area-area itu teridentifikasi rentan terpengaruh kandungan tembakau pada perokok aktif atau saat kehamilan. Selain itu, enam di antaranya juga terasosiasi dengan penyakit-penyakit terkait merokok, semisal asma atau kanker.
Riset sebelumnya menunjukkan bahwa merokok selama masa kehamilan mempengaruhi epigenome anak-anak. Namun, riset yang dilakukan ISGlobal merupakan salah satu yang pertama menunjukkan dampak asap tembakau pada anak-anak yang jadi perokok pasif.
"Faktor-faktor sosial-ekonomi dan lingkungan, termasuk kepentingan komersial besar, membuat sulit bagi kita mencegah eksposure asap tembakau pada anak-anak di rumah tangga tertentu," ujar Cosin-Tomàs.
Pada 2004, diperkirakan sekitar 40% anak di seluruh dunia terpapar asap rokok. Eksposure pada masa kanak-kanak tak hanya meningkatkan risiko penyakit pernafasan dan jantung, tetapi juga mempengaruhi perkembangan saraf dan mengganggu sistem imun.
"Riset ini menunjukkan pentingnya mengimplementasikan tindakan-tindakan komprehensif untuk mereduksi paparan asap tembakau pada anak, baik di dalam rumah atau di dalam ruangan," kata Mariona Bustamante, peneliti ISGlobal lainnya.
Menurut catatan Global Youth Tobacco Survey (GYTS), sebanyak 19,2% pelajar berusia 13-15 tahun aktif mengonsumsi produk tembakau pada 2019. Selain itu, ada 7,9% pelajar yang dikhawatirkan jadi perokok aktif karena mengikuti ajakan teman.
Di Indonesia, prevalensi perokok anak juga tergolong tinggi. Pada 2018, riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menemukan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun di Indonesia mencapai 9,1%. Pada 2013, prevalensi perokok anak hanya sekitar 7,2%.