close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi: thezimbabwean
icon caption
Ilustrasi: thezimbabwean
Sosial dan Gaya Hidup
Senin, 26 Juni 2023 16:50

Ancaman penjara bagi wanita yang menggunakan mainan seks

Masalahnya mainan seks itu melanggar hukum di Zimbabwe.
swipe

Sitabile Dewa puas dengan kehidupan seksnya ketika dia menikah. Tetapi setelah perceraiannya, kebutuhan erotisnya agak suram.

Di Zimbabwe yang konservatif secara sosial, wanita yang bercerai dan ibu tunggal sering berperan sebagai pasangan yang tidak diinginkan bagi pria, dan dalam frustrasinya Dewa memutuskan ingin menggunakan mainan seks.

Masalahnya mainan seks itu melanggar hukum di Zimbabwe.

“Saya tidak boleh kehilangan eksplorasi diri dan kepuasan diri,” kata Dewa, 35.

Bagian dari undang-undang "sensor dan kontrol hiburan" Zimbabwe membuat impor atau kepemilikan mainan seks ilegal karena dianggap "tidak senonoh" atau "cabul" dan berbahaya bagi moral publik. Memiliki mainan seks bisa membuat wanita dipenjara.

Dewa mengatakan undang-undang itu "kuno" dan menantang sebagian di pengadilan karena bersifat represif dan melanggar kebebasannya. Dia mengajukan surat-surat pengadilan pada bulan Maret untuk menggugat pemerintah Zimbabwe dan berusaha agar bagian dari undang-undang tersebut dicabut. Pengadilan sedang mempertimbangkan kasusnya.

Referensinya yang berani dan terbuka tentang masturbasi dan seksualitas wanita membuat banyak orang Zimbabwe merasa tidak nyaman.

Dewa sendiri adalah seorang aktivis hak-hak perempuan, dan mengatakan dia menerapkan pengalaman hidupnya sendiri dalam menentang larangan mainan seks.

Bukti bahwa hukum ditegakkan secara aktif terjadi tahun lalu ketika dua wanita ditangkap karena mainan seks.

Salah satunya menjalankan bisnis online yang menjual alat bantu seks kepada wanita dan menawarkan saran penggunaannya. Dia menghabiskan dua minggu dalam tahanan dan dijatuhi hukuman enam tahun penjara atau 640 jam kerja komunitas tanpa bayaran.

Hal yang tampaknya paling membuat gusar pihak berwenang dalam masalah mainan seks adalah mengesampingkan laki-laki, kata Debra Mwase, seorang manajer program Katswe Sistahood, sebuah kelompok Zimbabwe yang melobi hak-hak perempuan. Wanita yang dibebaskan secara seksual menakut-nakuti pria yang mendominasi ruang politik, sosial dan budaya Zimbabwe, katanya.

"Seks tidak benar-benar dilihat sebagai hal yang disukai wanita," kata Mwase. “Seks adalah untuk dinikmati pria. Bagi wanita, itu masih dianggap penting hanya untuk melahirkan anak.”

"Seks tanpa pria menjadi ancaman," tambahnya.

Dewa meringkasnya menjadi seperti ini: “Undang-undang ini sudah lama dicabut jika mayoritas penggunanya adalah laki-laki,” katanya.

Larangan ini, ikut membuat Wanita Zimbabwe merasa tercabut dari akar identitas budayanya. Keyakinan ini didorong oleh berbagai penelitian yang mengklaim bahwa perempuan Afrika jauh lebih ekspresif secara seksual sebelum hukum, budaya, dan agama Eropa diberlakukan.

img
Fitra Iskandar
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan