Ketika kita membeli makanan di restoran atau kafe untuk dibawa pulang, biasanya agar praktis, penjual membungkus makanan yang kita pesan menggunakan kemasan plastik. Namun, ternyata kemasan plastik sekali pakai bisa melepaskan bahan kimia berbahaya ke dalam makanan, bahkan berisiko meningkatkan penyakit kardiovaskular, seperti gagal jantung.
Situs Mayo Clinic menyebut, gagal jantung terjadi saat otot jantung tidak bisa memompa darah secara normal. Jika ini terjadi, darang kerap kali tertahan dan cairan bisa terkumpul di paru-paru, yang menyebabkan sesak napas. Hal ini perlahan-lahan membuat jantung menjadi terlalu lemah atau kaku untuk mengisi dan memompa darah dengan baik. Kondisi ini meliputi penyempitan arteri di jantung dan tekanan darah tinggi.
Korelasi antara kemasan makanan menyebabkan risiko gagal jantung itu diungkap para peneliti dari Ningxia Medical University di China, dalam riset yang diterbitkan di jurnal Ecotoxicology and Environmental Safety (Desember 2024).
Para peneliti meneliti frekuensi lebih dari 3.000 orang di China yang makan dari wadah makanan plastik untuk menemukan apakah mereka menderita penyakit jantung. Kemudian, para peneliti memaparkan tikus pada bahan kimia plastik dalam air yang direbus dan dituang ke dalam wadah makanan untuk mengekstrak bahan kimia.
“Data tersebut mengungkapkan, paparan plastik frekuensi tinggi secara signifikan berhubungan dengan peningkatan risiko gagal jantung kongesif,” tulis para peneliti, dikutip dari The Guardian.
Plastik dapat mengandung sekitar 20.000 bahan kimia, di antaranya bisphenol A (BPA), ftalat, dan pfas, yang bisa menimbulkan risiko kesehatan. Bahan kimia itu sering ditemukan dalam makanan dan kemasannya, yang dikaitkan juga dengan berbagai masalah kesehatan, seperti kanker hingga gangguan reproduksi.
Meski para peneliti tidak memeriksa bahan kimia spesifik apa yang keluar dari plastik, tetapi mereka mencatat adanya hubungan antara senyawa plastik umum dengan penyakit jantung, serta korelasi antara bioma usus dengan penyakit jantung.
Para peneliti menaruh air mendidih di dalam wadah selama satu, lima, atau 15 menit karena bahan kimia platik larut pada tingkat yang jauh lebih tinggi saat air yang panas ditaruh dalam wadah. Para peneliti kemudian memberi tikus air yang terkontaminasi lindi—air limbah cair yang berasal dari tumpukan sampah—untuk diminum selama beberapa bulan. Lalu mereka menganalisis bioma usus dan metablit dalam tinja. Hasilnya, ditemukan perubahan yang signifikan.
“Hal ini menunjukkan, konsumsi cairan lindi mengubah keadaan mikro usus, memengaruhi komposisi mikrobiota usus, dan memodifikasi metabolit mikrobiota usus, terutama yang terkait dengan peradangan dan stres oksidatif,” ujar para peneliti, dinukil dari The Guardian.
Para peneliti lalu memeriksa jaringan otot jantung tikus. Mereka menemukan, jaringan tersebut telah rusak. Penelitian tersebut tidak menemukan perbedaan statistik dalam perubahan dan kerusakan pada tikus yang terkena air terpapar plastik selama satu menit dibandingkan dengan lima atau 15 menit.
Selain itu, para peneliti pun menemukan, darah hewan pengerat yang terpapar ini juga menunjukkan lonjakan pembawa pesan imun inflamasi, yang merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular.
“Perubahan ini mungkin terkait dengan limbah produk plastik yang mengganggu mikrobiota dan faktor inflamasi, yang kemudian memicu peradangan dan kerusakan miokardium,” kata para peneliti, dikutip dari Science Alert.
Panas menyebabkan plastik lebih mudah terurai. Bahkan, air minum dalam kemasan, yang biasanya disimpan pada suhu runangan lebih dingin, tampaknya mengandung mikroplastik. Penelitian lain, yang diterbitkan jurnal Environmental Science & Technology (2023) menemukan, memanaskah wadah makanan plastik dalam microwave bisa melepaskan mikroplastik dan nanoplastik ke dalam makanan, walau wadah itu diklaim aman untuk microwave.
“Berapa banyak partikel plastik yang terserap ke dalam tubuh saat tertelan, masih belum diketahui. Masih menjadi misteri juga berapa lama serpihan tersebut bertahan di dalam tubuh,” tulis Science Alert.
Penelitian terbaru yang dikerjakan para ilmuwan asal Italia, terbit di jurnal Scientific Reports (4 Februari 2025) juga mengungkapkan, mikroplastik—terutama yang berasal dari kemasan makanan—dapat memicu perubahan berbahaya pada sel pembuluh darah, sehingga meningkatkan risiko penyakit jantung.