Penyanyi asal Kanada, Céline Marie Claudette Dion, yang dikenal sebagai Queen of Power Ballads mengakui kehidupannya berubah usai divonis menderita stiff-person syndrome (SPS) pada 2022 lalu. Ia terpaksa membatalkan semua jadwal turnya pada 2023 dan 2024. Penyanyi berusia 56 tahun itu mengakui kepada pembawa acara Today, Hoda Kotb, hampir mati karena penyakit itu.
Menurut National Institute of Neurological Disorders and Stroke, SPS adalah kelainan neurologis progresif yang langka. Gejalanya termasuk otot kaku pada batang tubuh, lengan, dan kaki. Seseorang yang mengalami sindrom itu sensitif terhadap kebisingan, sentuhan, dan tekanan emosional, yang bisa memicu kejang otot.
“Seiring waktu, orang dengan SPS mungkin mengalami postur tubuh membungkuk. Beberapa orang mungkin terlalu sulit untuk berjalan atau bergerak. Banyak yang sering terjatuh karena tidak mempunyai refleks normal untuk menahan diri,” tulis National Institute of Neurological Disorders and Stroke.
SPS memengaruhi cara otak dan sumsum tulang belakang mengontrol gerakan otot, sebut Healthline. Kondisi ini termasuk gangguan autoimun yang terjadi ketika sistem kekebalan seseorang menyerang jaringan yang sehat.
SPS diderita perempuan dua kali lebih banyak dibandingkan laki-laki. Kondisi tersebut paling sering terjadi pada orang berusia 40-50 tahun. Namun, dalam kasus yang jarang, menyerang anak-anak. Penyakit ini sangat langka, hanya menyerang 1-2 orang per juta.
SPS kerap dikaitkan dengan penyakit autoimun lainnya, seperti diabetes tipe I, tiroiditis, vitiligo, dan anemia pernisiosa. Sindrom ini sering salah didiagnosis sebagai penyakit parkinson, multiple sclerosis, fibromyalgia, psikosomatik, atau kecemasan dan fobia.
“Jika Anda hidup dengan SPS, Anda mungkin juga mengalami depresi atau kecemasan. Hal ini mungkin disebabkan oleh gejala lain yang Anda alami atau penurunan neurotransmiter di otak,” tulis Healthline.
“Potensi tekanan emosional dapat meningkat seiring dengan perkembangan SPS. Hal ini mungkin membuat Anda merasa cemas untuk pergi ke tempat umum.”
Kekakuan otot yang dialami seseorang penderita SPS, bisa memengaruhi bagian tubuh lainnya, seperti wajah. Termasuk otot yang digunakan untuk makan dan berbicara. Otot-otot yang terlibat dalam pernapasan juga terdampak, sehingga menyebabkan masalah pernapasan yang mengancam jiwa.
Kebanyakan orang yang menderita SPS punya tingkat antibodi asam glutamat dekarboksilase (GAD) yang meningkat lebih tinggi. Titer atau tes laboratorium yang mengukur keberadaan dan jumlah antibodi dalam darah, penting untuk diagnosis SPS. Peningkatan titer GAD hingga 10 kali di atas normal atau terdapat dalam cairan tulang belakang.
Orang yang menderita SPS punya antibodi yang menyerang protein di neuron otak, yang mengontrol pergerakan otot. Protein tersebut dapat berupa GAD, gephyrin, atau asam gamma-aminobutyric (gamma-aminobutyric acid/GABA). Medical News Today menyebut, dalam 80% kasus SPS, seseorang menghasilkan sejenis antibodi yang disebut asam glutamat dekarboksilase (anti-GAD). Hal ini menyerang protein di neuron otak yang memengaruhi pergerakan otot, sumsum tulang belakang, dan fungsi otak.
“Para ahli tidak mengetahui secara pasti mengapa penyakit autoimun terjadi, meskipun faktor genetik kemungkinan besar berperan,” tulis Medical News Today.
Diagnosa SPS dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik tes darah untuk mencari GAD, elektromiografi untuk mengukur dan menilai aktivitas listrik di otot, serta pemindaian magnetic resonance imaging (MRI),
Sayangnya, tidak ada obat untuk mengatasi kondisi ini. Namun, gejalanya dapat dikendalikan dengan meminum obat penenang, antikonvulsan, dan pelemas otot. Dokter mungkin juga meresepkan obat antidepresan dan antiepilepsi untuk mengatasi gejala kejiwaan dan kejang.
Sebuah riset yang didanai National Institute of Neurological Disorders and Stroke menunjukkan, pengobatan imunoglobulin intravena (IVIg) efektif alam mengurangi kekakuan, kepekaan terhadap kebisingan, sentuhan, stres, serta meningkatkan keseimbangan.
“IVIg mengandung imunoglobulin (antibodi alami yang diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh) yang berasal dari ribuan donor sehat,” tulis National Institute of Neurological Disorders and Stroke.
Healthline menyebut, beberapa tindakan lain yang dapat dilakukan, yakni plasmapheresis dan transpalantasi sel induk autologus. Plasmapheresis adalah prosedur saat plasma darah seseorang ditukar dengan plasma baru untuk mengurangi jumlah antibodi dalam tubuh. Sedangkan transpalantasi sel induk autologus adalah proses yang terdiri dari kemoterapi dosis tinggi untuk menghilangkan sel-sel kekebalan yang sakit diikuti dengan infus sel induk untuk menghasilkan sistem kekebalan yang tidak berfungsi.
“Meski sudah diobati, beberapa orang dengan SPS mengalami kecatatan, ketidakmampuan berjalan, dan masalah ortopedi karena kondisinya yang berkembang seiring berjalannya waktu,” tulis Medical News Today.
“Banyak orang dengan SPS mungkin juga mengalami penurunan kualitas hidup karena keterbatasan aktivitas fisik dan sosial.”