Apakah hantu benar-benar ada?
Jika kamu pernah melihat sosok asing yang menyeramkan, atau merasa ada yang memperhatikan kamu saat berada di suatu tempat, apakah kamu menduga itu hantu? Kamu tak sendirian. Banyak orang percaya eksistensi hantu.
Survei lembaga riset Ipsos pada Oktober 2019 mengungkap, sebanyak 46% orang Amerika percaya hantu itu ada. Lalu, 32% percaya alien pernah mengunjungi bumi. Hanya 7% yang percaya vampir dan 6% percaya adanya zombie. Survei tersebut mengambil sampel dari 1.005 orang berusia 18 tahun ke atas di beberapa negara bagian Amerika Serikat.
Hasil survei ini tak jauh berbeda dengan yang dilakukan lembaga riset YouGov pada Oktober 2021. YouGov, yang melakukan survei terhadap sekitar 1.000 orang dewasa di Amerika Serikat menemukan, sebanyak 43% percaya hantu itu ada. Sedangkan 8%-9% yakin vampir itu nyata.
Sementara itu, riset Pew Research Center tahun 2015 menemukan, sebanyak 18% orang Amerika mengatakan, pernah melihat atau berada di sekitar hantu. Bahkan, sebesar 29% orang Amerika merasa, mereka pernah terhubung dengan seseorang yang sudah meninggal.
Menurut riset Pew Research Center, hanya 11% orang yang sering beribadah, setidaknya seminggu sekali, mengatakan mereka pernah merasakan atau melihat hantu. Sedangkan 23% yang kerap hadir dalam ibadah, lebih jarang mengatakan mereka pernah melihat hantu.
Ada atau tidak?
Seorang paranormal dan medium supranatural, Sherrie Dillard membedakan antara hantu dan roh orang yang telah meninggal. Saat orang yang kita cintai mati, kata Dillard, ia meninggalkan bumi dan masuk ke dalam dimensi yang lebih tinggi, baik itu surga, “cahaya”, atau konsep kehidupan setelah mati lainnya.
Dillard mengatakan, kadang-kadang kita merasa kehadiran orang-orang yang dicintai setelah mati, baik itu dalam mimpi atau lainnya. “Hal itu tidak menimbulkan kecemasan emosional,” ujarnya kepada Sarah Lemire dari Today, 26 September 2023. “Kita tidak menjadi ketakutan.”
Sedangkan hantu, menurut Dillard, kita tak mengenal siapa sosoknya. Secara umum, dijelaskan Dillard, hantu adalah orang yang sudah mati, tetapi karena berbagai sebab, menolak pergi ke dimensi yang lebih tinggi.
"Mereka mungkin telah mengalami kecelakaan mendadak, atau beberapa kematian tiba-tiba, dan tidak menyadari bahwa mereka sebenarnya sudah meninggal," katanya kepada Today.
"Yang mereka lakukan adalah mencoba berpegangan pada segala jenis sumber energi; mereka akan berdiam di rumah atau orang-orang di dalam rumah."
Dillard percaya, hantu punya motivasi berbeda-beda. Ketika ada energi emosional yang kuat, kata Dillard, mereka tertarik. Sebab, hantu membutuhkan sumber energi.
“Terkadang hantu ingin ‘dikenal’, ingin diakui, karena mereka menginginkan reaksi emosional kita,” ujar Dillard. "Terkadang mereka juga ingin bantuan.”
Dalam kasus yang langka, Dillard mengatakan, beberapa hantu seperti poltergeist punya tujuan yang lebih gelap dan tertarik pada energi negatif. “Jika ada sesuatu yang terbang di sekitar ruangan, itu bisa menyakitimu. Mereka cenderung tak beraksi atau merespons kita, selain membangkitkan ketakutan dengan cara yang negatif,” kata Dillard.
Poltergeist adalah istilah dalam dunia paranormal, untuk menyebut suatu benda yang melayang dan tak diketahui kekuatan apa yang membuat benda itu melayang. Hingga kini, di Indonesia, fenomena poltergeist sangat jarang.
Bertemu dengan sosok diduga hantu, tentu sesuatu yang tak menyenangkan dan menakutkan. Bila hal itu terjadi, Dillard menyarankan untuk mengusirnya dengan lembut. "Anda bisa mengirim pesan pikiran atau pesan verbal," katanya.
Akan tetapi, psikolog klinis di Southern Illinois University Edwardsville, Stephen Hupp punya pandangan berbeda. Menurutnya, jika kita melihat sosok hantu, bisa jadi penyebabnya adalah pareidolia.
“(Pareidolia adalah) kecenderungan otak kita untuk menemukan pola—terutama wajah dan bentuk manusia—di antara rangsangan yang ambigu,” ujar Hupp kepada Live Science, 7 Oktober 2023.
“Contohnya, ketika kita melihat wajah atau bentuk di awan, atau ketika bentuk dan bayangan acak di dalam rumah yang gelap terlihat seperti hantu,” tutur Hupp.
Hupp menjelaskan, banyak fenomena yang sering disalahpahami sebagai pengalaman bertemu hantu. Contohnya, sleep paralysis atau kelumpuhan tidur. “Sleep paralysis adalah pengalaman yang membuat orang merasa seolah-olah telah melihat hantu, setan, atau alien,"
Menurut Live Science, salah satu kesulitan membuktikan secara ilmiah keberadaan hantu adalah ada banyak fenomena yang dikaitkan dengan hantu, seperti pintu yang tertutup sendiri, kunci yang hilang, hawa dingin di lorong, hingga pertemuan dengan anggota keluarga yang sudah mati.
Selain itu, tak ada definisi yang universal dan disepakati tentang apa itu hantu. Menurut Live Science, beberapa percaya hantu adalah roh orang mati yang “tersesat” dalam perjalanan menuju dimensi yang lebih tinggi, yang lainnya mengklaim hantu adalah entitas telepati yang diproyeksikan ke dunia dari pikiran kita.
“Ada juga yang menciptakan kategori khusus mereka sendiri untuk berbagai jenis hantu,” tulis Live Science. “Tentu saja, semuanya dibuat-buat, seperti berspekulasi tentang peri atau naga.”
Demi membuktikan eksistensi hantu, para pemburu hantu memanfaatkan berbagai metode untuk mendeteksinya. Kerap kali melibatkan ahli psikologi. Live Science menyebut, nyaris semua pemburu hantu mengklaim bersifat ilmiah. Sebagian besar menggunakan peralatan mutakhir, seperti detektor geiger, detektor medan elektromagnetik, detektor ion, kamera inframerah, dan mikrofon sensitif.
“Namun, tidak satu pun dari peralatan ini pernah terbukti benar-benar mendeteksi hantu,” tulis Live Science.
Di sisi lain, Live Science menulis, jika hantu itu nyata dan merupakan jenis energi atau entitas yang belum dikenal, maka keberadaannya akan sama seperti semua penemuan ilmiah lain—ditemukan dan diverifikasi ilmuwan lewat eksperimen terkontrol.
"Penjelasan supernatural sering dinyatakan dengan keyakinan, bahkan ketika tidak ada bukti nyata, dan keyakinan ini memberikan rasa kebenaran yang salah," kata Hupp.