Anggota Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (PERHI) Erwinanto menyebut, hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi) tidak memengaruhi tingkat keparahan dan fatalitas (kematian) seseorang yang terpapar Covid-19.
Namun, hipertensi adalah kontributor tunggal utama penyakit jantung, gagal ginjal, dan stroke (penyakit penyerta).
“Oleh karena itu, pasien hipertensi hendaknya minum obat teratur dengan proses yang tidak dikurangi untuk menurunkan risiko penyakit ginjal kronik, jantung, dan stroke, sehingga fatalitas akibat Covid-19 akan turun kalau pasien itu terpapar,” ucapnya dalam diskusi virtual Hari Hipertensi Sedunia, Kamis (6/5).
Ia pun mengajurkan pasien hipertensi untuk melanjutkan semua obat antihipertensi yang diberikan dokter. Apalagi, di masa pandemi Covid-19, pasien hipertensi harus lebih teratur minum obat. Ia mengingatkan, hipertensi tidak dapat disembuhkan, tetapi bisa dikontrol.
“Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor atau penghambat enzim pengubah angiotensin dan angiotensin II receptor blockers (ARB) itu diisukan meningkatkan kerentanan pasien terhadap Covid-19, itu tidak benar,” tutur Erwinanto.
Prevalensi penderita hipertensi di Indonesia masih tinggi. Bahkan, jumlah penderita hipertensi tidak mengalami penurunan dalam satu dekade terakhir. Ia mengungkapkan beberapa faktor risiko hipertensi. Yaitu, obesitas, kolesterol, diabetes, kurang olahraga, konsumsi garam tinggi, merokok, makanan tinggi kolesterol, minum alkohol, hingga sleep apnea (gangguan tidur).
Namun, faktor risiko dapat dikelola melalui olahraga teratur 30 menit, makan masakan sehat dengan sayur dan buah, serta mengkonsumsi garam minimal 5-6 gram sehari.
“Kita masih harus menurunkan berat badan. Tanpa menurunkan berat badan, (upaya) kita tidak akan efektif mencegah hipertensi,” ucapnya.