Apakah mimpi bisa memprediksi masa depan?
Kata orang, mimpi sekadar bunga tidur. Kenyataannya, mimpi lebih dari sekadar definisi klise itu.
Melansir Huffington Post, mimpi muncul dari alam bawah sadar dan terjadi dalam keadaan gelombang otak teta—gelombang yang berfungsi untuk mengoptimalkan belajar, ingatan, dan intuisi. Dalam situasi tersebut, kita terbuka menerima infrormasi dari bawah sadar.
Menurut riset yang diterbitkan jurnal Social Cognitive and Affective Neuroscience pada Juni 2023, dikutip dari Sleepopolis, mimpi mencerminkan pemrosesan ulang dalam tidur dari momen-momen intens yang dialami selama kita terjaga.
Penulis utama penelitian itu, Jean-Baptiste Eichenlaub mengatakan, aktivitas yang intens dan emosi yang terjadi dalam hidup seseorang terkait dengan intensitas tidur gerak mata cepat (rapid eye movement/REM) para peserta yang diteliti. Selain itu, pengalaman saat terjaga yang punya dampak emosional lebih tinggi, lebih mungkin diintegrasikan ke dalam mimpi peserta daripada aktivitas sehari-hari.
Sebagian orang percaya, mimpi bisa memprediksi masa yang akan datang. Misalnya, ketika kita bermimpi bertemu sahabat lama, beberapa hari kemudian di kehidupan nyata, kita benar-benar bertemu. Atau, ketika kita bermimpi terjadi gempa bumi, beberapa minggu kemudian, bencana alam itu benar-benar terjadi.
Para ahli menyebut mimpi yang demikian sebagai mimpi prekognitif—salah satu jenis mimpi, di mana mimpi itu menjadi kenyataan di masa depan. Intinya, isi mimpi punya kemiripan yang mendetail secara menyeluruh dengan kejadian yang akan datang.
Contoh mimpi “yang bisa meramal” adalah terbunuhnya Presiden Amerika Serikat ke-16, Abraham Lincoln pada April 1865. Beberapa malam sebelum tewas ditembak, Lincoln dikabarkan memimpikan kematiannya sendiri. Hal itu diungkap rekan Lincoln, Ward Hill Lamon.
Dikutip dari Sleep Foundation, Lincoln memimpikan orang-orang menangis. Di dalam mimpinya, ia menemukan mayat yang siap untuk dimakamkan di ruang timur Gedung Putih. Ia lalu menanyakan kepada sosok dalam mimpinya, soal apa yang terjadi. Sosok itu mengatakan, presiden dibunuh.
“Saat melaporkan mimpi ini kepada Lamon, Lincoln tampak gelisah dan ketakutan,” tulis Sleep Foundation.
Medical News Today menyebut, paling sering mimpi yang tampak memprediksi masa depan karena kebetulan, kenangan palsu, atau pikiran bawah sadar menghubungkan informasi yang diketahui.
Namun, ahli saraf kognitif dan psikolog eksperimental yang sudah lama mempelajari soal prekognisi, Juli Mossbridge percaya mimpi prekognitif benar-benar terjadi. Ia menulis di Daily Mail bahwa prekognisi dapat dianggap sebagai bentuk perjalanan waktu secara mental.
“Ini seperti tarikan dari masa depan,” kata Mossbridge.
Bagi kebanyakan orang, sebut Mossbridge, tarikan ini terjadi dalam bentuk aktivitas otak di malam hari, yakni mimpi. Menurutnya, prekognitif adalah pengalaman psikis yang paling sering dilaporkan, dengan penelitian menunjukkan 15% hingga 30% orang pernah mengalaminya.
“Peristiwa yang diramalkan di dalamnya, tampaknya terjadi sekitar 40% sehari setelah mimpi tersebut,” tulis Mossbridge.
Dalam Psychology Today, psikolog Mark Travers menulis, sebuah penelitian soal mimpi pada 2021 menjelaskan bagaimana pikiran kita menggabungkan berbagai fragmen pengalaman masa lalu ke dalam simulasi imajinasi peristiwa masa depan.
Mengingat kemampuan otak kita yang canggih untuk memprediksi pola probabilitas, kata Travers, mimpi dapat memberikan isyarat emosional dan situasional yang penting yang dapat menginformasikan tanggapan kita, jika ada versi mimpi yang ingin kita wujudkan dalam kehidupan nyata.
Para peneliti menemukan, mimpi paling sering ditelusuri kembali ke kenangan masa lalu atau terkait dengan peristiwa spesifik yang akan terjadi di masa depan. “Mimpi berorientasi masa depan akan diambil dari berbagai ‘sumber kesadaran’ atau peristiwa yang sedang terjadi dalam kehidupan atau pernah terjadi di masa lalu,” tulis Travers.
“Fragmen memori dan simulasi masa depan digabungkan ke dalam skenario baru yang kita lihat dalam mimpi kita.”
Terlepas dari itu, Health Line menulis, para ahli telah menemukan beberapa penjelasan soal mimpi prekognitif. Pertama, penarikan selektif.
“Menurut penelitian tahun 2014, ingatan selektif adalah salah satu kemungkinan penyebabnya,” tulis Health Line.
Kedua, asosiasi peristiwa yang tidak terkait. Health Line menulis, orang yang lebih percaya pada mimpi prekognitif akan memiliki kecenderungan lebih besar untuk membuat hubungan antara peristiwa yang tidak ada hubungannya.
Ketiga, kebetulan. Premisnya, seseorang bisa mengalami mimpi dalam jumlah yang sangat banyak, dengan topik yang sangat beragam sepanjang hidup. Maka, wajar jika terkadang sesuatu dalam hidup cocok dengan mimpi.
“Hal ini bukan hal yang wajar, namun pasti akan terjadi pada suatu saat, meskipun hal tersebut mustahil terjadi,” tulis Health Line.
“Dan semakin banyak mimpi yang Anda ingat, semakin besar peluang Anda mengalami sesuatu yang tampaknya selaras.”
Keempat, koneksi bawah sadar. “Sangat umum untuk bermimpi tentang hal-hal yang sering Anda pikirkan, terutama hal-hal yang membuat Anda khawatir,” tulis Health Line.
“Jika Anda bermimpi putus dengan pasangan, lalu benar-benar putus, Anda mungkin akan langsung teringat mimpi Anda tadi.”
Namun, perpisahan pada umumnya tak terjadi begitu saja. Mungkin kita mengalami beberapa masalah yang membuat kita khawatir akan terjadi perpisahan. Sekalipun kita tak khawatir secara aktif, faktor-faktor penyebabnya tetap ada, sehingga mimpi kita bisa saja muncul dari kesadaran kita pada masalah-masalah tersebut.
“Pikiran Anda juga dapat membuat koneksi yang tidak Anda sadari, dan ini dapat muncul dalam mimpi Anda,” tulis Health Line.