close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi asteroid./Foto Buddy_Nath/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi asteroid./Foto Buddy_Nath/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup - Riset
Senin, 21 Oktober 2024 06:14

Asal mula sebagian besar meteorit di Bumi

Penelitian di jurnal Astronomy and Astrophysics dan Nature mengungkap muasal meteorit yang ada di Bumi.
swipe

Sebuah tim internasional yang dipimpin tiga peneliti dari Centre National de la Recherche Scientifique (CNRS), European Southern Observatory (ESO, Eropa), dan Charles University (Republik Ceko) berhasil mengungkap kalau 70% dari semua meteorit yang jatuh ke Bumi berasal hanya dari tiga keluarga asteroid yang disebut Massalia, Karin, dan Koronis.

Temuan itu diterbitkan dalam jurnal Astronomy and Astrophysics berjudul “Source regions of carbonaceous meteorites and near-Earth objects”, serta dua di jurnal Nature bertajuk “Young asteroid families as the primary source of meteorites” dan “The Massalia asteroid family as the origin of ordinary L chindrites” Dengan penelitian ini, sebut CNRS, asal-usul lebih dari 90% meteorit kini sudah diidentifikasi.

Bagaimana muasal meteorit ditemukan sebelumnya?

Sky at Night Magazine menulis, asteroid merupakan pecahan yang tersisa saat tata surya pertama kali tercipta. Selama bertahun-tahun, ahli geologi dan pemburu meteorit telah melacak sekitar 70.000 meteorit, dan banyak di antaranya berakhir dalam katalog ilmiah.

Sekitar 6% meteorit diketahui berasal dari Bulan, Mars, atau Vesta—asteroid terbesar di sabuk utama. Dengan mencocokkan komposisi kimianya, asal-usul meteorit bisa diketahui. Pada beberapa kesempatan langka, meteorit ditemukan karena terlihat memasuki atmosfer Bumi dengan wujud bola api yang terang, seperti yang terjadi pada meteorit Winchcombe dan Chelyabinsk.

Para astronom bisa melacak kembali lintasan meteor yang datang untuk mengetahui dari mana asalnya di luar angkasa. Dari batuan angkasa yang tersisa, mayoritas merupakan kondrit biasa—batuan yang tak pernah menjadi bagian dari benda angkasa yang lebih besar.

Bagaimana metode penelitian ini?

Disebutkan Science Alert, tim peneliti menggunakan kombinasi pengamatan teleskop super detail dan simulasi pemodelan komputer untuk membandingkan asteroid di luar angkasa dengan meteorit yang ditemukan di Bumi.

Lalu mencocokkan jenis batuan dan jalur orbit di antara keduanya. Penelitian tersebut difokuskan pada kondrit H (zat besi tinggi) dan L (zat besi rendah), jenis yang paling umum mencakup sekitar 70% meteorit.

Tiga keluarga asteroid, yakni Massalia, Karin, dan Koronis, ditulis Sky at Night Magazine menghasilkan 70% dari semua meteorit yang berasal dari tiga tabrakan di sabuk asteroid utama. Saat benda induk terpecah selama tabrakan tersebut, tercipta sejumlah besar asteroid yang lebih kecil. Hal ini menciptakan awan besar batuan luar angkasa, yang dikenal sebagai keluarga asteroid.

Dengan memanfaatkan informasi ini, tulis Sky at Night Magazine, para peneliti membuat simulasi terperinci untuk memutar balik waktu dan menemukan kapan tabrakan yang awalnya menghasilkan asteroid itu kemungkinan terjadi, serta yang mana yang akan mengirim asteroid ke Bumi. Dari penelitian ini, para ilmuwan dimungkinkan bisa melacak asal-usul asteroid berukuran kilometer—ukuran yang mengancam kehidupan di Bumi.

Bagaimana tabrakan menciptakan begitu banyak meteorit?

Menurut Science Alert, para peneliti menemukan, Massalia, Karin, dan Koronis terletak di sabuk asteroid utama antara Mars dan Jupiter. Massalia mengalami tabrakan besar 466 juta tahun lalu dan 40 juta tahun lalu, sedangkan Karin dan Koronis mengalami tabrakan pada 5,8 dan 7,6 juta tahun lalu.

Sky at Night Magazine menyebut, Massalia terdiri lebih dari 6.000 asteroid, yang terpecah menjadi lebih dari 37% dari semua meteorit. Karin berisi sedikitnya 90 asteroid, sedangkan Koronis memiliki 5.940 anggota.

Lalu, mengapa tiga keluarga asteroid ini menjadi sumber begitu banyak meteorit? Menurut CNRS, hal itu bisa dijelaskan lewat siklus hidup keluarga asteroid. Keluarga asteroid muda dicirikan oleh banyaknya fragmen kecil yang tersisa dari tabrakan. Kelimpahan ini meningkatkan risiko tabrakan antarfragmen, ditambah dengan mobilitasnya yang tinggi, pelepasannya dari sabuk, yang mungkin ke arah Bumi.

Di sisi lain, keluarga asteroid yang dihasilkan dari tabrakan yang lebih lama merupakan sumber meteorit yang “terkuras”. Kelimpahan fragmen kecil yang pernah menyusunnya sudah terkikis secara alami, akhirnya menghilang setelah puluhan juta tahun tabrakan berturut-turut dan evolusi yang dinamis.

Sementara itu, Sky at Night Magazine menulis, asteroid dalam satu keluarga memiliki sifat orbit yang sama. Asteroid-asteroid itu semuanya relatif berkelompok, yang lebih memungkinkan terjadi tabrakan satu sama lain.

Ketika asteroid bertabrakan, mereka menciptakan awan asteroid yang lebih kecil. Dampaknya menciptakan lebih banyak lagi pecahan asteroid, yang beberapa di antaranya akan terlempar ke arah tata surya bagian daam dan akhirnya bertabrakan dengan Bumi.

“Hal ini terjadi pada semua keluarga asteroid, tetapi seiring berjalannya waktu, jumlah tabrakan akan berkurang karena jumlah pecahan kecil pelan-pelan berkurang selama beberapa puluh juta tahun,” tulis Sky at Night Magazine.

“Karena ketiga keluarga (asteroid) ini belum habis, mereka masih mengalami banyak tabrakan, yang mengakibatkan meteorit jatuh ke arah (planet) kita.”

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan