Saat meresmikan Gedung Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta di Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta pada Rabu (28/8), Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyinggung soal jumlah kematian ibu dan bayi di Indonesia yang tinggi. Dia mengatakan, jumlah kematian ibu di Indonesia ada pada rangking ke-9 dari 10 negara di ASEAN. Sementara kematian bayi atau anak ada di rangking ke-7 dari 10 negara di ASEAN.
Berapa angka kematian ibu dan bayi?
Dikutip dari situs web Kementerian Kesehatan (Kemenkes), angka kematian ibu melahirkan di Indonesia mencapai 189 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini menempati Indonesia berada di peringkat kedua tertinggi di ASEAN, jauh leih tinggi dibandingkan Malaysia, Brunei, Thailand, dan Vietnam yang sudah di bawah 100 per 100.000 kelahiran hidup.
Sedangkan kematian anak atau bayi tercatat mencapai 16,85 per 1.000 kelahiran hidup, yang membuat Indonesia ada di nomor tiga tertinggi di antara negara-negara ASEAN. Data Maternal Perinatal Death Notification (MPDN)—sistem pencatatan kematian ibu Kemenkes—jumlah kematian ibu pada 2022 mencapai 4.005. Tahun 2023 meningkat menjadi 4.129. Sementara kematian bayi pada 2022 sebanyak 20.882 dan tahun 2023 menjadi 29.945.
Secara global, UNICEF menyebut, dari tahun 2000 hingga 2020 rasio kematian ibu menurun sebesar 34% dari 339 menjadi 223 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Artinya, tingkat penurunan tahunan rata-rata sebesar 2,1%. Sementara, pada 2022 jumlah kematian balita per tahun turun menjadi 4,9 juta.
Apa penyebabnya?
Menurut UNICEF, penyebab kematian ibu secara global diakibatkan pendarahan pascapersalinan, preeklamsia, gangguan hipertensi, infeksi terkait kehamilan, dan komplikasi aborsi yang tidak aman, serta secara tak langsung kondisi medis yang sudah ada sebelumnya yang diperburuk oleh kehamilan.
Dikutip dari situs web Kemenkes, Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes, Lovely Daisy mengungkap, penyebab kematian ibu yang terbanyak adalah hipertensi dalam kehamilan atau eklamsia dan pendarahan. Sementara masalah kesehatan yang dialami ibu hamil, di antaranya 48,9% anemia, 12,7% hipertensi, dan 17,3% kurang energi kronik, serta 28% dengan risiko komplikasi.
UNICEF menyebut, secara global kematian bayi disebabkan penyakit menular, termasuk pneumonia, diare, dan malaria. Lainnya karena kelahiran prematur dan komplikasi terkait intrapartum.
Di Indonesia, Lovely Daisy mengatakan, kematian bayi banyak disebabkan oleh bayi berat lahir rendah atau prematuritas dan asfiksia. Bayi berat lahir rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan di bawah 2.500 gram, biasanya dialami bayi yang dilahirkan kurang dari masa kehamilan 37 minggu. Akibatnya, bayi prematur ini lebih rentan sakit dan menyebabkan kematian.
Bagaimana solusinya?
Dalam laporan yang diterbitkan National Acadeies Press (2013) ada delapan rekomendasi untuk mengurangi kematian ibu dan bayi di Indonesia.
Pertama, membangun fasilitas kesehatan yang tersertifikasi dan terakreditasi, dengan kemampuan perawatan obstetrik dan bayi baru lahir darurat dasar atau komprehensif. Kedua, membuat strategi teknis, rencana implementasi, dan peta jalan untuk mencapai cakupan yang tinggi dengan layanan kesehatan ibu dan bayi yang berkualitas di berbagai daerah.
Ketiga, pengorganisasian sistem perawatan, standarisasi pelatihan, dan perizinan penyedia layanan kesehatan harus dipusatkan di bawah satu badan pemerintah, yang diwakili pemerintah pusat di tingkat provinsi hingga desa.
Keempat, sistem pelatihan bidan terampil harus direvisi untuk mencakup pelatihan dokter dan perawat yang mengkhususkan diri dalam layanan obstetri, neonatal, dan anestesi darurat. Kelima, mekanisme pendanaan yang memadai dan efektif untuk layanan obstetri dan neonatal harus ditetapkan di bawah pengawasan pemerintah.
Keenam, mengumpulkan data tentang angka dan penyebab kematian ibu dan bayi yang relevan untuk mengambil keputusan yang tepat. Ketujuh, melibatkan masyarakat, termasuk komite relawan perempuan, posyandu, dan dinas kesehatan kabupaten. Terakhir, program yang mendorong pendidikan dan pemberdayaan perempuan terakit masalah persalinan.
Di sisi lain, Lovely Daisy mengatakan, Kemenkes telah membuat program pemeriksaan kehamilan dari empat kali menjadi enam kali. Sebanyak dua kali dalam enam pemeriksaan itu dilakukan dokter untuk mendeteksi risiko komplikasi yang terjadi pada ibu hamil.