Sebanyak 70% perusahaan di Asia Pasifik disebut bersedia membayar biaya sewa premium untuk menggunakan bangunan dengan sertifikasi berkelanjutan di masa yang akan datang.
Komitmen ini sejalan dengan pengembangan properti dengan konsep berkelanjutan di wilayah Asia Pasifik, di mana 40% pengguna menargetkan emisi karbon nol persen dan 40% lainnya berencana melakukan hal yang sama pada 2025.
Upaya dekarbonisasi real estat juga mendorong 80% pengguna dari segmen perusahaan untuk lebih memilih lokasi yang membantu mereka mengurangi emisi karbon, sementara 65% investor akan lebih fokus pada investasi bangunan yang ramah lingkungan.
Pandangan ini berasal dari laporan JLL Asia Pasifik bertajuk “Sustainable Real Estate: From ambitions to actions” yang melakukan survei terhadap lebih dari 550 pemimpin Corporate Real Estate (CRE) perusahaan.
Sekitar 90% perusahaan di Asia Pasifik setuju bahwa mengatasi emisi dari sektor properti sangatlah penting dalam upaya mencapai target emisi karbon nol persen.
Ini menandakan era baru untuk portofolio sewa dan investasi di industri properti regional. Menurut JLL, mayoritas perusahaan penyewa gedung berkonsep ramah lingkungan membayar biaya sewa sebesar 7%-10%, yang dapat menjadi tolok ukur bagi bisnis penyewaan di masa depan.
Bagi perusahaan yang beroperasi di Asia Pasifik, pengurangan penggunaan aktivitas karbon memiliki kaitan erat dengan properti. Para pengguna mengharapkan solusi properti yang dapat mendukung agenda keberlanjutan mereka.
"Ini akan mendorong investor untuk memprioritaskan investasi hijau, mengarahkan transformasi industri real estat menuju bangunan ramah lingkungan,” kata Chief Executive Officer, APAC, JLL Anthony Couse, dalam keterangan tertulis, Jumat (9/7).
Sementara itu, Chief Research Officer, JLL Asia Pacific, Roddy Allan mengatakan, di kawasan Asia Pasifik, masyarakat cenderung beralih ke bangunan ramah lingkungan dalam upaya mengatasi risiko iklim dan perusahaan bersedia membayar harga premium untuk memenuhi permintaan baru.
"Kalangan dunia usaha mulai memperlihatkan tanggung jawab yang lebih besar untuk mengambil tindakan nyata melalui portofolio properti mereka. Portofolio ini bergantung pada kemitraan antara penyewa dan investor untuk mengubah target keberlanjutan menjadi aksi nyata," ujarnya.
Namun, survei JLL pun menunjukkan bahwa sebagian besar organisasi perlu berbuat lebih banyak untuk merealisasikan komitmen mereka dengan target emisi karbon nol persen.
Pasalnya masih terdapat sejumlah kendala dalam mengejar target berkelanjutan di sektor properti. Sekitar 70% pengguna properti melaporkan kurangnya insentif pemerintah dan dukungan dari pemilik properti.
Selain itu, tiga dari empat perusahaan yang disurvei melihat infrastruktur teknologi yang kurang memadai sebagai sebuah rintangan dalam mencapai target tersebut.