Belajar dari Amerika Serikat yang gagal terapkan makan gratis bagi siswa
Program makan bergizi gratis dimulai pada Senin (6/1). Menurut Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Badan Gizi Nasional (BGN) Lalu Muhammad Iwan Mahardan, seperti dikutip dari Antara, prioritas pertama pemberian makan bergizi gratis pada Januari 2025 diberikan kepada para siswa sekolah.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi, dilansir dari Antara, berharap target 937 dapur makan bergizi gratis bisa tercapai pada akhir Januari 2025. Hingga akhir 2025 ditargetkan ada 5.000 dapur makan bergizi gratis dapat melayani 20 juta penerima manfaat, mulai dari siswa tingkat PAUD hingga SMA, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui.
Sebelumnya, pada November 2024 ketika Presiden Prabowo Subianto berkunjung ke Amerika Serikat, Presiden Joe Biden menyatakan dukungannya pada program makan bergizi gratis.
“Presiden Biden juga menyatakan dukungannya terhadap program nasional Indonesia untuk menyediakan makan bergizi dan sehat bagi anak sekolah dan ibu hamil,” tulis pernyataan Gedung Putih, dikutip dari Antara, Rabu (13/11/2024).
Padahal, Amerika Serikat sendiri gagal menerapkan program makan gratis bagi siswa secara nasional.
Bagaimana awal kebijakan secara nasional?
Ketika pandemi Covid-19 melanda dunia, pada Maret 2020, dikutip dari The Guardian, Kongres Amerika Serikat mengizinkan United States Department of Agriculture (USDA) untuk menerapkan keringanan biaya gizi anak, yang memungkinkan sekolah mendapatkan penggantian biaya dengan tarif lebih tinggi untuk menyediakan makanan gratis bagi semua siswa, terlepas dari kemampuan siswa untuk membayar.
Dengan aturan itu, orang tua siswa tak perlu lagi mengisi formulir aplikasi agar siswa dapat menerima makan siang gratis di sekolah. Sekolah pun dapat memperluas mekanisme distribusi makanan mereka, termasuk membagikan makanan di pinggir jalan kepada siswa selama masa karantina wilayah.
Menurut The Guardian, banyak manfaat pendidikan, kesehatan, dan perilaku bagi siswa yang makan pagi dan siang. Namun, jutaan siswa tak mampu membayar makan siang di sekolah dengan harga penuh. Survei sebelum pandemi oleh School Nutrition Association menemukan, sebanyak 75% distrik sekolah di Amerika punya utang makan siang siswa yang belum dibayar.
Aturan sebelumnya mewajibkan seorang siswa bisa memenuhi syarat untuk mendapatkan makanan bersubsidi, saat orang tuanya mengajukan aplikasi yang menyertakan sebagian informasi keuangan mereka. Menurut Direktur No Kid Hungry, Jillien Meier, aplikasi ini rumit dan dapat menyebabkan rasa malu pada siswa.
Seturut itu, Vox menyebut, pengaruh dari makan gratis sangat signifikan. Para orang tua, banyak dari mereka yang dipecat, sakit, dan miskin, tak perlu lagi khawatir soal biaya makan siang untuk anak-anaknya. Sekolah pun bisa mengabaikan dokumen yang memakan waktu, yang bertujuan menentukan siswa mana yang memenuhi syarat mendapat makanan bersubsidi.
“Dan anak-anak tidak lagi menghadapi ‘utang’ makan siang yang disimpan pihak sekolah saat siswa makan, tetapi tidak membayar, yang terlalu sering mengakibatkan penghinaan dan kecemasan bagi anak-anak,” tulis Vox.
Menurut Direktur Ruud Center for Food Policy and Health dan profesor Ilmu Pengembangan Manusia dan Keluarga di University of Connecticut, Marlene B. Schwartz dalam tulisannya di The Conversation, keuntungan terbesar dari makan gratis di sekolah secara nasional adalah lebih banyak siswa yang benar-benar mengonsumsi makanan yang bergizi.
Mengapa beralih ke masing-masing negara bagian?
Marlene B. Schwartz di The Conversation menulis, program makan gratis di sekolah diperbarui beberapa kali. Program layanan makanan sekolah itu beralih dari penyajian makanan di kafetaria dan merancang model distribusi baru untuk terus memberi makan gratis bagi siswa. Banyak staf penyedia makanan di sekolah di Amerika Serikat membuat makanan siap saji, yang dapat diambil orang tua, yang sangat penting pada musim semi tahun 2020 dan tahun ajaran berikutnya.
Perubahan besar, yang berlanjut selama tahun ajaran 2021-2022 adalah sistem sekolah bisa menyajikan makanan untuk semua siswa tanpa biaya.
Akan tetapi, program ini berakhir apda 30 Juni 2022. Alasannya, sebut Schwartz, Kongres tidak memasukkan anggaran dalam RUU belanja senilai 1,5 triliun dolar AS yang disahkan anggota DPR dan Senat pada Maret 2022.
Akibatnya, sebagian besar sekolah harus kembali menggunakan sistem sebelumnya, yakni sebagian keluarga tidak membayar sama sekali, sebagian mendapat potongan harga makan siang, dan sebagian lainnya harus membayar harga penuh.
Dikutip dari Vox, program tersebut menghabiskan biaya sekitar 11 miliar dolar AS per tahun ajaran. Utang makan di sekolah pun tersisa. Survei School Nutrition Association pada November 2022 menyebut, 96,3% distrik melaporkan, berakhirnya program itu telah menyebabkan peningkatan utang yang belum dibayar. Sementara menurut Education Data Initiative, dilansir dari Newsweek, utang makan sekolah negeri nasional, menurut perkiraan mencapai 262 juta dolar AS untuk tahun 2023.
Akhirnya, beberapa negara bagian, mengambil inisiatif sendiri: meloloskan program makan sekolah gratis secara luas. Dari 50 negara bagian di Amerika Serikat, menurut data New York City Food Policy, ada delapan yang menjadikan sarapan atau makan siang sekolah gratis secara permanen, antara lain California, Colorado, Maine, Massachusetts, Michigan, Minnesota, New Mexico, dan Vermont.
Apa saja evaluasinya?
The Hustle melaporkan, para kritikus makan gratis bagi siswa di Amerika Serikat menyebutkan penipuan sebagai alasan untuk tidak berinvestasi lebih lanjut di program itu. Makan siang gratis juga disebut tak menyelesaikan semua masalah keuangan yang dihadapi sekolah-sekolah setempat terkait produksi makanan.
“Makanan dan tenaga kerja masih mahal, dan penggantian biaya, baik dari pemerintah negara bagian maupun pemerintah federal, biasanya tidak cukup untuk menutupi semua biaya mereka,” tulis The Hustle.
Di sisi lain, para pendukung program ini menyebut, makan siang gratis membantu sekolah dan merangsang perekonomian. Sekolah punya konsistensi dan kontrol yang lebih baik terhadap anggaran mereka. Di saat yang sama, lantaran efisiensi, biaya per makanan menurun karena lebih banyak anak memilih makan siang.
Selain itu, sekolah yang menerapkan program makan siang gratis juga diketahui menyediakan lebih banayk makanan lokal, yang berujung pada lebih banyak bisnis bagi pemasok di area setempat. Organisasi filantropi Rockefeller Foundation mencatat, program makan siang gratis di Amerika Serikat menghasilkan keuntungan ekonomi sekitar 40 miliar dolar AS, dengan biaya kurang dari 20 miliar dolar AS karena program itu membantu mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesehatan.
Profesor bidang masyarakat sipil dan studi komunitas di University of Wisconsin-Madison Jennifer Gaddis dan profesor di sekolah pascasarjana pendidikan di University of Buffalo Sarah A. Robert, dikutip dari The Guardian, memberikan empat rekomendasi soal makanan di sekolah yang lebih baik, antara lain makanan di sekolah harus gratis untuk semua siswa, makanan harus dimasak (tidak hanya dipanaskan kembali) di dapur sekolah, pembelian bahan lokal dan berkelanjutan harus didukung pemerintah federal, serta waktu makan harus menjadi pengalaman edukasi yang menyenangkan dan berfokus pada kepedulian.