close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi perempuan independen./Foto kieutruongphoto/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi perempuan independen./Foto kieutruongphoto/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup - Hubungan dan Percintaan
Jumat, 13 Desember 2024 06:31

Benarkah pria insecure melihat pasangannya lebih sukses?

Jika pria insecure dengan pasangan yang lebih sukses, apa penyebabnya?
swipe

Setelah sebelumnya mendapat sorotan warganet usai menyinggung perkara semakin banyak perempuan independen dibanding pria mapan, kini aktris Prilly Latuconsina kembali menuai polemik. Sebabnya, dalam video viral yang beredar di media sosial, dia menyinggung soal pria insecure dan perempuan mandiri.

Dia membahas soal perempuan yang memiliki karier bagus dan punya uang lebih banyak, malah membuat pria merasa insecure. Namun, ketika pria dituntut untuk bisa menyediakan dan memberikan apa pun untuk pasangannya, kebanyakan malah komplain. Potongan video itu mengundang pro-kontra warganet.

Pernyataan Prilly tak sepenuhnya salah. Menurut penelitian yang dipublikasikan Journal of Personality and Social Psychology (2013) Kate A. Ratliff dari University of Florida dan Shigehiro Oishi dari University of Virginia menulis, pria secara otomatis mengartikan keberhasilan pasangannya sebagai kegagalan mereka sendiri. Bahkan saat mereka tidak bersaing secara langsung.

Bawah sadar pria mungkin terluka ketika pasangan mereka berprestasi. Pria cenderung merasa lebih buruk secara tidak sadar tentang dirinya sendiri, ketika pasangan mereka berhasil. Namun, sebaliknya, harga diri perempuan tak terpengaruh oleh keberhasilan atau kegagasan pasangannya.

“Wajar saja jika seorang pria merasa terancam jika pacarnya mengunggulinya dalam sesuatu yang mereka lakukan bersama, misalnya mencoba menurunkan berat badan,” kata Ratliff, dikutip dari American Psychological Association.

Para peneliti mempelajari 896 orang dari Amerika Serikat dan Belanda, dalam lima eksperimen. Dalam satu percobaan, 32 pasangan dari University of Virginia diberi tes pemecahan masalah dan kecerdasan sosial. Oleh para peneliti disebut harga diri eksplisit.

Peserta juga diberi tes untuk menentukan bagaimana perasaan bawah sadar mereka tentang kinerja pasangannya. Oleh para peneliti disebut harga diri implisit. Dalam tes ini, komputer melacak seberapa cepat orang mengaitkan kata-kata baik dan buruk dengan diri mereka sendiri.

Hasilnya, pria yang percaya pasangannya mendapat skor 12% teratas menunjukkan harga diri implisit yang jauh lebih rendah daripada pria yang yakin pasangannya mendapat skor 12% terbawah.

Hal serupa juga ditemukan dalam dua penelitian lain yang dilakukan di Belanda. Hasilnya, seperti pria Amerika Serikat, pria Belanda pun memikirkan keberhasilan pasangan mereka secara tidak sadar, merasa lebih buruk tentang diri mereka sendiri.

“Mereka mengatakan bahwa mereka merasa baik-baik saja, tetapi tes harga diri implisit mengungkapkan hal yang sebaliknya,” tulis American Psychological Association.

Dua percobaan terakhir dilakukan secara daring terhadap 657 peserta di Amerika Serikat. Sebanyak 284 di antaranya adalah laki-laki, yang diminta memikirkan ketika pasangan mereka berhasil atau gagal. Saat membandingkan semua hasil, para peneliti menemukan, tidak masalah apakah pencapaian atau kegagalan itu bersifat sosial, intelektual, atau terkait dengan keberhasilan maupun kegagalan peserta sendiri—laki-laki secara tidak sadar tetap merasa lebih buruk tentang diri mereka sendiri ketika pasangannya berhasil dibandingkan saat dia gagal.

Harga diri implisit pria mendapat pukulan lebih besar ketika mereka memikirkan pasangannya berhasil pada sesuatu, sedangkan mereka telah gagal. “Perempuan dalam eksperimen ini melaporkan, mereka merasa lebih baik tentang hubungannya saat memikirkan pasangannya berhasil, tetapi pria tidak,” tulis American Psychological Association.

Menurut Slate, penelitian tersebut mengungkapkan laki-laki telah menyerap stereotip gender yang yang menggambarkan mereka secara inheren lebih cerdas dan lebih mampu daripada perempuan. Slate menekankan alasan mengapa memikirkan keberhasilan pasangan dapat menyebabkan penurunan harga diri implisit bagi pria.

“Salah satunya adalah evaluasi diri yang positif sebagian berasal dari pemenuhan peran yang biasanya dikaitkan dengan jenis kelamin seseorang,” tulis Slate.

“Ada stereotip gender yang kuat di mana pria biasanya dikaitkan dengan kekuatan, kompetensi, dan kecerdasan.”

Sementara keberhasilan pasangan, terutama jika ditafsirkan sebagai kegagalannya sendiri, tidak sesuai dengan stereotip dan dapat berdampak negatif pada harga diri.

Di sisi lain, Strike Magazines menulis, salah satu alasan utama di balik kekhawatiran terhadap perempuan yang lebih mandiri adalah kurangnya kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pasangan. Secara tradisional, pria diharapkan—atau ingin dilihat sebagai—pemberi nafkah dalam suatu hubungan. Sementara perempuan yang lebih mandiri tidak selalu membutuhkan pria untuk memenuhi kebutuhannya.

Strike Magazine menegaskan, dalam kehidupan perempuan, kemandirian tak selalu tentang aspek finansial. Namun, mencakup cara seorang perempuan dapat menjalani kehidupan yang memuaskan dan penuh makna, walau tanpa pasangan.

Selain itu, dari penelitian yang dilakukan Elaine Hoan dan Geoff MacDonald dari University of Toronto, diterbitkan Social Psychological and Personality Science (Oktober, 2024) ditemukan, perempuan lajang lebih sedikit menginginkan hubungan serius ketimbang pria lajang.

Para peneliti mengumpulkan data dari 10 studi yang telah ada yang dilakukan antara tahun 2020 dan 2023. Studi-studi ini secara kolektif melibatkan 5.941 partisipan yang tak punya hubungan romantis pada saat pengumpulan data. Sampel dibagi rata antara pria dan perempuan, dengan partisipan berusia antara 18 hingga 75 tahun, dengan usia rata-rata 31,7 tahun.

Hasilnya, para peneliti menemukan, perempuan lajang melaporkan kepuasan yang lebih tinggi dengan status hubungan mereka. Hal ini menunjukkan, perempuan secara rata-rata lebih puas dengan status lajang mereka.

“Secara keseluruhan, kami menemukan, perempuan lajang lebih bahagia daripada pria lajang,” kata Hoan kepada PsyPost.

"Hal ini berlaku di semua pengukuran kami, termasuk seberapa puas mereka dengan kehidupan mereka dan status lajang mereka. Kami juga menemukan bahwa perempuan lajang melaporkan keinginan yang lebih rendah untuk memiliki pasangan romantis."

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan