Menjadi calon pengantin, kerap danggap sebagai hal yang rumit karena memerlukan persiapan yang matang, salah satunya mental pribadi. Ujian yang umumnya dihadapi pasangan calon pengantin yaitu tentang komunikasi, finansial, kesetiaan, dan kedua sisi keluarga dalam menyatukan adat yang berbeda.
Psikiater Zulvia Syarif, menyampaikan dampak seseorang sedang dibawah tekanan, sehingga wujud asli kepribadian seseorang muncul. Maka dari itu, penting agar pasangan dan kedua belah pihak keluarga dapat berkomunikasi dan berdisuki dengan baik,
“Perbedaan pandangan perlu kita sikapi sebagai suatu hal yang wajar, karena kita dua orang yang berbeda. Memiliki pemikiran, perasaan, pola perilaku yang berbeda, sehingga kita tidak bisa memaksakan semuanya harus sama. Terkadang kita bisa setuju untuk tidak sepakat atau sebaliknya, sepakat untuk tidak sepakat,” jelasnya dalam diskusi online, Kamis (3/11).
Menurut Zulvia, mewajarkan pandangan yang berbeda menjadi konsep awal dalam pernikahan. Tahap selanjutnya adalah berdisuksi bersama pasangan dalam berkomitmen, apabila kemudian hari akan mengalami perbedaan pendapat. Zulvia juga menambahkan, perjanjian pranikah bukan suatu kewajiban jika pasangan memiliki komitmen yang kuat dalam menjalani rumah tangga,
“Memang ada beberapa orang yang merasa perlu komitmen karena mungkin secara hukum lebih kuat, ada landasannya, terutama tentang keuangan. Namun, sebenarnya itu tidak harus, jika kita punya komitmen yang kuat bersama-sama” ujarnya.
Komitmen yang dimaksudnya adalah saat kedua pasangan memutuskan untuk bersatu dalam ikatan pernikahan. Lalu apabila menghadapi suatu masalah akibat perbedaan maka dapat merujuk pada komitmen sebagai penengah konflik. Namun, komitmen di atas kertas perjanjian pranikah bagi Zulvia, merupakan tanda rasa tidak percaya diri bahwa pernikahan akan berlangsung lama.