Survei penilaian integritas (SPI) pendidikan tahun 2023 menyebut, masih ada pungutan liar (pungli) di 44,86% sekolah dan 57,14% di perguruan tinggi. Modus pungli ini bisa berupa penjualan seragam sekolah atau kegiatan lain.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menilai, pungli di sekolah dan kampus harus diberantas karena membebani orang tua peserta didik. Oleh karena itu, dibutuhkan penguatan sistem transparansi dan akuntabilitas di sekolah dan kampus.
Institusi pendidikan, menurut Ubaid, mesti menganut asas keterbukaan karena banyak manajemen sekolah tertutup mengenai keuangan. Sebab, takut dipersoalkan orang tua siswa ketika sekolah melakukan pungutan lain dengan alasan pembelian buku atau kegiatan lain.
“Jangan seperti sekarang, seolah menjadi institusi yang tertutup. Bahkan banyak guru yang tidak tahu berapa sekolah kelola dana BOS (bantuan operasional sekolah) untuk apa saja,” ucap Ubaid kepada Alinea.id, beberapa waktu lalu.
“Sekolah perlu memperkuat sistem pengawasan dengan melibatkan orang tua dan stakeholder di luar sekolah. Hal ini akan memperkuat ekosistem sekolah supaya lebih inklusif dan partisipatif.”
Ubaid memandang, sekolah perlu melibatkan seluruh rencana pembelajaran siswa dengan orang tua. Mulai dari program sekolah hingga evaluasi. Segala urusan sekolah yang berdampak langsung pada siswa, kata dia, mesti dilakukan atas seizin orang tua.
“Jangan hanya urusan dana, baru rapat dengan orang tua,” kata Ubaid.
Sementara itu, pengamat pendidikan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Jejen Musfah mengatakan, praktik pungli di sekolah dan kampus lebih pada masalah mental guru, dosen, dan tenaga kependidikan karena terbiasa mencari “sampingan” lantaran tidak ada sistem dan yang meminimalisir pungli.
“Perbaiki mental guru, dosen, dan tenaga kependidikan, dengan penerapan sanksi yang tegas bagi pelaku pungli,” ujar Jejen, Jumat (25/10).
“Buat sistem yang meminimalisir pungli. Semua transaksi dilakukan secara online. Pimpinan lembaga pendidikan harus melakukan monitoring dan evaluasi atas potensi dan praktik pungli.”
Jejen menilai, tanpa sanksi tegas, sekolah akan terus menjadi sarang pungli. Karena itu, keterlibatan orang tua terhadap segala bentuk sumbangan mesti bermakna. Bahkan, orang tua yang tergabung dalam komite sekolah, bisa menentukan disetujui atau tidaknya sumbangan kepada siswa.
“Program dan lain-lain wajib melibatkan orang tua atau komite sekolah,” kata Jejen.