Keluarga menjadi faktor penting untuk mendukung tumbuh kembang anak. Meski demikian, ada beberapa orang tua yang justru menghambat perkembangan anak, karena pola pengasuhan manipulatif atau manipulative parenting.
Pola pengasuhan semacam ini memanipulasi kondisi psikologis atau emosi anak agar mau atau tidak melakukan sesuatu. Cara yang dilakukan pengasuhan manipulatif menimbulkan rasa tidak nyaman bagi anak secara emosional, sehingga muncul dampak negatif.
Grace E. Sameve, M.A, M.Psi, Psikolog, menjelaskan bahwa seharusnya orang tua bertugas untuk membimbing, mengajarkan, dan memberitahu sesuatu yang benar kepada anak. Pengasuhan manipulatif membuat anak merasa bersalah,
“Dampak pengasuhan manipulatif ini bukannya anak jadi belajar, mungkin contohnya anak menjadi merasa bersalah. Lalu terkait kecemasan, seperti memberi ancaman kepada anak. Orang tua yang biasanya manipulatif secara emosi justru membuat kasih sayangnya menjadi sesuatu yang harus diperoleh atau diusahakan oleh anak, jadi misalnya ‘kalau kamu gak begini, nanti udah gak sayang lagi’,” jelasnya.
Ia juga menambahkan, pengasuhan manipulatif dari sisi finansial juga dapat terjadi dengan tujuan orang tua mendapatkan keuntungan. Menurut Grace, dalam konteks ini, yaitu ketika orangtua menggunakan uang sebagai hadiah bukan dalam rangka mengedukasi anak, melainkan untuk memastikan agar anak melakukan apa yang diinginkan orang tua,
“Kata manipulasi menarik karena semua hal yang tidak natural, kalau kita sudah melakukan sesuatu untuk mengintervensi, namanya sudah manipulasi. Namun, balik lagi, tujuannya untuk apa karena anak-anak juga butuh reward. Misalnya, orang tua tahu bahwa aspek kapasitas akademisi anak kurang unggul, tetapi orang tua paksa, sehingga anak menjadi stres,” ucapnya.
Grace menyebut, pengasuhan manipulatif dapat disebabkan oleh banyak hal. Namun, ia menyebut terdapat 3 penyebab umum yang biasa dialami oleh orang tua. Pertama, balas dendam atau sensitif terhadap kegagalan sebab merasa belum tercapai atau terselesaikan oleh orang tua, sehingga ingin agar anak bisa mewujudkannya.
Kedua, orang tua mendapat tekanan dari lingkungan luar, merasa ingin terus bersaing dengan orang lain, membandingkan orang lain, dan memiliki sifat ambisius, sehingga menerapkan pengasuhan manipulatif agar menyesuaikan dengan tekanan atau standar sosial. Ketiga, tidak mengetahui cara lain dan kemungkinan didikan orang tua yang dulu dilakukan tidak berpengaruh, padahal setiap orang memiliki kapasitas yang berbeda-beda.