close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi mobil kecelakaan./Foto PublicDomainPictures/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi mobil kecelakaan./Foto PublicDomainPictures/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup
Selasa, 06 Agustus 2024 06:05

Celaka mengemudi usai mengonsumsi ekstasi

Alkohol merupakan zat yang sering ditemui pada pengendara yang mabuk saat mengemudi, selain ganja dan ekstasi.
swipe

Sabtu (3/8), selepas subuh di Jalan Tuanku Tambusai, Kota Pekanbaru, Riau, seorang ibu rumah tangga yang tengah mengendarai sepeda motor tewas ditabrak mobil yang dikendarai seorang mahasiswi bernama Marisa Putri, 21 tahun.

Setelah diamankan polisi, diketahui Marisa baru pulang dugem dan mabuk alkohol. Usai dilakukan tes urine, Marisa ternyata juga positif narkoba jenis ekstasi. Atas perbuatannya, Marisa yang ditetapkan sebagai tersangka terjerat Pasal 310 ayat 4 Jo Pasal 311 Undang-Undang Lalu Lintas dengan ancaman 12 tahun penjara.

Ekstasi merupakan obat sintetis yang populer di kalangan pengunjung kelab malam karena efek euforia yang ditimbulkannya. Efek itu dialami sekitar satu hingga empat jam setelah dikonsumsi.

Banyak zat yang dapat mengubah fungsi otak, yang bisa mengubah berbagai aspek kinerja mengemudi saat dikonsumsi. Salah satunya mengonsumsi obat-obatan terlarang. Mengemudi sendiri merupakan tugas yang kompleks, di mana seseorang harus terus menerus fokus pada diri sendiri dan lingkungan sekitar.

National Survey on Drug Use and Health (NSDUH) tahun 2021—dikutip dari situs web National Institute on Drug Abuse (NIDA)—mengungkap, 13,5 juta orang berusia 16 tahun atau lebih mengemudi dalam keadaan mabuk alkohol dan 11,7 juta mengemudi dalam keadaan mabuk obat-obatan terlarang, termasuk ganja.

NSDUH juga melaporkan, orang dewasa berusia 21 hingga 25 tahun yang mengemudi setelah mengonsumsi obat-obatan atau minuman beralkohol sebanyak 15,0%, lebih tinggi daripada orang dewasa muda berusia 16 hingga 20 tahun (7,5%) atau orang dewasa berusia 26 tahun atau lebih (7,7%).

Alkohol paling umum ditemukan orang yang mabuk saat mengemudi dan mengalami kecelakaan. Diikuti dengan ganja dan ekstasi.

Menurut NIDA, efek obat-obatan tertentu pada keterampilan mengemudi berbeda-beda, tergantung pada cara kerjanya di otak. Ganja misalnya, dapat memperlambat reaksi, mengganggu penilaian waktu dan jarak, serta mengurangi fokus. Pengemudi yang menggunakan kokain atau sabu-sabu dapat bersikap agresif dan gegabah saat berkendara.

“Penelitian telah menunjukkan, dampak negatif ganja pada pengemudi, antara lain menyebabkan perpindahan jalur, waktu reaksi yang buruh, dan perhatian terhadap jalan,” tulis NIDA.

“Penggunaan alkohol dengan ganja membuat pengemudi lebih terganggu, menyebabkan perpindahan jalur yang lebih jauh.”

Para peneliti asal Italia dalam jurnal Forensic Science International: Synergy (2022) menyebut, penggunaan ekstasi yang termasuk jenis amfetamin pada pengemudi truk meningkatkan risiko kecelakaan fatal sebanyak lima kali lipat. Para peneliti menulis, penggunaan amfetamin telah terbukti mengganggu fungsi kognitif, seperti kerja memori dan persepsi gerakan. Dampak negatif saat mengemudi, misalnya kontrol lateral dan kecepatan.

“Penelitian menggunakan simulator mengemudi menunjukkan, penggunaan amfetamin meningkatkan pemberian sinyal yang tidak tepat, pelanggaran sinyal, waktu reaksi yang lambat, dan penerimaan celah yang lebih kecil untuk manuver kendaraan,” tulis para peneliti.

Menurut para peneliti dari Swiss, antara lain Kim P.C. Kuypers, Wendy M. Bosker, dan Johanes G. Ramaekers dalam jurnal Drugs, Driving and Traffic Safety (2009), ekstasi terbukti memengaruhi perilaku saat mengemudi. Ketika siang hari dalam dosis sedang dan tanpa penggunaan zat lain secara bersamaan, menurut para peneliti, ekstasi memberikan efek stimulasi pada kinerja waktu reaksi.

Namun, kata Kuypers dkk, ketika ekstasi dikombinasikan dengan alkohol atau kurang tidur, efek stimulasi ini tidak lagi terlihat. Penggunaan ekstasi secara bersamaan dengan ganja atau alkohol, umum terjadi. Selain itu, mereka biasanya mengonsumsi obat tersebut pada malam hari dan mengemudi di pagi hari, setelah berpesta semalaman dan kurang tidur.

“Data eksperimen telah menunjukkan, efek stimulasi ekstasi tidak cukup besar untuk mengimbangi efek gangguan akibat kurang tidur,” tulis para peneliti.

“Pengguna ekstasi tidak dapat secara akurat memperkirakan gangguan objektif mereka ketika berada di bawah pengaruh obat itu.”

Kuypers dkk melanjutkan, riset epidemiologi dan kasus telah menunjukkan, ekstasi pada dosis normal dapat mengganggu kinerja mengemudi, yang ditandai dengan perilaku sembrono seperti ngebut dan menerobos lampu lalu lintas.

“Singkatnya, ekstasi dapat memberikan efek stimulai pada beberapa aspek mengemudi ketika diberikan dalam dosis rendah. Namun, ekstasi cenderung menghasilkan gangguan mengemudi dalam kombinasi dengan obat lain atau selama kurang tidur," ujar Kuypers dkk.

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan