Sebagai salah satu destinasi pilihan para wisatawan lokal dan mancanegara, Bali memang menjadi tempat berlibur paling nyaman dan lengkap. Alam yang masih terbilang perawan ditambah magnet budaya masyarakat Bali menggerakkan para turis melancong ke Pulau Dewata ini.
Namun tahukah anda, bahwa di balik pesona alam Bali yang indah ini menjadi tempat horor bagi sejumlah satwa yang dijadikan hiburan para wisatawan? Belum lama ini, salah satu organisasi pencinta satwa yang mengatasnamakan World Animal Protection asal Amerika Serikat, merilis sebuah laporan berjudul "Bali horror: wildlife tourist attractions are living hell for animals."
Laporan yang dipublikasikan pada Mei silam tersebut menjelaskan tempat hiburan satwa di Bali yang entah menggunakan Gajah, Harimau, Lumba-lumba, dan orang utan demi menyenangkan para wisatawan justru menjauhkan sifat alami para satwa tersebut. Bahkan, laporan tersebut menyebut bahwa para satwa tidak diberikan kehidupan yang layak di penangkaran.
Laporan berdasarkan penyelidikannya di 26 lokasi wisata alam liar di Bali, Lombok, dan Gili Trawangan yang secara kolektif menampung 1.500 hewan. Hasil temuan menunjukkan 100% tempat yang menggunakan satwa sebagai hiburan tidak memiliki tempat yang layak. Bahkan kualitas hidup para satwa tersebut tidak baik.
Hampir semua hewan-hewan tersebut akan menghabiskan sisa hidup mereka menderita di penangkaran, dalam kondisi yang memprihatinkan. Para satwa dipaksa untuk bertahan dari hari ke hari hingga mengalami penyiksaan demi menghibur wisatawan yang datang.
CEO World Animal Protection, Steve Mcvlor menjelaskan temuan yang paling terparah sepanjang hasil investigasinya adalah kondisi lumba-lumba yang ditempatkan pada satu kolam kecil. Kedalamannya bahkan hanya sepuluh kaki dan menampung empat lumba-lumba hidung botol.
"Diantara lumba-lumba tersebut, ada yang giginya dipaksa dicabut dan bahkan dihabisi giginya," jelas Steve seperti dikutip World Animal Protection.
Adapula gajah-gajah yang seringkali ditunggangi para wisatawan di Bali, nyatanya kata Steve telah melalui proses pelatihan yang kejam dan intensif yang membuat para gajah mengalami sakit parah dan trauma. Orang utan juga tidak luput dari penyiksaan. Swafoto atau selfie dengan orang utan rupanya salah satu bentuk penyiksaan yang diterima.
"Orang utan dipaksa untuk menghibur antrean wisatawan, dan banyak diantara mereka tidak memiliki kebebasan bergerak, peluang untuk berinteraksi. 80% tempat isitirahat mereka tidak memenuhi kebutuhan dasar hewan liar seperti di penangkaran," terang Steve.
Lebih lanjut, Steve mengatakan satwa-satwa tersebut diambil sejak bayi dan dibesarkan di penangkaran untuk ditempatkan di tempat yang kotor dan sempit. Bahkan berulang kali dipaksa untuk berinteraksi dengan para turis selama berjam-jam.
Diakui Steve, Bali memang surga yang indah dan perekonomian di daerah tersebut amat bergantung pada jutaan turis yang berpergian ke sana setiap tahun. Sayangnya, Bali justru menjauhkan kesejahteraan hewan dan menempatkannya di tempat-tempat yang mengerikan.
Steve pun mendesak kepada semua wisatawan, baik lokal ataupun internasional untuk tidak melakukan hal yang sama dan tidak perlu untuk mengunjungi tempat tersebut. Bahkan mengajak untuk memboikot perusahaan-perusahan yang melakukan atraksi menggunakan satwa liar.
"Jika kamu bisa naik, memeluk atau ber-selfie dengan satwa liar, maka itu adalah bentuk kekejaman. Jangan lakukan. Tidak peduli seberapa banyak likes yang kamu dapatkan di sosial media," imbuh Steve.
Sebelumnya, Steve juga bercerita ketika dia bersama timnya juga melakukan investigasi yang sama, meskipun satwa-satwa juga dijadikan sebagai objek wisata. Tapi pengelola bisa menempatkan dan memperhatikan kesejehteran para hewan dengan baik.
Untuk menyelamatkan satwa-satwa liar tersebut, setidaknya kata Steve pihaknya telah mendesak perusahan-perusahan travel untuk berhenti menawarkan wahana menumpangi gajah, Berikut juga pertunjukkan satwa liar di dalam paket wisata yang mereka tawarkan.
Jadi, masih tega untuk menonton sirkus satwa liar?