Cuaca ekstrem yang melanda Indonesia membuat salju es turun di sejumlah wilayah pegunungan, termasuk Dieng, Bromo, hingga Semeru.
Suhu dingin yang membekukan embun di wilayah dataran tinggi Dieng di Jawa Tengah berasal dari aliran massa udara atau monsun dingin dan kering dari wilayah Benua Australia.
"Kejadian kondisi suhu dingin tersebut merupakan fenomena yang normal," kata Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) R Mulyono R Prabowo, Selasa (25/6).
Secara klimatologis, monsun dingin Australia aktif pada Juni, Juli, dan Agustus, yang umumnya merupakan periode puncak musim kemarau di wilayah Indonesia selatan ekuator.
Desakan aliran udara kering dan dingin dari Australia menyebabkan udara lebih dingin, terutama pada malam hari dan di wilayah dataran tinggi atau pegunungan.
"Kondisi musim kemarau dengan cuaca cerah dan atmosfer dengan tutupan awan sedikit di sekitar wilayah Jawa-Nusa Tenggara dapat memaksimalkan pancaran panas bumi ke atmosfer pada malam hari sehingga suhu permukaan bumi akan lebih rendah dan lebih dingin dari biasanya," kata Mulyono.
Kondisi ini bertolak belakang dengan kondisi saat musim hujan atau peralihan, ketika kandungan uap air di atmosfer cukup banyak karena banyaknya pertumbuhan awan dan atmosfer menjadi semacam "reservoir panas" sehingga suhu udara permukaan bumi lebih hangat.
Berdasarkan pengamatan BMKG, dalam sepekan terakhir suhu udara lebih rendah dari 15 derajat Celsius tercatat meliputi wilayah seperti Frans Sales Lega (Nusa Tenggara Timur) dan Tretes (Pasuruan). Suhu di Frans Sales Lega bahkan sampai serendah 9,2 derajat Celsius pada 15 Juni 2019.
Suhu dingin akan lebih terasa dampaknya di wilayah dataran tinggi seperti Dieng dan daerah pegunungan lain tempat kondisi ekstrem dapat menyebabkan terbentuknya embun beku.
Suhu dingin menurut prakiraan dapat berlangsung selama periode puncak musim kemarau, Juni-Juli-Agustus, terutama di wilayah Jawa hingga Nusa Tenggara.
Semeru membeku
Embun pagi yang membeku atau dikenal dengan sebutan embun upas menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang melakukan pendakian ke Gunung Semeru dengan ketinggian 3.676 meter dari permukaan laut (mdpl) di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, khususnya pada musim kemarau saat ini.
"Para pendaki selalu berswafoto ketika menjumpai embun upas yang merupakan fenomena alam yang menarik untuk diabadikan di sepanjang jalur pendakian Gunung Semeru," kata salah seorang pendaki gunung Agus, yang ditemui di Kabupaten Lumajang.
Menurutnya embun upas biasanya dapat ditemukan di beberapa titik di kawasan gunung tertinggi di Pulau Jawa tersebut pada saat musim kemarau karena suhu udara nol derajat, sehingga para pendaki juga harus mewaspadai cuaca ekstrem yang sangat dingin tersebut.
"Fenomena alam embun upas menjadi daya tarik tersendiri bagi para pendaki di Gunung Semeru, apalagi saat ini musim liburan sekolah," katanya.
Sementara itu, Kepala Resort Ranupani Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) Susion mengatakan embun upas dapat ditemukan di sepanjang jalur pendakian Gunung Semeru di kawasan Ranu Kumbolo, Oro-oro Ombo, Jambangan, Cemoro Kandang, dan Kalimati saat pagi hari.
"Setiap hari jumlah wisatawan yang melakukan pendakian di Gunung Semeru selama liburan sebanyak 600 orang sesuai dengan kuota yang diberlakukan dan menggunakan sistem booking daring, serta tahun ini sudah menggunakan sistem virtual akun," katanya.
Ia mengimbau para pendaki untuk menyiapkan fisik dan mental yang prima saat melakukan pendakian ke gunung yang memiliki ketinggian 3.676 mdpl tersebut, sehingga kondisi kesehatan pendaki harus benar-benar sehat.
"Saat musim kemarau, suhu udara di Gunung Semeru cukup dingin, sehingga pendaki juga harus membawa baju hangat, makanan, dan obat-obatan ringan harus tersedia di setiap rombongan, apabila ada pendaki yang mengalami sakit saat perjalanan," katanya.
TNBTS membuka kembali jalur pendakian Gunung Semeru untuk umum pada 12 Mei 2019, setelah ditutup sejak 3 Januari 2019 karena cuaca buruk dan pemulihan ekosistem di kawasan tersebut.
Batas pendakian terakhir yang direkomendasikan oleh Pos Pengamatan Gunung Api Gunung Semeru, Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) yakni di Pos Kalimati dengan ketinggian 2.700 mdpl, sehingga para pendaki tidak direkomendasikan untuk melanjutkan pendakian hingga puncak Semeru (Mahameru) dengan alasan keselamatan.
"Kami imbau pendaki mematuhi rekomendasi tersebut dan tidak nekat naik ke Mahameru karena berbahaya, serta kami imbau pendaki juga menjaga kebersihan di sepanjang jalur pendakian agar terwujud zero accident dan zero waste di gunung tertinggi di Pulau Jawa tersebut," demikian Susion. (Ant).