close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi PS Hizbul Wathan. Alinea.id/Oky Diaz.
icon caption
Ilustrasi PS Hizbul Wathan. Alinea.id/Oky Diaz.
Sosial dan Gaya Hidup
Sabtu, 07 Maret 2020 14:39

Gocekan dakwah Muhammadiyah lewat klub sepak bola PS Hizbul Wathan

Nama Hizbul Wathan erat kaitannya dengan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan yang diprakarsai pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan pada 1918.
swipe

Pekan lalu, Pengurus Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur mengakuisisi klub sepak bola Semeru FC Lumajang, yang berlaga di Liga 2. Klub itu lantas bersalin nama menjadi Persigo Semeru Hizbul Wathan (PS HW). Stasion Gelora Delta Sidoarjo, Jawa Timur, menjadi markas tim berjuluk Laskar Matahari ini menjamu klub lain yang bertandang.

“Kami menerima tawaran akuisisi, itu menjadi momentum yang bagus,” kata Wakil Ketua PWM Jatim Nadjib Hamid saat dihubungi reporter Alinea.id, Kamis (5/3).

“Kami tidak memikirkan aspek bisnis, tapi bagaimana kami bisa berdakwah lewat olahraga.”

Muhammadiyah dan sepak bola

Penulis buku Merayakan Sepakbola: Fans, Identitas, dan Media (2017) Fajar Junaedi mengatakan, sebagai organisasi Islam modern, Muhammadiyah tidak alergi mengadopsi berbagai hal yang berbau Barat, seperti sepak bola.

Klub sepak bola Hizbul Wathan pun lahir dari kiprah Muhammadiyah di masa lalu. Nama Hizbul Wathan erat kaitannya dengan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan yang diprakarsai pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan pada 1918.

“Kepanduan di bawah Muhammadiyah ini bisa menarik minat anak muda, termasuk dalam bermain sepak bola,” kata Fajar saat dihubungi, Jumat (6/3).

Fajar menuturkan, kaitan Muhammadiyah dan sepak bola bisa dilacak sejak Ki Bagoes Hadikoesoemo mendirikan klub sepak bola Kaoeman Voetbal Club (KVC), yang nantinya bernama persatuan sepak bola Hizbul Wathan (PS HW).

Ki Bagoes Hadikoesoemo merupakan Ketua Umum Muhammadiyah ke-5, menjabat pada 1944-1953. Ia pernah menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

“Lalu karena dirasa membutuhkan lapangan yang representatif, maka dibangun Lapangan Asri,” ucap dosen ilmu komunikasi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini.

Lapangan Asri terletak di Kuncen, Wirobrajan, Yogyakarta. Kini, lapangan itu sebagian menjadi kampus UMY lama.

Suporter Semeru FC Lumajang. /Foto Facebook Semeru FC Lumajang.

Menurut M. Sukriyanto AR dalam tulisannya “KH Ahmad Dahlan dan Sepak Bola” yang terbit di buku Kosmopolitanisme Islam Berkemajuan: Catatan Kritis Muktamar Teladan ke-47 Muhammadiyah di Makassar 2015 (2016), lapangan itu terbangun berkat warga Muhammadiyah di bawah kepemimpinan Farid Makruf—pernah menjabat sebagai Menteri Muda Urusan Haji di masa pemerintahan Soekarno—yang bersedia membeli dan mewakafkan lahan.

“Akhirnya terbeli sekitar dua setengah hektare lahan untuk lapangan bola,” tulis Sukriyanto.

Arsitek dan pimpinan pembangunannya diserahkan kepada Soeratin Sostrosoegondo—salah seorang pendiri PSSI dan Ketua Umum PSSI pertama.

“Artinya, Soeratin adalah bagian dari circle-nya orang-orang Muhammadiyah juga. Nah, bendahara pertama PSSI sekaligus pendiri PSSI, Abdul Hamid itu pengurus Muhammadiyah juga,” kata Fajar.

Abdul Hamid, yang merupakan santri KH Ahmad Dahlan, menjadi salah seorang tokoh yang mengembangkan PS HW. Ia tokoh penting berdirinya Perserikatan Sepakbola Indonesia Mataram (PSIM) dan pernah menjadi ketuanya.

Dengan adanya lapangan tersebut dan keseriusan Muhammadiyah membina pemain sepak bola, di lingkungan Muhammadiyah berdiri banyak klub, yang menyematkan PS HW di depannya, seperti PS HW Bantul, PS HW Sleman, PS HW Gunung Kidul, PS HW Solo, PS HW Banjarmasin, dan PS HW Malang.

Fajar mengatakan, klub sepak bola Muhammadiyah ini menjadi anggota perserikatan di kota masing-masing. PS HW Yogyakarta di bawah internal PSIM.

“Di kota lain tidak se-perform di Yogyakarta. Tapi, yang perlu dicatat di berbagai kompetisi tarkam (turnamen antarkampung) itu masih sering kita jumpai klub yang menggunakan nama HW. Klub itu didirikan dan dikelola eksponen Muhammadiyah,” ucapnya.

PS HW pun menyumbang talenta terbaiknya untuk tim nasional Indonesia. Misalnya saja Djamiat Dalhar, legenda Persija Jakarta. “Dia menjadi salah satu bintang timnas Indonesia era 1950-an bersama Ramang,” tuturnya.

Akuisisi Semeru FC Lumajang oleh Pengurus Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur. /Foto Youtube Feri Yudi.

Membina akhlak

Pembina UKM sepak bola Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta Yudiakto Pramudya mengatakan, keberadaan PS HW disinyalir sudah ada sejak 1923.

Yudiakto mengatakan, Muhammadiyah pun pernah membantu beberapa klub Liga Indonesia. Misalnya, organisasi Islam ini pernah menyediakan ruangan untuk kantor Persis Solo. Lalu, pernah menolong Arema Malang yang kesulitan keuangan, ketika tampil di babak 8 besar Liga Indonesia pada 2000.

“Ada juga yang dengan dukungan terkait dana, tempat, dan support sainsnya,” ucapnya saat dihubungi, Sabtu (7/3).

Ia menuturkan, sebagai tim baru, PS HW akan menghadapi tantangan lumayan berat di Liga 2. Sebab, mereka harus meladeni berbagai klub yang sudah pengalaman, dengan suporter dan terlatih secara mental.

“Itu bukan berarti klub baru enggak bisa secara instan mendapatkan suporter. Mungkin bisa mengandalkan romantismenya warga Muhammadiyah. Tapi, seberapa banyak warga Muhammadiyah yang suka sepak bola?” ujarnya.

Direktur Teknik PS HW Jatim, Hanafing mengatakan, klub sepak bolanya sudah mengelola berbagai tim di Sidoarjo, Ponorogo, Surabaya, dan Lamongan. Klub sepak bola di kota-kota tersebut memperoleh pembinaan dari PS HW sebagai program awal 2020. Pemain-pemain terbaik yang berusia 16-20 tahun lalu dikumpulkan di akademi, kemudian dilatih dengan menggandeng Persebaya Surabaya.

Setelah PWM Jatim mengakuisisi Semeru FC Lumajang, PS HW mengawal pembinaan pemain di akademi mereka sebagai fondasi dan persiapan kompetisi Liga 2.

“Kami mencari pemain yang tidak sembarangan juga karena filosofi PS HW profesional yang berakhlaqul karimah,” tutur Hanafing saat dihubungi, Kamis (5/3).

Hanafing mengatakan, pemain bagus tetapi mental dan akhlaknya buruk, tidak bisa direkrut mereka. “Tidak cocok di PS HW yang identik dengan Muhammadiyah,” katanya.

Sementara menurut Nadjib, PWM Jatim ingin berkontribusi untuk membina akhlak para pemain. Sebab, ia mencermati, dalam sepak bola Indonesia sering terjadi praktik tidak terpuji.

Nadjib juga menyayangkan betapa banyak suporter sepak bola yang mengabaikan aspek ibadah karena keasyikan menonton laga lapangan hijau. Oleh karena itu, kata dia, PWM Jatim merasa perlu melakukan pembenahan dari aspek akhlak dan moral.

“Harapannya, ke depan banyak pemain sepak bola profesional di tingkat nasional yang memiliki integritas moral,” ujarnya.

“Muhammadiyah memiliki peluang yang sangat besar untuk itu.”

Hanafing mengaku, selain mengejar prestasi sepak bola, pembinaan PS HW harus mendidik akhlak para pemain, agar bisa jauh dari suap, berfoya-foya, dan mengonsumsi minuman keras.

Pemain sayap kiri terkenal di Indonesia era akhir 1980-an hingga awal 1990-an itu mengatakan, merekrut pemain yang berpotensi bisa menonjolkan citra baik sepak bola.

“Para pemain dari luar PS HW juga diperbolehkan mendaftar Persigo Semeru Hizbul Wathan asalkan bersedia mengikut filosofi PS HW,” kata dia.

Klub yang berlaga di Liga Hizbul Wathan 2019. /Foto Facebook Eko Hijrahyanto Erkasi.

Berdakwah lewat bola tak efektif?

Di sisi lain, Fajar Junaedi menuturkan, orientasi Muhammadiyah merambah sepak bola bukan cuma mengejar prestasi, tetapi mengkader pemain. Keseriusan Muhammadiyah pun terlihat dari berbagai infrastruktur yang dibangun untuk PS HW.

“Klub Liga 1 saja belum tentu memiliki lapangan berlatih. Tapi, klub seperti PS HW UMY itu memiliki lapangan. Bahkan, ketika bermain pun ambulans selalu siap,” ucapnya.

Ia menjelaskan, Muhammadiyah melengkapi infrastruktur sepak bola melalui amal usaha di berbagai kota. Hasilnya, kampus berbasis Muhammadiyah punya lapangan yang bisa menunjang latihan klub-klub sepak bola mereka.

PS HW pun tak kekurangan stok pemain. Selain punya akademi sepak bola sendiri, kebutuhan pemain bisa diambil dari sekolah sepak bola dan unit kegiatan mahasiswa sepak bola.

Kini, PS HW berlaga di Liga 2. Meski begitu, Hanafing menyebut, mempertahankan PS HW di Liga 2 hanya target jangka pendek. Target jangka panjangnya, ia ingin PS HW Jatim memiliki asrama dan lapangan sepak bola di akademi, agar pembinaan berjalan optimal.

“Nanti di akademi itu, kita membangun asrama, ada jadwal siraman rohaninya. Kita ajarkan juga kursus bahasa Inggris dan IT (informasi dan teknologi),” ucapnya.

Pengamat sepak bola sekaligus jurnalis olahraga senior Budiarto Shambazy menilai, keinginan Muhammadiyah berdakwah lewat sepak bola karena dijadikan sebagai alat politik, yang terkait erat dengan penafsiran sebagai alat perjuangan pada masa kolonial.

Ketua Umum PSSI pertama, Soeratin, kata Budiarto adalah tokoh Muhammadiyah. PSSI, ujarnya, berdiri karena alasan politis, yakni mendakwahkan perjuangan kemerdekaan.

Infografik PS Hizbul Wathan. Alinea.id/Oky Diaz.

“Bukan semata-mata untuk sepak bola, tetapi berjuang melawan diskriminasi Belanda yang melarang pemain dan penonton pribumi untuk datang ke stadion,” ujarnya saat dihubungi, Kamis (5/3).

Akan tetapi, Budiarto menerangkan, saat ini berdakwah lewat sepak bola tak terlalu efektif. Alasannya, pertandingan sepak bola bukan pendidikan dengan keterlibatan intens untuk mendengarkan ceramah, melainkan sebuah tontonan.

Apalagi, kata dia, kompetisi sepak bola di Indonesia di tingkat profesional, penuh kontroversi dengan beragam kasus kekerasan, korupsi, kecurangan, dan buruknya manajemen klub. Ia berpendapat, sebaiknya klub-klub sepak bola Muhammadiyah cukup berlaga di tingkat amatir.

“Kalau ada kasus suap bagaimana? Tambah buruk citra Muhammadiyah. Liga 2 lagi ramai juga kasus korupsi dan pengaturan skor,” ujarnya.

img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan