Di balik begitu ‘gilanya’ fan sepak bola
Puluhan ribu penonton hadir di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, saat pertandingan pertama tim nasional Indonesia U-17 melawan Ekuador U-17 di ajang Piala Dunia U-17, Jumat (10/11) malam. Bahkan, akun Instagram PSSI sudah mengumumkan tiket pertandingan tersebut ludes sejak Kamis (9/11). Stadion berkapasitas 46.806 penonton itu sesak fan sepak bola untuk mendukung Iqbal Gwijangge dan kawan-kawan, yang berhasil menahan Ekuador U-17 dengan skor imbang 1-1.
Padahal, ini hanya kompetisi sepak bola dunia antarremaja. Dengan nama-nama pemain yang masih asing di telinga. Namun, penggemar sepak bola Indonesia tetap mendukung tim Garuda berjuang di turnamen kelompok umur berapa pun. Bahkan, di setiap negara di mana tim nasional Indonesia bertanding, pasti ada suporter Merah-Putih.
Di Asia, penggemar sepak bola Indonesia tergolong militan. Hasil riset Ticketgum yang dipublikasikan pada September 2023 menempatkan Indonesia di posisi keempat, bersama Korea Selatan, sebagai negara sepak bola paling “gila”.
“Pecinta sepak bola Indonesia menunjukkan dedikasi dan dukungan yang kuat untuk tim domestik, seperti Persija Jakarta dan Persebaya Surabaya,” tulis Ticketgum, 21 September 2023.
“Budaya sepak bola negara ini ditandai oleh para penggemar yang loyal dan liga profesional yang berkembang.”
Indonesia mendapatkan skor 5,23 dari 10 poin. Skor tersebut sama dengan Korea Selatan. Arab Saudi menempati posisi pertama negara di Asia dengan fanatisme sepak bola paling gila, dengan skor 5,74 poin. Diikuti Turki dan Qatar.
Untuk menentukan negara-negara yang paling fanatik sepak bolanya, tim Ticketgum melakukan peneitian pada 42 negara. Mereka mengumpulkan data jumlah stadion sepak bola dan kapasitasnya, jumlah kehadiran penonton di pertandingan liga domestik, total nilai pasar pemain, ketertarikan pada piala dunia, serta nilai kesepakatan siaran liga domestik. Kemudian memberikan nilai rata-rata pada hasil total untuk membuat skor indeks akhir.
Negara paling fanatik sepak bolanya di dunia adalah Inggris. Menurut Ticketgum, Inggris mendapatkan skor 8,37 poin. Inggris punya jumlah stadion tertinggi ketiga dalam 10 besar negara terfanatik sepak bola, dengan 90 stadion berkapasitas lebih dari 10.000 penonton.
Ribuan penonton hadir ke stadion-stadion itu. Musim lalu, Liga Premier Inggris mencapai rata-rata 40.236 penonton setia per pertandingan. Orang yang tertarik menonton Piala Dunia Qatar sebesar 65%. Jumlah uang yang dihabiskan untuk kesepakatan hak siar pertandingan sepak bola pun fantastis. Inggris satu-satunya negara yang melampaui 1 miliar poundsterling, dengan hak siar Liga Premier senilai 1.632.000.000 poundsterling per musim.
Penyebab fan sepak bola fanatik
Ticketgum mencatat, ada sekitar 3,5 miliar penggemar sepak bola di dunia. Hal ini menjadikan sepak bola sebagai olahraga paling populer di dunia.
“Di seluruh dunia, beberapa negara menonjol sebagai perwujudan fanatisme sepak bola, di mana permainan ini melampaui sekadar hiburan dan menjadi bagian intrinsik dari identitas nasional,” tulis Ticketgum.
Kristina Monk dalam Sports Monks, 21 Februari 2020, mencoba menyimpulkan beberapa alasan mengapa sepak bola begitu populer, antara lain karena bermain sepak bola sangat mudah, kolaborasi antarpemain yang tinggi, olahraga paling tak terduga, olahraga paling menguras semangat, dan olahraga paling spektakuler.
“Dengan demikian, popularitas sepak bola bukan tanpa alasan. Semua investasi finansial yang luar biasa dalam olahraga ini jelas. Uang berada di mana perhatian penonton berada,” tulis Kristina.
Dalam Science Info, 18 Desember 2018, penulis Samuel Daniel mengungkap, peningkatan testosteron dalam tubuh saat menonton sepak bola adalah penyebab banyak fan tergila-gila. Penulis buku The Secret Lives of Sports Fans: The Power of Sporting Obssesion, yakni Eric Simons—seperti dikutip Daniel—mengatakan tubuh kita akan punya reaksi serupa dengan apa yang kita saksikan. Sederhananya, saat bermain sepak bola, hormon testosteron dilepaskan dan memicu rangsangan pada atlet tersebut.
Karenanya, menonton pertandingan sepak bola juga membuat jumlah testosteron dalam diri kita berubah. Ketika menonton pertandingan, tulis Daniel, otak manusia juga mengeluarkan hormon testosteron yang mirip dengan otak para pemain.
“Testosteron akan meningkat ketika tim favorit Anda menang dan menurun ketika kalah dalam pertandingan. Perasaan inilah yang membuat orang tergila-gila pada olahraga populer itu,” tulis Daniel.
Co-founder perusahaan konsultan olahraga The Athlete Brand, Thomas van Schaik, pernah menulis soal psikologi para penggemar olahraga di Sports Networker, 14 Februari 2012. Ia mengutip pernyataan Paul Bernhardt—sekarang profesor bidang kimia dan biosains molekuler di The University of Queensland—yang menyebut, tingkat testosteron meningkat sekitar 20% pada para fan yang timnya menang, dan turun sekitar 20% pada fan yang timnya kalah.
Selain itu, seperti dikutip dari tulisan Schaik, riset Edward Hirt, seorang profesor dari Indiana University menunjukkan, di hari setelah kemenangan sebuah tim, seorang penggemar merasakan secara emosional, dirinya jauh lebih baik. Harga diri mereka naik dan turun, tergantung hasil pertandingan.
“Setelah menang, penggemar yang fanatik lebih optimis tentang daya tarik seksual mereka dan kepercayaan diri untuk tampil, baik secara mental dan fisik. Sebaliknya, ketika tim kalah, optimisme itu menguap,” ujar Hirt, seperti dikutip dari tulisan Schaik.
Di sisi lain, sebut Daniel, pakar sepak bola Steven Almond menulis dalam bukunya Against Football: One Fan’s Reluctant Manifesto bahwa sepak bola merupakan olahraga yang memungkinkan manusia berinteraksi, terhubung satu sama lain saat menonton.
“Sepak bola menarik bagi semua lapisan masyarakat dan tidak membedakan latar belakang, agama, atau warna kulit,” tulis Daniel.
Psikolog di Murray State University, Daniel Wann, menurut Schaik pernah mengatakan, beberapa fan menemukan rasa kepemilikan dan penerimaan dalam olahraga, yang belum pernah ditemukan dalam kehidupan mereka.
"Begitu banyak institusi tradisional mulai runtuh, (termasuk) agama dan keluarga. Psikis manusia tetap sama dan sesuatu harus menggantikan itu. Olahraga mengisi kekosongan tersebut," kata Wann.
Namun, di balik itu semua, ada sisi gelap dari fan yang fanatik. Menurut Schaik, penggemar yang fanatik cenderung mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian integral dari tim yang mereka dukung, dengan beberapa dari mereka, kurang bertanggung jawab atas perilakunya.
“Kelompok penggemar mungkin berkerumun, menghina, mengancam, atau bahkan merusuh,” tulis Schaik. “Perilaku ini muncul secara online, sama seringnya seperti di stadion.”