Dietmu adalah kepribadianmu...
Kepribadian seseorang selalu dipersepsikan sebagai sesuatu yang tak bisa diubah. Karakter-karakter seperti suka menyendiri, pemurung, atau terbuka terhadap berbagai pengalaman baru, seolah tercetak di dalam diri kita sejak lahir. Namun, sejumlah studi menunjukkan apa yang kita makan turut mempengaruhi kepribadian kita.
Menurut peneliti Big Bold Health, Austin Perlmutter, hanya sekitar 30-40% karakter individual yang melekat karena faktor genetika. Faktor-faktor eksternal, termasuk di antaranya asupan makanan sehari-hari, turut mempengaruhi kepribadian seseorang.
"Kepribadian seseorang bisa berubah seiring waktu. Karakter seperti sikap kehati-hatian atau stabilitas emosional cenderung membaik seiriung usai, dan peristiwa-peristiwa besar seperti pandemi Covid-19, dikaitkan dengan perubahan pada karakter-karakter itu," jelas Perlmutter seperti dikutip dari Psychological Today, Ahad (12/1).
Menurut Perlmutter, ada jaringan "komunikasi" yang menghubungkan perut dan otak. Mikrobia usus--jutaan mikroorganisme yang hidup di sistem pencernaan kita, memainkan peran penting dalam meregulasi mood, tingkat stres, dan peradangan.
Dalam hal ini, asupan makanan jadi penentu seberapa sehat mikroba yang ada di usus manusia. Makanan kaya serat dan diproses secara alamiah cenderung menyubutkan bakteri-bakteri baik, sedangkan asupan makanan kaya gula dan lemak membuat usus dipenuhi bakteri jahat.
"Karakter-karakter kepribadian seperti neurotisisme berkorelasi dengan pilihan asupan makanan yang kurang sehat, menunjukkan katerkaitan antara diet dan kepribadian," jelas Perlmutter.
Mekanisme lainnya yang menunjukkan koneksi antara makanan dan kepribadian seseorang ialah neuroplastisitas, kemampuan otak beradaptasi dan membentuk koneksi-koneksi neuron baru. Makanan-makanan yang kaya asam omega-3, misalnya, sudah terbukti mempercepat pertumbuhan neuron.
"Sementara antioksidan dari buah-buahan dan sayur-sayuran bisa menjaga sel-sel otak. Nutrisi-nutrisi ini bisa mempengaruhi karakter semisal adaptabilitas, kreativitas, dan resiliensi emosional," ujar Perlmutter.
Riset-riset teranyar juga menemukan korelasi antara obat-obatan psikedelik dan kepribadian seseorang. Psilocybin, yang terkandung dalam beberapa jenis jamur, bisa mengurangi neurotisisme dan membuat seseorang menjadi pribadi yang lebih terbuka.
"Sederhananya, diet (pola makan) mempengaruhi metabolisme yang pada akhirnya mempengaruhi kepribadian. Regulasi gula darah, salah satu aspek kunci dalam kesehatan metabolisme, berdampak pada fungsi otak dan mood," jelas Perlmutter.
Salah satu riset yang menunjukkan korelasi antara makanan dan kepribadian dilakoni University of Agder (UiA), Norwegia. Pada 2023, peneliti UiA menemukan korelasi antara karakteristik pribadi anak berusia 8 tahun dengan jenis makanan yang mereka konsumsi.
Kajian UiA dirilis pada 2023. Dalam riset berbasis survei itu, para peneliti menemukan anak-anak yang mengomsumsi makanan sehat sejak lahir punya kepribadian yang jauh lebih baik ketimbang mereka yang mengonsumsi makanan kurang sehat.
"Dalam riset ini, kami menemukan ada koneksi yang jelas antara apa yang anak-anak makan pada masa-masa awal kelahiran dengan karakter mereka serta gejala kecemasan dan depresi ketika mereka berusia 8 tahun," kata Nina Cecilie Øverby, salah satu peneliti UiA.
Dalam risetnya, para peneliti menggunakan data dari Norwegian Mother, Father and Child Cohort Study, salah satu pusat data survei kesehatan terbesar di Eropa. Øverby memisahkan data 40 ribu anak yang rekam jejak kesehatannya tercatat secara detail selama beberapa tahun.
Para ibu dilibatkan sebagai responden dalam survei. Mereka ditanyai seputar asupan makanan yang dikonsumsi mereka dan anak-anak mereka, sejak anak-anak masih dalam kandungan, saat anak-anak berusia 18 bulan, tiga tahun, enam tahun, dan tujuh tahun.
Dari hasil survei, peneliti menemukan anak-anak berusia delapan tahun yang dietnya sehat punya skor yang bagus dalam hal kehati-hatian, keterbukaan, ekstraversi, dan kebaikan. Anak-anak yang dietnya buruk cenderung punya skor yang tinggi dalam karakter-karakter yang terkait neurotisisme.
"Tubuh kita membentuk sistem saraf, organ internal, dan sel-sel otak pada awal mula kehidupan. Untuk tugas-tugas itu, tubuh butuh energi dari makanan. Walhasil, makanan yang kita makan bisa mempengaruhi bagaimana gen kita bekerja," jelas Øverby.
Riset Øverby dan kawan-kawan hanya berkutat pada korelasi asupan makanan terhadap kepribadian anak-anak berusia delapan tahun. Pertanyaannya, apakah sudah terlambat bagi orang dewasa untuk mengubah kepribadian mereka lebih baik lewat konsumsi makanan?
Para peneliti sepakat tidak pernah terlambat untuk memulai diet sehat dan mendapatkan keuntungan dari itu. Namun demikian, Christine Helle, peneliti UiA lainnya, menyarankan agar para orang tua memberikan asupan makanan yang baik kepada anak-anak mereka.
"Kita tak bisa menggantungkan kepribadian kita hanya pada makanan yang kita konsumsi. Ada banyak kondisi yang mempengaruhi itu, termasuk gen yang kita bawa dan situasi yang kita hadapi," ujar Helle.