close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi long distance relationship. Alinea.id/Dwi Setiawan
icon caption
Ilustrasi long distance relationship. Alinea.id/Dwi Setiawan
Sosial dan Gaya Hidup
Senin, 25 Mei 2020 12:33

Drama Corona: Yang putus cinta dan yang tetap langgeng di era pandemi

Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diberlakukan untuk mencegah wabah Covid-19 membuat banyak pasangan menjalani LDR dadakan.
swipe

Dengan mata masih mengantuk, Aldo meraih telepon selulernya dari bawah bantalnya pagi itu. Di layar ponsel, foto kekasihnya, Marni, muncul. Aldo buru-buru menekan tombol ponsel untuk menerima panggilan dari Marni. 

"Do, baca WA (WhatsApp), ya. Penting!" kata Marni singkat sebelum memutuskan sambungan telepon.

Aldo kemudian membuka aplikasi WhatsApp. Matanya langsung mencari nama Marni. Pria berusia 27 tahun itu melewatkan percakapan grup kantor yang tak kalah pentingnya. 

Saat membaca pesan Marni, Aldo langsung terperanjat. Dalam rangkaian pesan panjang itu, sang kekasih ternyata memutuskan hubungan asmara mereka secara sepihak. 

Aldo buru-buru menelepon Marni. Namun, Marni tak mengangkat telepon. Pesan WhatsApp yang ia kirim pun tak lagi berbalas. Nomor Aldo ternyata telah diblok oleh Marni. 

"Diputusin seperti itu sakit rasanya. Saya masih belum menerimanya," kata Aldo saat berbincang dengan Alinea.id, Selasa (20/5).

Aldo dan Marni telah lima tahun menjalin hubungan jarak jauh (long distance relationship/LDR). Aldo tinggal dan bekerja di Jakarta, sedangkan Marni bekerja sebagai perawat di sebuah rumah sakit di Flores, Nusa Tenggara Timur. 

Meskipun kebanyakan hanya bisa pacaran via video call, Aldo mengakui jarak bukan masalah bagi mereka. Marni sudah beberapa kali ke Jakarta untuk mengunjungi Aldo. Begitu juga sebaliknya.

Keduanya bahkan sempat merencanakan bertunangan pada Maret 2020. Namun, rencana itu buyar. Wabah Covid-19 keburu merebak. Aldo pun meminta Marni untuk menunda pertunangan itu. Apalagi, tabungan yang ia siapkan untuk menggelar pesta kian menipis. 

Menurut Aldo, batalnya rencana pertunangan itu bikin Aldo dan Marni jadi sering berantem. Sebelum memutuskan hubungan secara dingin, Aldo menuturkan, Marni bahkan sempat menyebut ada pria lain yang sedang mendekatinya.

"Ya, dia memang kerap mengungkit itu kalau kami bertengkar. Katanya, lebih baik jadi (berhubungan) dengan orang lain daripada menunggu dalam ketidakpastian," tutur Aldo.

Meskipun kecewa, Aldo pasrah menerima nasib. Apalagi, ada beragam persoalan lain yang juga butuh perhatiannya. Salah satunya ialah bagaimana membantu adiknya yang kini dirumahkan oleh perusahaannya selama pandemi.

"Bukan saya tidak berjuang untuk pertunangan kami. Saya rasa semua orang mengalami kesusahan karena Corona ini. Saya pasrah. Saya sadar, saya yang memaksakan untuk bertahan selama ini," kata Aldo.

Ilustrasi long distance relationship. Foto Pixabay/Hannah Wei

LDR dadakan karena pandemi

Meski tak sampai putus, ancaman terhadap hubungan asmara juga dialami Maharani dan pasangannya yang berinisial Z. Sama-sama bekerja di Jakarta, perempuan berusia 26 tahun itu mengaku hubungan asmaranya memburuk karena LDR dadakan selama masa work from home (WFH). 

"Sempet kesebut tuh, 'Gue enggak tahan kalau begini terus. Apa pisah dulu?' Akhirnya sih enggak kejadian. Tapi, emang bawaanya marahan mulu. Enggak tahu deh kenapa. Beda aja," kata dia kepada Alinea.id, Minggu (24/5). 

Rani, sapaan akrab Maharani, tinggal di Tangerang, sedangkan Z berdomisili di Bogor. Pada masa normal, Rani dan Z bisa bertemu hingga tiga kali dalam sepekan di sela-sela kerja dan sepulang kerja di Jakarta. Pada akhir pekan, mereka juga rutin bertemu untuk sekadar makan atau nonton bareng. 

"Agak berat sih. Seumur-umur enggak pernah punya pacar yang long distance. Saat ini sih rasanya kan kayak long distance. Ketika enggak bisa ketemu, jadinya sering berantem. Nyelesain konflik lewat teleponan doang juga rasanya tetep ganjel aja. Enakan kalau bisa empat mata," kata dia. 

Rani mengaku tak punya persoalan besar yang bisa bikin hubungan retak. Pertengkaran antara dia dan Z umumnya hanya karena soal remeh-temeh, semisal tak mengangkat telepon ketika dihubungi, dirasa kurang perhatian, atau ponsel pasangan mati lantaran lupa di-charge.  

"Kalau dipikir-pikir emang kecil sih. Tapi, entah kenapa bikin emosi aja. Bisa bikin berantem sampe berjam-jam di telepon. Setelah itu baru nyadar ternyata enggak penting juga yang dijadiin bahan berantem," kata dia.

Ilustrasi hubungan yang tak lagi harmonis. Foto Pixabay

Berbeda, pasangan Novi Dwi Christanti (24) dan Mardianto (28) justru mampu tetap langgeng di tengah pandemi. Padahal, dua kali rencana pernikahan mereka batal. 

"Sedikit kecewa (batal menikah), tapi mau bagaimana lagi. Kami bersabar aja," kata Novi saat berbincang dengan Alinea.id di Jakarta, Jumat (22/5) malam.

Setelah dua tahun pacaran, Novi dan Mardi menggelar pertunangan di Kebumen, Jawa Tengah, Januari lalu. Saat itu, keduanya sepakat pernikahan bakal digelar di Jakarta pada 11 April 2020. Rencana nikah itu bahkan sudah terdaftar di Kantor Urusan Agama (KUA) Jakarta. 

Namun, sebulan sebelum pernikahan, kakek Novi meninggal dunia. Ia, Mardi, dan keluarga pun sepakat agar pernikahan ditunda hingga akhir Mei 2020. Dari Jakarta, venue pernikahan pun digeser ribuan kilometer ke kampung halaman Mardi di Sambas, Kalimantan Barat.

Namun, rencana kali itu pun batal. Sebagaimana pertunangan Aldo dan Marni, Novi dan Mardi harus menunda menikah lantaran tak boleh sembarangan bepergian di masa pandemi. "Seharusnya kami berdua sudah terbang hari ini ke Kalimantan," ujar Novi. 

Menurut Novi, hingga kini belum ada pembahasan lagi terkait rencana nikah antara kedua belah keluarga. "Takut nentuin tanggal. Nanti, udah siapin semua, akhirnya enggak sesuai dengan yang kita harapkan. Jadi, nunggu selesai Corona dulu," kata Novi.

Meskipun jarang bertemu dan sering cekcok dengan kekasih, Novi mengaku hubungan asmaranya terbilang masih sehat. "Kuncinya saling percaya, terbuka satu sama lain. Jangan dipendam, nanti bisa stres sendiri. Intinya komunikasi," kata dia. 

Hotel menyalakan lampu kamar dan membentuk tanda cinta saat aksi From Jogja With Love di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sabtu (4/4). Foto Antara

Merawat cinta selama pandemi

Psikolog Oriza Sativa menilai beragam rintangan yang muncul karena merebaknya Covid-19 bukan alasan utama para pasangan kerap berkonflik atau bahkan hingga putus. Menurut dia, retak atau langgengnya sangat tergantung dari kadar cinta antarpasangan.

"Mau LDR atau enggak, itu semua dikembalikan kepada kadar cintanya. Kalau memang cinta, pasti dia tidak akan pernah goyah untuk alasan apa pun," kata Oriza kepada Alinea.id melalui sambungan telepon, Jumat (22/5) malam.

Menurut Oriza, pasangan yang memutuskan berpisah pada era pandemi kemungkinan besar telah memiliki sejarah konflik sebelumnya. Persoalan-persoalan baru di dunia asmara yang lahir di era pandemi, kata dia, hanya berperan sebagai pemicu keretakan. 

"Dalam istilah medis namanya riwayat premorbid, penyakit sebelumnya. Jadi, (berpisah) itu karena ada masalah sebelumnya. Nah, kalau misalkan LDR, dia enggak punya masalah sebelumnya, ya, enggak apa-apa. Paling uring-uringan doang," jelas Oriza. 

Sumber konflik, kata Oriza, biasanya berasal dari dua hal. Pertama, perbedaan prinsip. Kedua, perbedaan tipe kepribadian dasar atau basic personality. Beda tipe kepribadian biasanya menyebabkan perbedaan cara memandang sesuatu atau cara mengambil sikap.

"Nah, kalau udah kayak gitu, mau cinta kayak apa pun bakalan repot sih. Kalau memang perbedaan karakter, taruhannya adalah cinta. Bisa tergoyang, kadar cinta bisa meluntur," jelas dia.

Infografik Alinea.id/Dwi Setiawan

Meski begitu, Oriza mengatakan perbedaan tipe kepribadian ini bisa diatasi dengan adanya sikap saling mengalah. "Mengalah juga bentuk dari pengertian, understanding, caring, dan sharing. Itu ada dalam faktor cinta kan," tutur Oriza.

Lebih jauh, Oriza mengatakan, setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan pasangan agar hubungan tetap harmonis selama pandemi. Pertama, tetap menjaga komunikasi.  

"Stay conected. Tetaplah berhubungan. Berkomunikasi dengan pasangan bagaimanapun caranya. Bisa lewat video call, Skype, Zoom, apa pun," kata dia. 

Kedua, menghindari pembahasan mengenai hal-hal yang sifatnya serius dan meningkatkan rasa humor. Humor, kata Oriza, bisa memicu hormon endorfin yang melahirkan perasaan rileks dan menyenangkan.

"Ini kan situasi pandemi, seluruh orang susah. Kita semua terdampak. Jadi, kalau udah susah, jangan nambahin susah. Ngobrol yang ringan-ringan saja. Jangan yang serius-serius," jelas dia.

Ketiga, fokus dengan tujuan hidup. Setiap pasangan, menurut Oriza, harus tetap menjaga hal-hal yang menjadi tujuan bersama, baik itu rencana pernikahan maupun sekadar merawat hubungan agar tetap harmonis.

"Biasakan mengalihkan rasa kesepian, jengkel, sebel, marah. Ngapain kek di rumah, nonton, dengerin musik, kembangkan hobi. Jadi, jangan mengambil keputusan apa pun pada saat pandemi ini. Karena apa? Kita semua pikirannya sedang jenuh, stres," kata dia. 

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan